Minggu, 17 Januari 2016

Retorika : Mengapresiasi pesanCorax sampai Cicero tentang berkesenian dalam tuturan



“Persuasi (bujukan, desakan dan meyakinkan) adalah seni penanaman alasan-alasan atau motif-motif yang menuntun ke arah tindakan bebas yang konsekuen”(Aristoteles)

“Dari bunyinya dapat diketahui apakah sebuah kapal retak atau tidak, begitu pula dari ujaran-ujarannya dapat dibuktikan apakah seseorang itu bijaksana atau tolol”(Demosthenes)


A.     Pendahuluan
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.  Berbicara juga merupakan suatu sistem tanda yang  di dengar (audible)  dan kelihatan (visible) dengan memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan.  Bahkan berbicara merupakan suatu bentuk prilaku manusia yang memanfaatkan faktor; fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik  sehingga menjadi  alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial.  Lama sebelum lambang-lambang tulisan digunakan, orang sudah berbicara sebagai alat komunikasi.  Bahkan setelah tulisan ditemukan  bicara tetap lebih banyak digunakan disebabkan beberapa kelebihan  yang tidak dapat digantikan dengan tulisan.  Bicara lebih akrab, lebih pribadi (personal), dan lebih manusiawi. Dalam Mein Kampf, dengan tengas Hitler mengatakan bahwa keberhasilannya disebabkan oleh kemampuannya berbicara (setiap gerakan besar di dunia ini dikembangkan oleh ahli-ahli pidato bukan oleh jago-jago tulisan).
Berbicara bukan sekedar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata.  Berbicara merupakan alat mengkomunikasikan gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai kebutuhan penyimak; sebagai instrumen  apakah pembicara memahami atau tidak, baik bahan  maupun  penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat gagasan dikomunikasikan; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak (Mulgrave, 1954; 3-4).  Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, menjadi keharusan pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan.  Pembicara harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap penyimak dan  mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.
Ujaran sebagai suatu cara berkomunikasi sangat  mempengaruhi kehidupan individual kita.   Melalui sistem ini kita saling bertukar tempat, gagasan, perasaan dan keinginan, dibantu lambang-lambang yang disebut kata-kata.  Sistem ini memberi keefektifan bagi individu mendirikan hubungan mental dan emosional dengan anggota lainnya.  Ujaran  merupakan ekspresi gagasan  dan menekankan hubungan  dua arah—memberi dan menerima (Powers, 1954:5-6).  Didasarkan kepentingan ini, beberapa cara telah diusahakan  para ahli untuk menganalisis proses berbicara.  Analisis Wollbert (1927) misalnya; “seorang pembicara pada dasarnya terdiri atas empat hal yang semuanya diperlukan dalam menyatakan pikiran kepada orang lain.  Pertama, pembicara merupakan suatu kemauan, suatu maksud, suatu makna yang dimiliki oleh orang lain, yaitu; suatu pikiran (a thought).  Kedua,  pembicara adalah pemakai bahasa, membentuk pikiran dan perasaan menjadi kata-kata.  Ketiga, pembicara adalah sesuatu yang ingin disimak, ingin didengarkan, menyampaikan maksud dan kata-katanya kepada orang lain melalui suara dan Keempat, pembicara adalah sesuatu yang harus dilihat, memperlihatkan rupa, sesuatu tindakan yang harus diperhatikan dan di baca ” (Knower, 1958:1331).

B.      Mengenai Defenisi
Eksistensi  seorang orator kualitasnya ditentukan dalam hal; bagaimana berbicara supaya nampak menarik (atraktif), bernilai informasi (informatif), menghibur (rekreatif), dan berpengaruh (persuasif). Orator mesti berbicara berdasarkan seni berbicara yang dikenal dengan istilah retorika---seni berkomunikasi secara lisan yang dilakukakan  kepada sejumlah orang secara langsung melalui tatap muka. Dalam bahasa yunani;rhetor, orator, teacher, adalah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logos).
Retorika atau bahasa Inggris rhetoricdari perkataan Latin rhetorica artinya; ilmu bicara.  Clenth Brooks dan Robert Penn Warren dalam Modern Rhetoric mendefenisikan sebagai seni penggunaan bahasa secara efektif.  Kedua pengertian inimenunjuk dua arti;  arti sempit hanya mengenai bicara sedang arti luas menyangkut penggunaan bahasa---bisa lisan atau tulisan.  Oleh Platon mendefenisikansebagai seni manipulatif yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui tuturan, dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, kepercayaan, dan pengharapan. Kenneth Burke (1969) mengatakan sebagai substansi dengan menggunakan media oral atau tertulis. Oleh kaum sofis---Gorgias, Lysias Phidias, Protagoras, dan Sokrates akhir abad ke-5 SM---retorika memberikan suatu kasus melalui bertutur  yang mengajarkan orang  keterampilan berbicara dan menemukan sarana persuasif yang objektif dari suatu kasus. Studi yang mempelajari kesalahpahaman serta penemuan sarana dan pengobatannya.
 Retorika mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan, penataan, dan penampilan tutur untuk membina saling pengertian dan kerja sama serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam ajaran Arstoteles, terdapat tiga teknis alat persuasi (mempengaruhi) politik, yaitu deliberatif, forensik, dan demonstratif. Retorika Deliberatif fokus kepada kemungkinan yang akan terjadi apabila  diterapkan sebuah kebijakan. Retorika Forensik berfokus pada sifat yuridis dan apa yang terjadi dimasa lalu untuk menunjukan bersalah atau tidak, pertanggung jawaban atau ganjaran. Sedang Retorika Demonstratif memfokuskan pada wacana memuji dengan tujuan memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang, lembaga ataupun gagasan.

