tetapi kebanyakan kita sedang tidak ada di rumah --- Yoseph Reux
“Manusia memiliki dua mata .
Satu mata hanya melihat apa saja
yang bergerak dalam waktu yang cepat berlalu. Mata yang lain memandang sesuatu
yang abadi dan Ilahi” --- The Book of Angelus Silesius
A. Pengalaman Religius dan
Pengetahuan
Sejak abad pertengahan, ketika mazhab-mazhab
teologi islam mencapai puncaknya, pikiran dan pengalaman manusia telah
mengalami kemajuan luar biasa. Besarnya
kekuasaan manusia terhadap alam memberikan suatu kepercayaan baru dan
menimbulkan perasaan lebih tinggi di atas semua kekuatan yang membentuk
lingkungannya.Pandangan-pandangan baru mulai digunakan, persoalan lamapun mulai
diolah dibawah cahaya pengalaman baru, dan persoalan-persoalan barupun
bermekaran dimana-mana. Tampak seolah
kecerdasan manusia tumbuh lebih besar dari pada kategorinya sendiri yang lebih
asasi---waktu, ruang, dan kausalitas---sehingga
kemajuanilmu pengetahuan pengertian manusia mulai mengalami
perubahan. Namun selama 500 tahun
terakhir, pemikiran agama dalam islam praktis terhenti lalu pemikiran Eropa
mulai terinspirasi olehdunia islam. Nabi saw berkata; “jangan memaki waktu, karena itu adalah Tuhan”(lihat catatan nomor
1,2 dan 3).Karena itu, kebangkitan
islam sangat perlu kita selidiki kembali,
juga menganalisis ulang apa sebetulnya yang sedang dipikirkan Eropa dan
sampai dimana kesimpulan yang dicapainya bisa membantu kita mengadakan revisi.
Garis besar tujuan Al-Quran (lihat catatan nomor 4)hendakmemberikan
kesadaran lebih tinggi kepada manusia dalam hubungan keserbaragaman denganAlam Cita (Tuhan) dan Alam
Nyata(Alam Semesta). Bagi islamalam
cita dan alam nyata merupakandua energitidak bertentangan serta dapat
dipertemukan. Dalam hubungan inilah kalau
tidak mengambil inisiatif, tidak mengubah keadaan batin, berhenti merasakan
deburan batin hidup yang lebih tinggi, maka ruh mengeras menjadi batu dan
mebuatnya merosot ketingkat benda mati.
Hidup dan kemajuan ruh bergantung kepada terbentuknya hubungan dengan kenyataan
hidup yang dihadapi dan yang membentuk
hubungan-hubungan demikian itu adalah pengetahuan, dan pengetahuan ialah
cerapan penginderaan yang dipupuk dengan pengertian. (lihat catatan nomor 5)
Untuk menyelidiki dasar-dasar
rasional dalam islam, Iqbal mulai dari doa Nabi Muhammad; “Tuhan, berilah aku pengetahuan tentang inti dari semua benda.”Dan
setelah mengelaborasi rasionalisme Kant serta kritik terhadap skeptisime
filsafat Al-Ghazali maka tanpa keraguan Iqbal mengatakan bahwa pikiran sanggup
mencapai tahapan sempurna, tak terbatas, imanen, yang dalam gerakan-pernyataan
dirinya berbagai macam konsep yang serba terbatas itu hanya sementara. Menurut sifatnya yang hakiki pikiran tidaklah
statis; ia dinamis dan mengorek keterbatasan batiniah dalam waktu---seperti
benih, sejak semula sudah mengandung kesatuan pohon yang organik sebagai suatu
kenyataan yang ada. Pikiran ialah
keseluruhan dalam pernyataan-dirinya yang dinamis, yang oleh penglihatan
sementara tampak sebagai serangkaian spesifikasi tertentu, yang tidak terpahami
tanpa suatu petunjuk yang timbal balik.
Artinya tidak terletak dalam bukti-dirinya tetapi dalam keseluruhan yang
lebih besar---semacam “Lauhu’l Mahfuz”---yang
menyimpan semua kemungkinan-kemunhgkinan pengetahuan yang tidak menentu sebagai
suatu kenyataan yang ada, menjelma dalam rangkaian waktu sebagai pengertian
beberapa konsep, yang masih terbatas, yang tampak akan mencapai suatu kesatuan
yang sudah ada didalamnya.