C.      Sejarah Kelahiran
Uraian sistematis retorika diletakkan pertamakali oleh orang Syracuse—sebuah koloni Yunani di Pulau Sicilia—untuk membantu orang memenangkan haknya dipengadilan. Penjelasannya dalammakalah Corax yakniTechne logon (Seni Kata-Kata) tentang Teknik Kemungkinan.  Corax  dalam makalahnya menulis;  Bila kita tidak memastikan sesuatu, mulailah dari kemungkinan umum.  Corax  mencontohkanmelalui sebuah kasus;  Seorang kaya mencuri dan dituntut di pengadilan untuk pertama kalinya maka dengan menggunakan teknik kemungkinan, kita bertanya, “mungkinkah seorang yang berkecukupan mengorbankan kehormatannya dengan mencuri? Bukankah sepanjang hidupnya, ia tidak pernah diajukan ke pengadilan karena mencuri”.  Contoh kasus berikutnya; Sekarang, seorang miskin mencuri dan diajukan kepengadilan untuk kedua kalinya.  Kita bertanya, “ia pernah mencuri dan pernah di hukum.  bagaiana mungkin ia berani melakukan lagi pekerjaan yang sama”.  Dari contoh Corax,  retorika mirip “ilmu silat lidah” bahkan  membawa pemahaman ke “permainan logika”.
Empedocles (490SM-430SM) filofof, mistikus, politisi, dan orator—murid  Pythagoras dan menulis The Nature Of Things—oleh pengakuan Aristoteles, “ia mengajarkan prisnsip-prinsip retorika, yang kelak di jual Gorgias (480-370) kepada penduduk Athena”.  Gorgias tokoh aliran sofisme dianggap guru retorika pertama dalam sejarah manusia.Sebagai penganut filsafat mashab sofisme—pandangan bahwa kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan jika terdapat kemenangan dalam pembicaraan—bahwa karena rasio tidak cukup  meyakinkan  orang maka perlu   mengajarkan teknik memanipulasi emosi dan menggunakan prasangka untuk menyentuh hati pendengar. Asumsi ini mendorong Gorgias bersama Protagoras mengembangkan retorika dan mempopulerkannya sebagai  ilmu pidatomeliputi; pengetahuan sastra, gramatika dan logika.  RetorikaGorgiasmenekankan dimensi bahasa yang puitis dengan teknik berbicara impromtu.
Berbeda dengan Gorgias, Demosthenes (384-322)orator sangat terkenal  karena kegigihannya mempertahankan Athena dari ancaman Raja Philippus dari Macedonia.  Pada masa itu anggapan umum: dimana terdapat sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat disitu harus ada pemilihan berkala dari rakyat oleh rakyat untuk memilih pemimpinnya.  Demosthenes mengembangkan retorika dengan menekankan; semangat yang berkobar-kobar dan kecerdasan pikiran.  Retorika Demosthenes ditampilkan lewat gaya bicara yang tidak berbunga-bunga tetapi jelas,  keras, menggabungkan narasi dan argumentasi serta sangat memperhatikan cara penyampaian (delivery)—Menurut Will Durant; “ia meletakkan rahasia pidato pada akting (hypocrisis).
Tokoh retorika yang berusaha menyingkirkan sophisme negatif adalah Isocrates yang percaya bahwa retorika dapat meningkatkan kualitas  masyarakat; retorika tidak boleh dipisahkan dari politik dan sastra.  Ia mendirikan sekolah retorika  tahun 391SM dan mendidik muridnya menggunakan: kata-kata dalam susunan yang jernih tetapi tidak berlebih-lebihan, rentetan anak kalimat yang seimbang dengan pergeseran suara dan gagasan yang lancar.Filsafat Isocrates bahwa hakekat retorika adalah kemampuan membentuk pendapat yang tepat mengenai masyarakat.  Gaya bahasa Isocrates kemudian mengilhami tokoh-tokoh retorika sepanjang zaman: Cicero, Milton,Massillon, Jeremy Taylor dan Edmund Burke.
Tetapi kemudian Platon justru dianggap sebagai peletak dasar retorika ilmiah dan psikologi khalayak—menanggapi Gorgias sebagai contoh retorika yang palsu.  Melalui bukunya Dialog dia menganjurkan pembicara untuk mengenal “jiwa” pendengarnya.Menurut Platon, retorika memegang peranan penting sebagai; metode pendidikan, sarana untuk mencapai kedudukan dalam pemerintahan dan  sarana untuk mempengaruhi rakyat.  Tujuan retorika menurut Platon memberikan kemampuan menggunakan bahasa yang sempurna dan merupakan jalan untuk memperoleh pengetahuan yang luas  terutama dalam bidang politik.Adalah Platon yang telah mengubah retorika sebagai sekumpulan teknik (sophisme) menjadi wacana ilmiah laluAristoteles melanjutkan kajian retorika ilmiah melalui tiga jilid buku De Arte Rhetorica.  Dari Aristoteles dan ahli retorika klasik, kita memperoleh lima tahap penyusunan pidato; terkenal sebagai lima hukum retorika (The Five Caons of Rhetoric).  Bagi Aristoteles retorika adalah the art of persuation yang diuraikan; singkat, jelas dan meyakinkan.  Keindahan bahasa hanya digunakan untuk empat hal; membenarkan (corrective), memerintahkan (instructive), mendorong (sugestive) dan mempertahankan (devensive).
Kalau tokoh lainnya memandang retorika sebagai seni,  Aristoteles memasukkan sebagai bagian dari filsafat sebagai “kemampuan untuk menentukan, dalam kejadian tertentu dan situasi tertentu, metode persuasi yang ada”.  Dalam tahap ini orator merumuskan tujuan dan mengumpulkan bahan (argumen) sesuai dengan kebutuhan khalayak.  Aristoteles kemudian menyebut tiga cara  memengaruhi manusia.  Pertama, orator harus sanggup menunjukkan kepada khalayak bahwa orator memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, dan status yang terhormat (Ethos).  Kedua, orator harus menyentuh hati khalayak; perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang mereka (pathos). Ketiga, orator meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan sebagai bukti.  Disini orator mendekati khalayak lewat otaknya (logos).  Disamping; ethos, pathos dan logos, Aristoteles menyebutkan dua cara lagi yang efektif untuk memengaruhi pendengar yaitu entimem dan contoh.

D.     Retorika Modern
Teori Aristoteles dengan uraian yang lengkap, persuasif, sistematis  dan komperhensif memberi dasar teoretis yang kokohdan membungkam para ahli retorika yang datang sesudahnya. Pengaruhnya sampai ke Romawi—sekalipun selama dua ratus tahun setelah De Arte Rhetorica tidak menambahkan apa-apa yang berarti bagi perkembangan retorika di Romawi. Buku Ad Herrnium,  yang di tulis dalam bahasa Latin kira-kira 100 SM hanya mensistematisasikan dengan cara Romawi warisan retorika gaya Yunani.  Orang-orang Romawi bahkan hanya mengambil segi-segi praktisnya saja. Walaupun begitu, kekaisaran Romawi bukan saja subur dengan sekolah-sekolah retorika tetapi juga kaya dengan orator-orator ulung:Antonius, Crassus,Rufus,Hortensius.
Di Romawi yang mengembangkan retorika adalah Marcus Tulius Cicero (106-43SM) terkenal karena suaranya dan bukunya De Oratore.  Sebagai  orator  ulung, Cicero meningkatkan kecakapan retorika menjadi suatu ilmu dengan dua tujuan pokok; suasio (anjuran) dan dissuasio (penolakan).  Cicero percaya bahwa efek pidato akan baik bila yang berpidato adalah orang baik—The good man speaks well.Cicero-lah orator yang dianggap sangat terampil  menyederhanakan pembicaraan yang sulit,  bahasanya mengalir dengan deras tetapi indah. Puluhan tahun setelah meninggalnya, Quintillianus mendirikan sekolah retorika danmerumuskan teori-teori retorika Cicero kemudian di tulis dalam Institutio Oratoria.
Renaissance memberi sumbangan sangat berarti kepada penyampaian gagasan    kepada kehadiran retorika modern dan jembatan penghubungnya adalah Roger Bacon (1214-1219).  Bacon buka saja memperkenalkan Metode Eksprerimentaltetapi juga menempatkan pentingnya pengetahuan tentang proses psikologis dalamstudi retorika, menurutnya, “kewajiban retorika ialah menggunakan ratio dan imajinasi untuk menggerakkan kemauan secara lebih baik”.  Rasio, imajinasi dan kemauan  adalah disiplin psikologis yang kelak menjadi kajian utama ahli retorika modern.  Aliran pertama retorika masa modern yang menekankan proses psikologis di kenal sebagai aliran epistemologis yang membahas “teori pengetahuan”; asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia.  Para pemikir epistemologis seperti George Campbell (1719-1796), dalam The Philosophy of Rhetoric serta Richard Whately  berusaha mengkaji retorika klasik dalam sorotan perkembangan psikologis kognitif (membahas proses mental).  Aliran retorika modern kedua dikenal sebagai gerakan Belles Lettres (tulisan yang indah).  Retorika Belletris sangat mengutamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis pesan—kadang-kadang dengan mengabaikan segi informatifnya.  Hugh Blair (1718-1800) yang menulis Lettures on Rhetoric and Belles Lettres; menjelaskan  hubungan antara retorika, sastra, dan kritik.  Ia memperkenalkan disiplin citarasa (taste) yakni sebuah kemampuan untuk memperoleh kenikmatan dari pertemuan dengan apapun yang indah.Pada abad kedua puluh, retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan modern—khususnya ilmu-ilmu prilaku seperti psikologi dan sosiologi.  Istilah retorika-pun mulai di geser oleh speech, speech commnucations atau oral commnucations atau public speaking.

E.       Tindakan Penyampaian Pesan
Menurut ada-tidaknya persiapan, sesuai  cara yang di lakukan sampai waktu persiapanyang dibutuhkan maka oleh Jalauddin Rakhmat (2012) mengatakan terdapat empat macam penyampaian pesan  yaitu :  impromtu, manuskrip,memoriter, dan ekstemporer.

1.    Impromtu,dilakukan misalnya; menghadiri pesta dan tiba-tiba ada panggilan untuk menyampaikan pesan-pesan—aktivitas ini sebaiknya di hindari—bila terpaksa beberapa hal berikut bisa di jadikan pegangan:
a.    Pikirkan terlebih dahulu teknik permulaan pesan yang baik. Missalnya cerita, hubungan dengan pidato sebelumnya, bandingan, ilustrasi dan sebagainya.
b.    Tentukan sistem organisasi pesan. Misalnya: Susunan kronologis, teknik “pemecahan soal”, kerangka sosial ekonomi-politik, hubungan teori dan praktek.
c.     Pikirkan teknik menutup pembicaraan yang mengesankan.
2.  Manuskrip,  penyampaian pesan dengan naskah dari awal sampai akhir.  Disini tidak berlaku istilah “menyampaikan pesan”, tetapi “membacakan pesan”.  Beberapa petunjuk dapat diterapkan dalam penyusunan dan penyampaian manuskrip:
a.    Susunlah lebih dahulu dalam garis-garis besar dan siapkan bahan-bahannya;
b.    Tulisan manuskrip seperti pembicaraan yang  mengalir dan   gunakan gaya percakapan yang lebih informal dan langsung;
c.    Baca naskah berkali-kali sambil membayangkan pendengar;
d.   Hafalkan sekadarnya sehingga sehingga dapat lebih sering melihat pendengar;
e.    Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas pinggir yang luas.
3.   Memoriter,  pesan di tulis kemudian di ingat kata demi kata. Seperti manuskrip, memoriter memungkinkan ungkapan yang tepat, organisasi yang terencana, pemilihan bahasa yang teliti, gerak dan isyarat yang diintegrasikan dengan uraian.  Tetapi karena pesan sudah tetap, maka tidak terjalin saling hubungan antara pesan dengan pendengar, kurang langsung, memerlukan banyak waktu dalam persiapan, kurang spontan, perhatian beralih dari kata-kata kepada usaha mengingat.
4.  Ekstempore, jenis pembicaraan  paling baik dan paling sering dilakukan.  Pembicara sudah dipersiapkan sebelumnya berupa Out-line fungsinya hanya pedoman untuk mengatur gagasan dalam pikiran.  Keuntungan ekstempore karena komunikasi pendengar dengan pembicara lebih baik dan pembicara menyampaikan langsung kepada khalayak, pesan dapat fleksibel untuk di ubah sesuai kebutuhan dan penyajiannya lebih spontan.