B. Konsepsi Agama
Sejarah pemikiran keagamaan
memperlihatkan berbagai cara untuk menghindari suatu konsepsi yang
individualistik tentang Realitas Terakhir, yang disimpulkan sebagai semacam
unsur kosmis yang samar-samar, luas, dan menyebar ibarat cahaya. (lihat catatan nomor 6). Di dunia perubahan, cahaya merupakan approach
paling mirip dengan yang mutlak. Oleh
sebab itu metaphor “cahaya” tentang konsep Tuhan---tinjauan pengetahuan modern---menyatakan
Kemutlakan bukan Kemahahadiran Tuhan.Ketidakterbatasan Ego-Terakhir terletak
dalam kemungkinan-kemungkinan batin yang tidak terbatas dari aktifitas
kreatifnya; alam semesta, sebagaimana tampak hanya sebagian saja dari
pernyataan-pernyataannya. Ketidakterbatasan
Tuhan adalah intensif dan bukan eksentif. Ketidakterbatasan itu melingkupi rangkaian yang
bersambung-sambung dan tidak terhingga panjangnya tetapi ia bukan rangkaian-rangkaian
itu sendiri. Konsepsi al-quran tentang
Tuhan dari segi intelek, adalah kreatifitas, mengetahui, akbar, serta
kekal. Lalu dengan cara bagaimanakah
aktifitas kreatif Tuhan mulai mengerjakan penciptaan? Paham Asy’ari berpendapat; metode kreatif
dari energy ilahiah bersifdat atomis (lihat catatan nomor 7).Dunia terdiri atas
yang mereka namakan jawahir---bagian teramat kecilatau atom-atom
yang selanjutnya tidak bisa dibagi-bagi.
Karena kreatifitas Tuhan tidak
mungkin berhenti maka jumlah atom-atom tidak terbatasi. Karena setiap saat terjadi atom-atom baru menyebabkan
alam semesta terus bertumbuh. Dalam al-quran
disebutkan; “Tuhan menambahkan pada
ciptaannya apa-apa yang Ia ingini.”
Esensi atom tidak ditentukan oleh wujudnya sehingga wujud (eksisitensi)
adalah kualitas yang diterapkan Tuhan pada atom. Sebelum mendapatkualitas, atom seolah
terletak pasif dalam tenaga kreatif Tuhan dengan demikian wujudadalah energi
ilahiah yang tersingkap. Oleh sebab itu,
dalam esensinya atom menjadi meluas dan melahirkan ruang.
Teori penciptaan lain adalah doktrin
tentang aksiden, yakni aqidah mengenai penciptaan yang tiada henti. Pada penciptaan demikian tergantung
kelanjutan atom sebagai suatu wujud.
Jika Tuhan berhenti menciptakan aksiden-aksiden, atom berhenti sebagai
atom. Atom memiliki kualitas positif dan
negatif yang tidak terpisahkan sebagai pasangan berlawanan, seperti hidup dan
mati, gerak dan diam; dan praktis tak mempunyai keberlangsungan waktu.Dari sini
lahir dua pendapat; (1) tidak ada satupun yang punya kodrat stabil; dan (2)
adanya satu susunan tunggal atom-atom, yakni apa yang dinamakan jiwa yang
merupakan semacam materi yang lebih bagus yang juga merupakan suatu aksiden.
Aksidenlah---menurut kaum Asy’ari---menyebabkan
kelanjutan adanya atom. Atom menjadi
atau tampak lebih terjabar sebagai ruang bila mendapat kualitas wujud. Sebagai fase energy ilahiah, atom secara
esensial adalah ruhaniah. Realitas pada
dasarnya adalah ruh---dalam tingkatan-tingakatan ruh. Realitas Terakhir sebagai suatu Ego; dan
hanya dari Ego Terakhir itulah
ego-ego bermula. Tenaga kreratif Ego
Terakhir---dimana periaku dan pikiran adalah identik---berfungsi sebagai
kesatuan-kesatuan ego. Dunia, dengan
segala isinya---sejak dari gerakan mekanik atau yang dinamakan atom materi
sampai kepada gerakan pikiran bebas dalam ego manusia---adalah peredaran-diri
dari “Aku yang akbar”. Setiap atom
energi ilahiah---sekecil apapun---adalah skala wujud sebagai suatu ego dalam
tingkatan-tingkatan pernyataan keegoan dan semesta wujud ibarat sebuah
lapangan-bunyi, dimana terdengar nada yang bertapak-tapak meninggi, nada
ke-ego-an yang terakhir mencapai tingkatan sempurnanya dalam manusia. Inilah sebabnya mengapa al-quran menyatakan
Ego Terakhir berada lebih dekat kepada manusia daripada nadi lehernya
sendiri. Dari sudut pandang psikologis
menurut Iqbal hanya yang Real sajalah yang secara langsung sadar akan
realitasnya sendiri. Tingkatan-tingkatan
ke-real-an (realitas) bermacam-macam menurut tingkat ke-ego-an. Kodrat ego adalah sedemikian rupa, sehingga
meskipun berhubungan dengan ego-ego yang lain, ia bersifat terpusat pada dirinya
sendiri, serta mempunyai suatu linghkungan individualitas yang khusus yang
mengenyampingkan semua ego yang bukan dirinya sendiri.