F.       Metode Retorika
Untuk tujuan dan fungsi retorika, bahwa tujuan retorika sebagai persuasi, yaitu keyakinan pendengar terhadap kebenaran gagasan pembicara.  Artinya, retorika ingin membina saling pengertian dan mengembangkan kerjasama dalam menumbuhkan kedamaian untuk kehidupan bermasyarakat melalui kegiatan bertutur.  Sementara fungsi retorika akan membimbing penutur secara lebih baik memahami masalah kejiwaan manusia pada umumnya dan kejiwaan penanggap tutur yang akan dan sedang dihadapi, membimbing penutur menemukan ulasan yang baik dan membimbing penutur mempertahankan kebenaran dengan alasan masuk akal.Cicero mengajarkan bahwa dalam mempengaruhi pendengar, orator harus meyakinkan mereka dengan mencerminkan kebenaran dan kesusilaan yang dalam pelaksanaannya meliputi:
a.    Ivestio, mencari bahan dan tema  dengan memperhatikan keharusan pembicara; mendidik, membangkitkan kepercayaan dan menggerakkan hati.
b.    Ordo collocatio, kecakapan orator  memilih  yang lebih penting dengan memperhatikan:exordium (pendahuluan), narratio (pemaparan), confirmatio (pembuktian), reputatio (pertimbangan) dan peroratio (penutup).

G. Daftar Pustaka
Durant, Will. 1972. The Story of Civilization; New York; Simon and Schuster.
Knower, Franklin H. 1958. Speech dalam Encyclopedia of Educational Research. New York. MacMillan Company 1960.
Mulgrave, Dorothy. 1954. Speech. New York; Barnes dan Noble, Inc.
Powers, David Guy. 1951. Fundamentals of Speech. New York; Mc graw-Hill Book Company, Inc.
Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Retorika Modern; Pendekatan Praktis, Pt. Remaja Rosda Karya. Bandung.
Ridwan. H. Aang. M.Ag. Filsafat Komunikasi. Percetakan Setia Bandung. 2013
Tarigan, Henri Guntur. Prof.Dr. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Percetakan Angkasa. Bandung.
Uchajana, Effendy Onong. Pro.Dr.MA. Komunikasi Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung. 2011.
             
Alcapone, 25 Januari 2014
Disampaikan dalam Dialog Akhir Bulan Januari 2014 di Teras Ubermensch.

Teori Bilangan; The Queen of Mathematics









 

 Jangan katakan hal-hal kecil dengan banyak kata-kata, tapi katakan sesuatu yang besar dengan sedikit kata—Pythagoras

Anda tidak bisa mengajari sesuatu pada seseorang, anda hanya dapat membantu orang itu menemukan sesuatu dalam dirinya---Galileo Galililei


 

1.      Sejarah Teori Bilangan

Teori bilangan cabang   matematika murni yang mempelajari sifat-sifat bilangan bulat.  Bilangan pada awalnya hanya digunakan untuk mengingat jumlah, namun dalam perkembangann perbendaharaan simbol dan kata-kata  matematika menjadi hal yang penting bagi kehidupan  baik dalam teknologi, sains, ekonomi ataupun dalam dunia musik, filosofi dan hiburan serta banyak aspek kehidupan lainnya.  Sejarah perkembangan sistem bilangan berawal dari zaman Paleolitikum atau zaman batu tua sekitar 30.000 tahun yang lalu.Tanda yang digunakan untuk mewakili suatu angka pada zaman tersebut berupa irisan-irisan atau ukiran pada dinding gua, tulang, kayu, atau batu.  Satu irisanmenandakan satu benda, karena itu sepuluh rusa kutub ditandai sepuluh ukiran.  Banyaknya tanda berkorespondensi satu-satu dengan benda yang dihitung. Di Persia, pada abad kelima sebelum masehi,  sistem bilangan digunakan simpul-simpul yang disusun pada tali. Suku Inca (abad ketiga belas) menggunakan sistem yang sama dengan mengembangkan quipu, tali yang disusun secara horizontal lalu digantung berbagai macam benang. Jenis simpul yang digunakan, panjang dan warna serta posisi benang menandakan tingkatan kuantitas satuan, puluhan, dan ratusan. Beberapa peradaban juga menggunakan sistem bilangan untuk merepresentasikan banyaknya obyek yang berbeda-beda dengan menggunakan berbagai macam batuan, seperti bangsa Sumeria yang menggunakan batu tanah liat yang disebut calculi bahasa latin dari calculi yakni calculus. Tanah liat bangsa Sumeria  digunakan abad keempat sebelum masehi.  Batu tanah liat kecil berbentuk kerucut mewakili banyaknya satu obyek, berbentuk bola mewakili banyaknya sepuluh, dan batu tanah liat besar berbentuk kerucut mewakili enam puluh.
Matematika Babilonia merujuk matematika yang dikembangkan bangsa Mesopotamia (Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik.  Pada zaman peradaban helenistik, Matematika Babilonia berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Di bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia (khususnya Baghdad) menjadi pusat penting pengkajian Matematika Islam.  Pengetahuan Matematika Babilonia turun dari lempengan tanah liat  dalam tulisan paku (tanah liat masih basah dibakar di dalam tungku atau dijemur matahari). Bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di Mesopotamia mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan denganlatihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian meliputi;  pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itujuga meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear danpersamaan kuadrat. Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60) sumber penggunaan bilangan 60 detik semenit, 60 menit satujam dan 360 (60 x 6) derajat satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati di mana angka-angka yang ditulis di lajur lebih kiri menyatakan nilai lebih besar (seperti sistem decimal).
 Ketika bilangan maupun proses berhitung semakin penting, maka suatu suku bangsa mulai mensistematiskannya, ini dilakukan dengan mengurutkan bilangan kedalam kelompok tertentu, ukuran kelompok ditentukan oleh proses pemasangan anggota. Sederhana koq, ilustrasi metodenya begini. Misalkan sebuah bilangan, namakan b, dipilih sebagai basis untuk berhitung dan nama bilangan diurutkan oleh bilangan 1,2,….,b. Bilangan lebih besar dari b diperoleh dari kombinasi bilangan yang sudah ada.   Bilangan basis 10 dipilih tetap dipakai sampai hari ini di sistem bilangan modern. bilangan yang lebih besar dari 10 seperti  15 merupakan kombinasi 1 dan5, Terdapat bukti-bukti bahwa bilangan lain dipakai sebagai basis. Penduduk asli Queensland yang berhitung “one, two, two andone, two twos, dan much” untuk bilangan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, menggunkana 2 sebagai basis.  Suku di Tierra del Fuego menggunakan 3 sebagai basis dan suatu suku di Amerika Selatan menggunakan 4 sebagai basis. Sistem bilangan basis 5  atau skalaquinary (quinary scale) beberapa suku di Amerika Selatan dengan menghitung menggunakan tangan; ”satu, dua, tiga, empat, tangan, tangan dan satu, tangan dan dua… dan seterusnya”. Petani Jerman menggunakan kalender dengan basis 5 sekitar tahun 1800. Bilangan basis 12 pernah dipakai sebagai basis utama dalam hubungan ke ukuran, dasar membuat kalender, ukuran jarak,  satu kaki sama dengan 12 inci, selusin jumlah 12, setahun 12 bulan dan lain sebagainya. Sistem bilangan basis 20 atau skala vigesimal digunakan orang indian di amerika, suku Maya, di Prancis, Denmark dan Wales. Sistem bilangan basis 60 atau skala sexagesimal  digunakan suku Babylonia (Irak) untuk menghitung sudut, dan waktu.
 Bilangan 1 sampai 9 muncul di India pada prasasti-prasasti di abad ke-13, (angka 0 saat itu belum ditemukan). Gabungan angka yang bergantung tempat dan ide dari angka 0 di India pada abad kelima setelah masehi, Pada abad ke-9  matematikawan Persia, Muhammad Ibn Musa al-Khwarismi dalam perjalanannya dari Arab ke Eropa menulis  buku “Buku Penjumlahandan Pengurangan dengan Cara Bangsa India” menghasilkan sistem bilangan baru dan membawa kemajuan dalam perhitungan dan perkembanganmatematika modern.  Buku tersebutmenjadi terkenal di Eropa dan selanjutnya diterjemahkan ke bahasa Latin pada 13 abad ke-12 yang melahirkan kolom  aritmetika, yakni menggunakan sistem simpan dan pinjam pada metode perhitungan.
Awal kebangkitan teori bilangan modern dipelopori oleh Pierre de Fermat (1601-1665), Leonhard Euler (1707-1783), J.L Lagrange (1736-1813), A.M. Legendre (1752-1833), Dirichlet (1805-1859), Dedekind (1831-1916), Riemann (1826-1866), Giussepe Peano (1858-1932), Poisson (1866-1962), dan Hadamard (1865-1963). Sebagai seorang pangeran matematika, Gauss terpesona terhadap keindahan dan kecantikan teori bilangan dan untuk melukiskannya, ia menyebut teori bilangan sebagai The Queen of Mathematics.  Pythagoras (582-496 SM)  matematikawan dan filsuf Yunani dengan teoremanya dikenal sebagai “Bapak Bilangan” memberikan sumbangan penting terhadap filsafat dan ajaran keagamaan pada akhir abad ke-6 SM.  Salah satu peninggalan Pythagoras yang terkenal adalah teorema Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya).