C.Waktu
Gerak tak dapat dilukiskan tanpa
adanya waktu. Dan karena waktu berasal
dari kehidupan psikis, maka kehidupan psikis lebih fundamental ketimbang gerak.. Tak ada waktu, berarti tak ada gerakan. Masalah waktu senantiasa menarik perhatian
ahli pikir serta kaum sufi islam.
Menurut Al-Quran, pengertian siang dan malam satu dari tanda-tanda
penting Tuhan dan kesimpulan ilmu pengetahuan modern sama dengan kesimpulan
kaum Asy’ari; penemuan-penemuan mutakhir
dalam ilmu alam bahwa kodrat waktu mempunyai diskontinuitas materi. Iraqi melukiskan bahwa perubahan dan beraneka
ragamnya waktu secara tak terbatas, adalah menurut perubahan dan beraneka
ragamnya tingkatanwujud---sejak dari kematerialan hingga keruhanian yang
murni. Waktu jasad-jasad kasar, yang
lahir dari perubahan langit terdiri atas
masa lalu, masa kini, dan masa depan; kodratnya sedemikian rupa sehingga
kalau hari tidak berlalu, hari berikutnya
tidak akan tiba. Waktu wujud-wujud ruhaniah juga bersifat berurutan, namun
perjalananya sedemikian rupa sehingga masa satu tahun penuh waktu jasad-jasad
kasar tidak lebih dari satu hari dalam waktu suatu wujud ruhaniah. Tingkat tertinggi wujud-wujud ruhaniah terdapat waktu ilahiah---secara
mutlak terbebas dari sifat-sifat ruang, dan tidak bisa di bagi-bagi, tidak
punya pergantian ataupun perubahan. Ia
terletak di atas kekekalan; ia tidak punya awal dan tidak punya akhir.
Berdasarkan analisis psikologis terhadap
pengalaman kesadaran memperlihatkan kodrat waktu yang sebenarnya, Iqbal lalu mengemukakan dua aspek ego; ego-apresiatif dan ego-efisien. Ego-apresiatif, hidup dalam keberlangsungan waktu yang murni,
yakni; perubahan tanpa urutan silih berganti.
Kehidupan dalam ego terletak dalam geraknya dari ke-apresiatif-an menuju
ke-efisien-an dari intuisi menuju intelek---waktu atomis lahir dari gerak
tersebut. Watak pengalaman
kesadaran--pangkal tolak semua pengetahuan---memberi petunjuk adanya konsep
yang menyatukan pertentangan antara sifat menetap dengan sifat berubah,
pertentangan antara waktu sebagai kesatuan yang organis (atau kekekalan) dengan
waktu sebagai sesuatu yang bersifat atomis.
Jika kita kemudian menerima petunjuk pengalaman kesadaran kita, serta
melukiskan kehidupan Ego yang mencakup segala berdasarkan analogi ego yang
terbatas, waktu dan Ego Terakhir-pun akan tampak sebagai perubahan tanpa urutan
silih berganti. Suatu keseluruhan
organis yang kelihatannya bersifat atomis oleh Mir Damad dan Mulla Baqir
mengartikan; waktu terlahir bersama penciptaan dan dengan itu Ego Terakhir
mewujudkan kekayaan-Nya yang tak terhingga dari kemungkinan-kemungkinan-Nya
yang bebas dan kreatif. Disatu pihak,
sang Ego hidup dalam kekekalan---perubahan yang bersifat tak berurut
pergantiannya---di lain pihak, ia hidup dalam rangkaian momen-momen bersambung-sambungan, tetapi sementara itu
berhubungan secara organik dengan kekekalan, dalam arti bahwa ia merupakan
suatu ukuran bagi perubahan yang bersifat tak berurutan.
Istilah pengetahuan, sebagaimana
diterapkan pada ego yang terbatas, selalu mengandung arti pengetahuan yang diskursif---suatu
proses temporal yang bergerak disekeliling suatu “yang lain”, yang dianggap ada
secara per se dan berhadap-hadapan dengan ego yang meengetahu. Pengetahuan dalam pengertian ini, meskipun
kita meluaskannya sampai pada tingkat kemahatahuan, senantiasa akan tetap nisbi
terhadap “yang lain” yang berhadap-hadapan itu, dan sebab itu tak dapat kita
sifatkan kepada Ego Terakhir, yang karena bersifat mencakup segala, tak dapat
digambarkan sebagai sesuatu yang mempunyai suatu perspektif seperti ego yang
terbatas.