2.     Al khawarizmi Penemu Angka 0
Salah satu apresiasi kalangan sarjana muslim klasik adalah banyaknya matematikawan Muslim yang merintis perkembangan bidang telaah matematika. Menurut K. Ajram (1996) mengutip dari berbagai sumber sejarah, matematikawan Muslim menumbuh kembangkan telaah-telaah aljabar, artimatika, trigonometri, dan geometri analitik baik secara teoritis maupun terapan.   Menurut Bell sangat tidak adil jika pembahasan tentang matematika hanya menekankan pada ide-ide matematika modern saja tanpa memberi perhatian sewajarnya pada mereka yang telah merintisnya karena kemungkinan langkah awal penemuan mereka sangat susah dan rumit. 'Al-Khwarizmi salah satu dari tokoh matematika Islam banyak memberikan sumbangan berharga dalam bidang matematika, khususnya aljabar dan aritmatika.  Smith dan Karpinski menggambarkan sosok Al-Khwarizmi sebagai tokoh terbesar pada masa keemasan Baghdad yang memberikan sumbangan besar terhadap ilmu aljabar dan aritmatika. Sedangkan Khan menyatakan bahwa al-Khwarizmi adalah seorang ahli matematik yang terkemuka sepanjang zaman.
Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa Al-Khwarizmi  (Arab: محمدبنموسىالخوارزمي) seorang ahli matematika, astronomi, astrologi, dan geografi yang berasal dari Persia.  Lahir sekitar tahun 780 di Khwārizm (sekarang Khiva, Uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850. Hampir sepanjang hidupnya bekerja sebagai dosen di Sekolah Kehormatan di Baghdad.  Dalam Ensiklopedi Matematika disebutkan hidup dalam abad ke sembilan (780 - 850 M). Suku kata Al-Khwarizmi menunjukkan ia berasal dari Khwarizm, sebuah daerah di timur Laut Kaspia.  Al-Khwarizmi diperkirakan hidup pada masa pemerintahan Khalifah al-Ma'mun (813 - 833).  Khalifah al-Ma'mun adalah salah satu tokoh pengetahuan dunia yang menjadi sahabat karib al-Khwarizmi- Khalifah al-Ma'mun menjadikannya sebagai anggota Bayt al-Hikma di Baghdad Khalifah Harun al-Rasyid sebuah lembaga pendidikan yang meneliti ilmu-ilmu pengetahuan dan terjemahan.
Karya-karya  Al-Khwarizmi banyak mengacu pada tulisan aljabar Diophantus (250 SM) dari Yunani  kemudian dikembangkan dalam karya-karya aljabarnya.  Menurut Gandz matematikawan Barat dalam The Source of Al Khawarizmi’s Algebra, Al Khawarizmi berhak mendapat julukan “Bapak Aljabar” dibanding Diophantus, karena dialah orang pertama mengajarkan aljabar dalam bentuk elementer serta menerapkannya dalam hal-hal yang berkaitan dengannya.  Di bidang ilmu ukur, al-Khawarizmi juga dikenal sebagai peletak rumus ilmu ukur dan penyusun daftar logaritma serta hitungan desimal. Notasi penempatan bilangan dengan basis 10, penggunaan bilangan irasional dan diperkenalkannya konsep Aljabar modern, membuatnya layak menjadi figur penting dalam bidang Matematika dan revolusi perhitungan di Abad Pertengahan di daratan Eropa. Dengan penyatuan Matematika Yunani, Hindu dan mungkin Babilonia, teks Aljabar merupakan salah satu karya Islam  di dunia Internasional
Al-Khwarizmi banyak menghasilkan karya monumental antara lain dalam bidang Astronomi dan Matematika. Dalam bidang matematika  memberikan sumbangan berharga perkembangan aijabar dan aritmatika. la dikenal sebagai bapak Aijabar karena karya monumental kitab a!-Jabr Lua'I-MuqabaJah. Dalam bidang astronomi ia dikenal salah satu pendiri bidang astrolabe dan menyusun kurang lebih seratus tabel tentang bintang. Karya Aritmatika Al-Khawarizmi berjudul kitab Al-jam wa’ Al tafriq bi hisab Al-hid (book of addition and substraction by the method of calculation) sebagai buku palajaran pertama yang ditulis dengan menggunakan sistem bilangan desimal. Karya tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa latin  dengan berbagai sebutan seperti Alchawarizmi, Al-Kharismi, Algoritmi dan sebagainya  hingga sekarang kita kenal dengan nama Algoritma (Algorithm) sebagai prosedur baku dalam suatu perhitumgan.
Angka arab yang kita gunakan sekarang yakni bilangan 1 sampai 9 dan 0 merupakan salah satu dari karya Al-Khawarizmi. Angka nol  oleh orang hindu dinamakan sunya (kosong atau tidak ada) dan  orang Arab menamakan sifr (kosong).  Angka nol ditemukan ilmuwan Muslim Abu Ja’far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi lahir di Khawarizmi (sekarang Khiva), Uzbekistan  194 H/780M.  Pada awalnya digunakan  Angka Romawi tapi karena terdapat kesulitan  saat melakukan penambahan  bilangan  ratusan sampai ribuan lalu  Al Khawarizmi menggunakan  angka dari hindu  yaitu    1-9...Pemakaian penambahan bilangan Angka Romawi misalnya:

1990 = MCMXC
1994 = MCMXCIV
______________+
3984 =  Susah

Selanjutnya  angka 0 muncul ketika  Al khawarizmi mengalami kebingungan,  kalau dalam Angka Romawi sembilan belas  ditulis XIX lalu  Al khawarizmi menulis dalam angka hindu dalam dua kotakseperti; [1] [9]  namun ketika sampai di bilangan puluhan seperti tiga puluh, dari romawi XXX ke angka hindu   dibuat lagi  dua kotak, satu kotak dimuat angka tiga lalu satu kotak  di biarkan 'kosong' oleh Al khawarizmi [3] [ ]
Sebelum Al-Khawarizmi memperkenalkan angka nol, para ilmuwan menggunakan semacam daftar yang membedakan satuan, puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya.  Daftar yang dikenal sebagai abakus itu berfungsi menjaga setiap angka dalam bilangan agar tidak saling tertukar dari tempat atau posisi mereka dalam hitungan.  Sistem tersebut berlaku hingga abad ke-12 M, ketika para ilmuwan Barat mulai memilih menggunakan raqm al-binji (angka Arab) dalam sistem bilangan mereka.  Raqm al binji menggunakan angka “nol” yang diadopsi dari angka India, menghadirkan sistem penomoran desimal yang belum pernah digunakan sebelumnya.  Lewat buku pertamanya, Al- Mukhtasar fi Hisab al-Jabrwa al- Muqabalah (Ringkasan Perhitungan Aljabardan Perbandingan), Al-Khawarizmi memperkenalkan angka nol yang dalam bahasa Arab yang disebut shifr. Karya monumental itu juga membahas solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat. Buku tersebut diterjemahkan di London pada 1831 oleh matematikawan Inggris Fredrick Rosen dan selanjutnya diedit dalam bahasa Arab pada 1939 oleh dua matematikawan Mesir, Ali Mustafa Musyarrafa dan Muhammad Mursi Ahmad. Sebelumnya pada abad 12 karya tersebut  diterjemahkan oleh se orang matematikawan asal Chester Inggris yakni Robert (Latin: Robertus Castrensis) dengan judul Liber Algebras et Al-mucabola.  Pada abad yang sama kemudian diedit oleh matematikawan asal New York, LC Karpinski. Versi ke duanya, De Jebraet Almucabola, ditulis oleh Gerard da Cremona (1114–1187), matematikawan dan penerjemah asal Italia. Dengan demikian, meski telah diperkenalkan di pertengahan pertama abad ke-9, angka nol baru dikenal dan digunakan oleh kalangan ilmuwan Barat dua setengah abad kemudian.
   
3.     Makna Filosofis Angka Nol
Pada abad ke-12, matematikawan Muslim asal Spanyol, Ibrahim ibn Meir ibn Ezra, menulis tiga risalah mengenai angka yang membawa simbol- simbol India dan pecahan desimal ke Eropa hingga mendapatkan perhatian dari sejumlah ilmuwan di sana. Risalah berjudul The Book of The Number itu menjelaskan tentang sistem desimal untuk bilangan bulat dengan nilai tempat dari kiri ke kanan.  Ibn Ezra menggunakan nol dengan sebutan galgal (yang berarti roda atau lingkaran).  Selanjutnya, pada 1247, matematikawan Cina, Ch’in Chiu-Shao, menulis Mathematical Treaties in Nine Sections yang menggunakan simbol O untuk nol dan 1303 Zhu Shijie menggunakan simbol yang sama untuk nol dalam Jade mirror of the Four Elements.
Zero = 0 = Empty = Kosong (Nol).  Bahasa Inggris ‘zero’ (nol) berasal dari bahasa Arab ‘sifr’, suatu terjemahan literal dari bahasa Sanskrit “shûnya” yang bermakna “kosong”. Runtutan keterkaitan bahasa dari masa ke masa: shûnya (Sanskrit) -> (Ancient Egypt/Babylonia) -> (Greek/Helenic) -> (Rome/Byzantium) – sifr (Arab) -> zero (English) -> nol; kosong (Indonesia).  Angka 0 ditolak oleh  Aristoteles karena dianggap angka terkutuk,  menciptakan konsep “ketiadaan” dan dianggap menghina Tuhan, maka itu Paus Roma melarang penggunaan angka tersebut, dan hukuman berat bagi yang menggunakannya.   Bahkan sistem penanggalan masehi tidak diawali angka nol tapi dimulai dari satu dalam bentuk deret seperti : …-3,-2, -1, 1, 2, 3,…
1.        Lambang bilangan  0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9  sebagai konstanta menentukan banyaknya benda. Apabila lambang 1 sampai 9  menyatakan banyaknya benda maka lambang  0 digunakan untuk menyatakan  sesuatu benda nyata yang tidak ada.  Sebagai misal;  lima buah apel di meja, digunakan untuk menyatakan  5 apel sedang di atas meja tidak ada buah apel, digunakan  0 apel. Jika di meja ada 8 buah jeruk dinyatakan dengan 8 jeruk sedang jika di meja tidak ada jeruk dinyatakan dengan 0 jeruk.  Logikanya  bahwa  lambang bilangan 0 mewakili sesuatu benda nyata yang tidak ada.
2.       Dalam struktur angka, bilangan bulat terdiri dari {…-3,-2,-1,0,1,2,3…}, semua angka (kecuali 0)  punya nilai (+) dan (-) tetapi  angka 0 tidak memiliki tanda (+) dan (-).  Filosofi;  angka 0  keseimbangan dunia dan akhirat, tentang sesuatu yang telah terjadi dan yang akan datang.   Jika tanda (-) memiliki arti telah terjadi maka makna (+), dengan apa saja yang belum terjadi termasuk kehidupan setelah mati.
3.       Sebuah bilangan (positif maupun negatif) jika dijumlah atau dikurang dengan 0 nilainya tidak berubah sehingga kehadiran bilangan 0 pada penjumlahan dan pengurangan tidak punya peran dan dapat diabaikan. Misalnya 5 + 0 = 5 atau -23 + 0 = -23 atau 12 - 0 = 12 atau -34 - 0 = -34. Filosofinya : sesuatu  yang tidak benar-benar ada  jika ditambahkan atau dihilangkan/dikurangkan dari apapun yang telah bernilai tak akan merubah nilainya.
4.       Sebuah bilangan (positif atau negatif) jika dikalikan dengan 0 akan menghasilkan 0. Misalnya 72 x 0 = 0 atau 0 x -56 = 0. Filosofinya :  sesuatu yang bernilai dan ingin menggandakan nilainya hindari sesuatu yang tidak bernilai, karena semua nilai yang ada menjadi tiada.
5.       Sebuah bilangan (positif atau negatif) jika dibagi dengan 0 maka hasilnya tidak dapat didefinisikan.  Misalnya 5 : 0 = tidak terdefinisi.   Disini peran angka 0 benar-benar mencapai titik  yang tidak terduga, dimana sebuah bilangan yang pada awalnya bernilai akan menghasilkan sesuatu yang tidak hanya tak bernilai namun justru tidak berarti (tidak didefinisikan). Filosofinya: ketika sesuatu yang bernilai dibagi nol atau dapat diartikan tidak dibagi pada siapapun, maka sesuatu yang bermanfaat itu tidak hanya tak bernilai namun justru tidak berarti. 
6.       Sifat penjumlahan dan perkalian angka yang sama. Untuk setiap bilangan kecuali 0 perhitungan penjumlahan suatu bilangan yang sama menghasilkan bilangan yang lain.  Contohnya, misal dengan penjumlahan : 2 +2  = 43  x 3 = 9-1 x (-1) = 1123 + 123 = 246  sehingga dari bilangan di tersebut jika divariabelkan di dapat : x + x  = ya x a = b.  Lalu bagaimana dengan angka 0, jika 0 + 0 = 0, maka : x +x = x ?????a x a  = a ?????   Filosofinya dalam kehidupan sehari-hari manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, jika kita tidak mempunyai sosialisasi dengan orang lain yang tidak dapat saling membantu, maka kita akan sia-sia. Kekurangan kita akan bisa tertutupi dengan orang yang bisa lebih atas kekurangan kita.
7.       Sifat pengurangan angka yang sama. Setiap bilangan yang sama dikurangkan satu sama lain hasilnya adalah 0.  Contoh; :9 – 9 = 0 atau 5–5 = 0 termasuk  00–0 = 0.  Filosofinya, jangan meremehkan seseorang yang kita anggap tidak ada gunanya, karena kita merasa lebih terhadap lebih dari orang lain.
8.       Sifat pembagian angka yang sama dan 0 pangkat 0. Setiap bilangan yang sama jika dibagi dengan angka itu sendiri pasti akan menghasilkan 1 (kecuali 0), mengapa?  Contoh :87 : 87 = 1999 : 999 = 1-3 : -3 = 1Jadi disimpulkan :x : x = 1Tetapi mengapa tidak berlaku dengan 00 : 0 = tak tentu, mengapa bukan 1? Karena untuk 0 x a = 0, untuk a setiap bilangan, maka 0 : 0 = a, untuk a setiap bilangan, maka 0 : 0 adalah tak tentu, ini juga sama halnya dengan 0 pangkat 0 dapat dijadikan dengan 0 : 0 Penjelasan : 0^0 = 0^1-1 = 0^1 x 0^-1 = 0^1 / 0^1 = 0 : 0.  Filosofinya; mempertimbangkan tujuan hidup  dengan berpusat pada  hasil dengan rencana  dan usaha yang seimbang.
9.       Dalam bilangan asli, lambang bilangan 0 jika diletakkan pada sisi sebelah kanan (di urutan belakang) menunjuk nilai sesuai letaknya, sedang jika diletakkan di sisi paling kiri (urutan terdepan)  tidak punya arti apapun. Misalnya bilangan 999, jika sisi kanan ditambah  bilangan 0 menjadi 9990 namun jika  diletakkan di sisi paling kiri menjadi 0999. Filosofinya bahwa sesuatu yang tidak nyata ada tidak akan bernilai jika ditempatkan pada posisi paling depan dan posisi terdepan adalah mereka yang nyata punya nilai.
10.   Bilangan berpangkat 0 (kecuali 0) sebesar apapun kalau di pangkatkan ”0” hasilnya ”1” Misalnya; besaran 999.999.999 dipangkatkan ”0” jadi 1.  Filosofinya, pangkat tinggi tidak berguna tanpa memiliki kemampuan.