D. Materi
Situasi manusia tidaklah final dan
bahwa pikiran dan realitas merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Ini dimungkinkan kalau secara saksama
meneliti serta menafsirkan pengalaman---materi,hidup,pikiran dan
kesadaran---dengan mengikuti petunjuk Al-Quran bahwa pengalaman serat luar perlambang
suatu realitas ”Yang Pertama dan Yang
Terakhir, yang terlihat dan yang tidak terlihat”. Ketika ilmu alam mempelajari dunia materi, dunia yang
di edarkan oleh alat-alat indra, proses mental
turut serta bersama pengalaman reigius dan estetisnya. Penafsiran penginderaan membedakan benda dari
kualitasnya. Dari sini lahir teori
tentang materi, yakni: kodrat data-indrawi,hubungan antara data itu dengan
kesadaran yang mempersepsikan, serta sebab-musababnya yang terakhir. Dasar teori
ini; “objek penginderaan (warna, suara dan sebagainya)adalah hal-hal yang
terdapat dalam kesadaran subjek yang mempersepsikan dan dengan demikian
terlepas dari alam yang dipandang sebagai sesuatu yang objektif. Atas dasar ini objek-objek tersebut tak dapat
dianggap dalam arti yang sebenarnya, sebagai kualitas-kualitas dari benda-benda
fisik. Apabila saya berkata bahwa
“langit adalah biru”, itu hanya berarti bahwa langit menghasilkan suatu kesan
penginderaan biru dalam kesadaran saya, dan bukanlah warna biru itu merupakan
kualitas yang terdapat pada langit.
Sebagai hal-hal yang terdapat dalam kesadaran, objek-objek tersebut
adalah kesan-kesan (impresi-impresi), artinya, objek-objek tersebut adalah
efek-efek yang timbul dalam kesadaran kita.
Sebab dari efek-efek itu adalah materi, atau benda-benda material yang
tampil melalui alat penginderaan kita, syaraf dan otak dalam kesadaran kita. Sebab fisik (materi) ini tampil karena adanya
kontak persentuhan; oleh sebab itu sebab fisik tadi harus memiliki
kualitas-kualitas bentuk, ukuran, kepadatan dan resistensi.”
Whitehead,berdasarkan teori
relatifisme Einstein menegaskan; ruang tergantung pada materi. Whitehead menggambarkan
alam semesta sesuatu yang dinamis, suatu
struktur kejadian yang sifatnya mengalir terus menerus secara
kreatif. Perubahan ini tidak bisa kita
bayangkan tanpa adanya waktu. Analog dengan pengalaman batin manusia makaeksistensi
yang sadar berarti kehidupan dalam waktu. Suasana wawasan yang lebih tajam
dalam meninjau kodrat pengalaman kesadaran menandakan ego dalam kesadaran
bergerak dari pusat kearah luar. Dari
sini Iqbal kemudian membagi ego menjadi dua sifat; apresiatif dan efisien. Bersifat efisien masuk kedalam hubungan dunia
ruang. Ego yang efisien merupakan objek
dari psikologis asosiasionis---ego yang praktis dalam kehidupan
sehari-hari, berhubungan benda-benda, menentukan
keadaan-keadaan dan berlintasan kesadaran kita. Waktu, dimana ego yang efisien hidupkita beri
predikat lama atau sebentar, panjang atau pendek. Waktu yang sedemikian itu, menurut Bergson
bukanlah waktu yang sesungguhnya. Hidup
dalam waktu yang dijabarkan sebagai ruang adalah hidup yang palsu.
Ego-apresiatif bersifat kolektif terhadap ego-efisien---sepanjang
mensintetiskan semua”ke-kini-an dan “ke-disini-an”---yang merupakan perubahan
kecil dan waktu yang tak dapat dihindari oleh ego-efisien menjadi kepribadian tunggal secara
keseluruhan.Waktu yang murni---sebagaimana kita ketahui dengan suatu analisis
yang mendalam terhadap pengalaman kesadaran kita---bukan merupakan serangkaian
saat-saat yang terpisah dan dapat terulang, namun satu kesatuan yang organis sehingga masa
lampau tidak tertinggal di belakang, tetapi bergerak bersama dan berlangsung
dalam masa kini dan masa depan tidak terletak di depan masa kini untuk kemudian baru dijalani;
masa-depan ada secara demikian saja bahwa ia hadir,menurut kodratnya, sebagai
suatu kemungkinan yang terbuka. Waktu yang di anggap sebagai kesatuan yang
organisdalam al-Quran dinamakan ”takdir”—banyak disalahfahami baik diluar
maupun di kalangan Islam sendiri---sebagai yang dipandang terjadi sebelum
terungkapnya kemungkinan-kemungkinan. Takdir adalah waktu yang dilepaskan dari
jaringan penghubung sebab-akibat—sifat pragmatis yang diberikan oleh pemahaman
secara logika kepadanya. Takdir adalah
waktu sebagai ego dan bukan sebagai yang dipikirkan dan diperhitungkan.