4.    Keajaiban Filosofi Angka (1-9) Bahasa Indonesia
Setiap bangsa, negara dan daerah memiliki penyebutan sendiri untuk angka satu, dua sampai dengan sepuluh. Misalnya angka tiga kita menyebutnya di Indonesia tapi negara lain menyebutnya tri, three, san, tolu dan lain sebagainya.  Langsung saja. Di sini bukan mengajarkan Anda berhitung tapi coba perhatikan deretan angka-angka di bawah ini.

1 = Satu
2 = Dua
3 = Tiga
4 = Empat
5 = Lima
6 = Enam
7 = Tujuh
8 = Delapan
9 = Sembilan

Setiap bilangan dengan huruf awal yang sama dijumlahkan  hasilnya  sepuluh. Contoh; Satu dan Sembilan (1+9) punya huruf awal S dan bila djiumlahkan  hasilnya  sepuluh.   Dua dan Delapan (2+8), Tiga dan Tujuh (3+7), kemudian Empat dan Enam (4+6). Terurut sampai dengan angka Lima dijumlah dengan dirinya sendiri (5+5)  hasilnya sepuluh.  Huruf awal  juga punya peranan penting terbentuknya bilangan .   Misalnya Satu dan Sembilan sama-sama huruf awalnya adalah S yang berada pada urutan 19 dalam alpabet. Bila angka satu dan sembilan dijumlahkan kemudian dibagi dua untuk mencari rata-ratanya maka hasilnya adalah 5. Bentuk angka 5 sangat identik dengan huruf S. kemudian ditambahkan, akan menjadi 10. Angka 10 dipisah n ditambahkan, menjadi angka 1, yg merupakan wujudnya Allah yg Maha Satu, Maha Tunggal, Maha Esa.(19 = 1 n 9 = 1+9 = 10 = 1 n 0 = 1+0 = 1) 
Karena angka 5 dengan dirinya sendiri (5) sehingga apabila ditambahkan akan menjadi 5+5 = 10=1 n 0 = 1+0 = 1 (Tuhan yg Maha Esa). Dalam putaran waktu yg dihitung dengan jam,  jarak setiap angka dalam 12 angka dalam hitungan jam, adalah 5 menit.  Selanjutnya, tentang  perkataan  Dua dan kata Delapan. huruf awalnya adalah D yang menempati urutan keempat dalam abjad. Bila delapan dibagi dua maka hasilnya adalah empat (pembenaran).  Selanjutnya Perkataan Empat dan kata Enam masing-masing huruf awalnya adalah E diurutan kelima. Lima berada diantara Empat dan Enam (pembenaran lagi).

5. Daftar Pustaka
Katz, Steven T (ed). "Menembus Jantung Pengalaman Mistis". Yogyakarta: Unggun Religi, 2004.
Seife, Charles. "Biografi Angka Nol". Yogyakarta: e-Nusantara, 2008.
Zimmer, Heinrich. "Sejarah Filsafat India". Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Alcapone, Oktober 2015