E. Ibadah dan Shalat
Hasrat keagamaan lebih tinggi
menjulang dari pada hasrat filsafat.Agama tidak puas dengan hanya konsepsi;
agama berusaha mendapatkan pengetahuan yang lebih lazim tentang dan berhubungan
dengan objek yang ditujunya. Cara
mencapai hubungan tersebut dengan beribadah atau shalat yang berakhir dalam
perencanaan ruhaniah. Dalam kesadaran
tasawuf ibadah terutama bersifat kognitif namun secara phisikologis shalat pada
dasarnya bersifat naluri. Shalat dalam
usahanya mencapai pengetahuan mirip dengan refleksi, dalam tingkatnya yang
tertinggi lebih dari suatu renungan yang abstrak,suatu proses asimilisai tetapi
proses asimilatif menghimpun dirinya memperoleh kekuatan. Dalam pikiran, kesadaran meninjau serta
mengikuti kerja realitas; dalam shalat, kesadaran berhenti sebagai sesuatu yang
mencari universalitas yang secara perlahan-lahan terjadi dan ia menjulang lebih
tinggi dari pikiran untuk menangkap realitas itu sendiri dengan maksud menjadi
peserta yang sadar dalam kehidupannya.
Dalam
ibadah dan shalat tidak ada yang bersifat mistik karena ibadah dan shalat suatu
cara pencerahan ruhaniah dari kepribadian yang menyadari situasinya dalam suatu
keseluruhan kehidupan yang lebih luas.Dengan demikian, ibadah dan shalat
menjadipelengkap kegiatan intelektual
untukmengadakan tinjauan tentang alam bukan Auto-Sugesti. Bahwa Auto-Sugesti,
tidak ada hubungannya dengan terbukanya sumber-sumber kehidupan yang berada di
dalam dasar ego manusia. Auto-sugesti
tidakmemberi kekuatan baru membentuk kepribadian manusia, tidak punya akibat
hidup yang permanen sesudah terjadi---termasuk dalam persoalan ini tersangkut
dengan ilmu gaib dan cara-cara istimewa lainnya untuk mengetahui.
Alcapone,
16 Ramahdan 1436H
Sumber:
Muhammad
Iqbal; Rekontruksi Pemikiran Agama Dalam Islam, Jalasutra, Yogyakarta, 2008
Catatan :
1.
Tuhan memutarkan peredaran malam dan
siang. Disitulah terdapat pelajaran bagi
mereka yang luas pandangan (QS, 24;44)
2.
Tidakkah kalian lihat, bahwa Tuhan
telah memudahkan bagi kalian segala yang dilangit dan bumi dan Ia telah
melimpahkan pula dengan nilai-nilai kenikmatan-Nya baik yang nyata maupun yang
tidak? (QS, 31;20)
3.
Dan dialah yang telah mengerahkan
bagimu, malam dan siang, matahari dan bulan dan juga bintang-bintang telah
dikerahkan untuk kalian atas perintah-Nya.
Disitulah terdapat suatu tanda bagi mereka yang luas pandang (QS, 16;12)
4.
Tidaklah Kami ciptakan langit dan
bumi serta segala isinya yang ada keduanya itu untuk bermain-main. Kami ciptakan keduanya itu dengan maksud
tertentu, tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (QS, 44:38-39)
5.
Diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya,
menciptakan langit dan bumi, adanya bermacam-macam bahasa dan warna kulit. Dalam semua itu terdapat tanda-tanda bagi
mereka yang berpengetahuan (QS, 30:22)
6.
Tuhan adalah cahaya langit dan
bumi. Cahayanya seolah dalam sebuah
miskat, dan di dalam miskat itu ada sebuah lampu, lampu itu tertutup oleh
kaca-kaca dan kaca yang laksana bintang (QS, 24:35)
7.
Dan segala sesuatu ini, pada
Kami-lah perbendaharaannya, dan yang sudah Kami turunkan dalam ukuran tertentu
(QS, 15:21)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar