Semuanya, semua yang saya ketahui, hanya karena
saya mencintainya---Leo Tolstoy
Dan
jangan berharap engkau dapat memilih jalan sendiri, karena cintalah, jika ia berkenan,
yang akan menuntun jalanmu---Kahlil
Gibran
A. Pendahuluan
Arete:
Hidup Sukses Menurut Platon; buku karya A. Setyo Wibowo sebuah pemahaman
mengenai bagaimana manusia bisa menjadi yang terbaik seturut tawaran pemikiran
filsuf Yunani yang hidup 2.500 tahun lalu tentang bagaimana meraih keutamaan. Hidup “sukses’’
di sini merujuk pada kondisi excellent sebagai kehidupan yang optimal. Filsafat
Yunani memakai istilah arête untuk excellency lalu dalam bahasa Indonesia disebut
keutamaan.
Buku A. Setyo Wibowo terdiri ata empat kunci pemikiran; Filsafat artinya Tahu Mengabaikan Diri, Jiwa adalah Gerakan, Hidup Sukses Secara
Rasional, dan Disiplin Hasrat. Namun
dalam diskusi kali ini secara khusus hanya di bagian keempat(mendidik cinta) membahas
bagaimana mekanisme penghasratan (eros)
mesti didisiplinkan. Harapannya, dengan pendidikan yang benar, orang akan
mencintai pengetahuan (kebijaksanaan) dan orang akan memiliki kecenderungan
yang tepat sehingga dengan ringan hati mudah memilih hidup yang adil dan benar.
Dengan
gaya bahasa penulisan sederhana sehingga mudah dimengerti dan muatannya yang
sangat mendasar tentang manusia maka kehadiran buku ini pantas berada ditangan
siapa saja yang memiliki keseriusan menjadikan filsafat sebagai jalan hidup
atau siapa saja dengan kesadaran atau ketidaksadaran menganggap dirinya
“manusia”.
B. Tentang Sofis dan Philosofis
Eros (hasrat)
mampu mengutuhkan
atau menghancurkan manusia.
Dengan demikian, pencapaian kesuksesan hidup bukan hanya
soal
rasio, tetapi juga soal
pendisiplinan eros.
Kehadiran kaum sofis dengan metode
baru pengajarannya
membawa akibat sampingan; nilai-nilai moral di
Atena
pada paruh ke dua abad ke-5 SM
goncang. landasan moral tradisional digoyahkan
oleh para guru pencitraan
yang memperjual
belikan pengetahuan melalui teknik argumentasi formal dan cara berpikir
logis (retorika) namun tanpa substansi
sebagai bekal
efektif mendapatkan kemenangan
dalam perdebatan–perdebatan di ruang publik
(agora). Ilmu
retorika oleh kaum
sofis menjadi sarana ampuh memenangkan argumentasi.
Pusat perhatian kaum sofis adalah
kemenangan debat,
efektifitas sebuah wacana.
Retorika tidak peduli
dengan kebenaran. sejarah bisa dibolak–balik seperti di lakukan salah satu
sofis terkenal yaitu Gorgias (487 -376 SM ).
Retorika Gorgias
berhasil menunjukkan
bahwa Helen bukanlah wanita sebagaimana omongan
orang–orang Yunani
sebagai penyebab
malapetaka Perang
Troya.
Gorgias membuktikan
dengan memperlihatkan
bahwa ia meninggalkan
suaminya
(Menelaus) untuk hidup bersama
Paris bukan keinginanya sebagai wanita melainkaan mengikuti kehendak
para dewa. Dibanding
pikiran manusia yang serba lemah, sudah sepantasnya kehendak para dewa yang
lebih kuat dan kuasa diikuti.
Maka kalau ada orang
menista kan Helen justru orang tersebut harus dicela karena tidak
menghormati kehendak para dewa.
Selain itu, keputusan Helen ke Troya karena cintanya kepada
Paris termasuk tidak bisa disalahkan. Mengapa ?
karena Cinta ( Eros ) adalah salah satu dewa.
dan siapakah yang bisa menolak
kehendak dewa?
Dengan
teknik
logikanya , Gorgias membuktikan
kebalikan dari yang biasa
dipercaya orang. Helen yang
salah
menjadi benar dan
orang
Yunani benar justru
menjadi
salah. Logika bagi kaum sofis hanya
alat bersenang–senang guna
menunjukkan bahwa ia mampu
membenarkan pesanan kasus apa saja. Kaum sofis,
semuanya bersifat
relatif karena yang terpenting
bagaimana wacana bisa mempengaruhi pendengarnya. Bagi kaum sofis ,
efektifitas wacana
tidak di tentukan oleh apakah wacana itu benar atau tidak
, melainkan wacana itu persuasif
atau tidak.
Inilah kemudian sofisme sering didefinisikan sebagai art
of persuasion atau seni mempengaruhi.
Kaum
sofis adalah
guru–guru pintar yang mengajarkan
bagaimana orang bisa
hidup
sukses dalam masyarakat dan terpenting hidup saat ini. Dalam hidup politik, soal mengetahui dan memiliki kebenaran
tidak begitu penting dibanding kesuksesan meyakinkan publik bahwa saat
ini
dan disin tentang hal- hal tertentu
( pendapat , program ,
argumentasi ) lebih layak
diikuti. Pusat perhatiannya
pada manusia kongkret bit ec nun (disini dan saat
ini) sehingga protagoras dan kaum sofis pada umumnya dijuluki sebagai kaum ‘’humanis relativis‘’. Protagoras
mengatakan; ‘’manusia adalah
ukuran untuk segala
sesuatunya‘’. Kaum sofis seperti Protagoras
dan Gorgias tidak memberikan doktrin filosofis
koheren, mereka hanya memberikan resep–resep praktis .
lebih daripada mengajarkan doktrin
kebenaran tentang manusia ,
kaum sofis memperhatikan bagaimana manusia bisa
selalu senang, karena
kalau ia menang berarti ia dibenarkan.
Hidup sukses ,
optimal , berkeutamaan artinya
hidup mengikuti rasio,
hidup rasional. Model
pembelajaran yang ditawarkan
Sokrates berbeda dengan
yang di lakukan
kaum sofis (pendiri
metode sekolah dalam
arti modern). Metode
filsafatnya sebagai maieutike mengatakan
bahwa pengetahuan bisa
ditularkan, sejauh
pengetahuan itu bersifat
eksistensial, artinya ada
di dalam jiwanya
sendiri. Selanjutnya Platon muridnya juga percaya
bahwa bila orang
yakin pada kebaikan, maka hidup yang benar adalah mengupayakan optimalisasi rasionya menyerupakan diri pada yang ilahi. tanpa harus menunggu
‘’ kebahagiaan di seberang
sana‘’ dan hidup menjalankan
filsafat sudah memberikan bahagia saat ini juga.
Hidup utama dalam
dirinya sendiri sudah merupakan ‘’hadiah’’ kebahagiaan sedang faktor eksternal (keberuntungan hidup, kekayaan, relasi) hanya bersifat sekunder karna yang
terpenting bagaimana memiliki jiwa yang
optimal.
Guna
membuat orang yakin bahwa hidup utama adalah soal pengetahuan, Platon menekankan
pentingnya pembentukan (formasi
) hasrat. Namun bagaimana
caranya membentuk hasrat secara benar? Tidak ada jalan lain kecuali memulai sebuah proses pendidikan hasrat (sensibilitas ) yang mengarahkan
pencapaian keutamaan–keutamaan filosofis. Menurut
Platon hanya para ‘’ filsuf alamiah‘’, mereka yang secara kodratiah (physis ) memiliki kecenderungan–kecenderungan untuk menjadi
filsuf yang bisa dididik ke arah itu.
Bagaimana ciri –ciri para ‘’ filsuf
alamiah
’’ ini? Menurut Platon dalam
Politeia mengemukakan sifat –sifat yang khas yang mesti ditemukan;
hasrat yang besar
akan
kebenaran yang menyeluruh dan kekal. Manusia seperti ini menghindari kepalsuan dan segala bentuk ketidak
adilan dan kejahatan.
Ciri lainnya adalah ada insting
bahwa kepuasa hidup tidak ditemukan pada hal–hal indrawi
dan material
atau semacam kecenderungan merelatifkan
yang duniawi.
dan akhirnya dalam dirinya ditemukan disposisi intelektual yang cukup : ia mudah belajar, tangkas dan tanggap, serta memiliki daya ingat yang
baik .
C. Eros
Dalam diri manusia, eros adalah
sebuah drive, dorongan yang luar biasa. Kita
umumnya menghasratkan atau mencintai sesuatu yang tidak (belum) kita miliki. Dalam pencarian sebuah rasa kurang ini
eroslah menggerakkan manusia untuk
memenuhinya. Manifestasi eros tampak
dalam rasa kurang berkenaan dengan makan, minum, seks, rasa kurang dalam soal
harga diri, hingga rasa kurang eksistensial seperti keinginan mencari belahan
jiwa. Eros juga nampak dalam hasrat
intelektual untuk selalu mencari, termasuk dalam hasrat akan immortalitas! Eros
sebagai pencarian pemenuhan sebuah rasa
kurang sekaligus adalah keberlimpahan yang menjadikan manusia melakukan
tindakan–tindakan besar mengorbankan makan, minum, seks, harga diri, bahkan
kenyakinan keyakinan intelektual demi sesuatu yang ia hasratkan dan cari .
Kodrat
eros yang saling bertentangan ini di ungkap bagus dalam mitos yang di kisahkan
Platon. Katanya, eros adalah anak kemiskinan (penia, perempuan manusia) dan
keberlimpahan (poros, laki–laki dewata). Eros adalah semi-mortal semi– immortal. Ia adalah kemiskinan dan
keberlimpahruahan. Itu makanya, orang yang terkenai panah eros akan merasakan
campur aduk rasa kecewa, mau mati,namun pada waktu yang sama berani mencobah
lagi dan percaya diri sehingga bahkan yakin kalau kekekalan pun bisa iya
ijinkan! Meski tidak pernah benar – benar puas dan memuaskan sepenuhnya, eros
takhenti –hentinya menjadi sumber tenaga.
Dalam
bahasa lain, eros adalah keingintahuan, yang
muncul bukan dari kebebalan, melainkan ia tahu bahwa ia belum tahu. Eroslah kata
Platon yang membuat orang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu bahwa dirinya
memiliki energi untuk selalu belajar tahu. Eroslah yang mendorong orang menjadi
filsuf, pecinta kebijaksanaan, yang dari kodrat mortalnya ingin menyerupai
yang ilahi. Kodratnya yang campuran
menunjukan ia adalah hasrat immortalitas mahluk – mahluk mortal. Manusia yang dapat mati namun lewat penurunan
anak, sejarah kebesaran tindakan atau pun pemikiran, menjadikan dirinya
kekal. Berkat eros, spesies manusia
berlansung terus dalam waktu, tanpa perna henti. Kehebatan tindakan heroik. seorang
pecinta bangsa, karya indah dan agung sebuah lukisan atau tulisan, juga menjadi
ujud kekekalan yang diturunkan manusia, mahluk – mahluk mortal. Itu semua
berkat daya gerak eros yang menginspirasi epithumia, thumos dan rasio manusia.
Eros menggerakkan manusia untuk melampaui dirinya, memberikan dirinya untuk sesuatu
diluar dirinya demi mencapai sebentuk
kekekalan. Kadang eros menggerakkan karna orang yang terpanah olehnya merasa
miskin berkekurangan, namun eros yang sama mendorong orang kasmaran melakukan
sesuatu karna keberlimpahruahan dan kemurahanhatinya.
D. Mendidik Cinta
Mengingat
daya eros yang luarbiasa inilah maka hasrat perlu diperhatikan secara seksama.
Menaruh perhatian pada eros sangat penting supaya orang mengenali kodrat paradoksal hasrat – hasrat yang ada di
dalam dirinya dan mampu menyatukan demi sebuah arahan atau orientasi akan
kebaikan. Menurut ajaran yang di berikan
diotima kepada sokrates, cara menanamkan disiplin erotik adalah di satu sisi, menyadarkan orang bahwa ketika menghasratkan
sesuatu, sebenarnya di situ ia berada dalam tarikan daya – daya yang
bertentangan. Disisi lain,
pendipsiplinan erotik ini juga untuk dalam menyadarkan bahwa dalam setiap hal,
selalu ada sesuatu yang lebih tinggi. Pendidikan
hasrat dengan demikian intinya adalah mengajak orang dalam situasi normal
mekanisme penghasratan yang objeknya selalu kontadiktif, dan dari situ mencoba
melempauinya.
Saat
menghasratkan hal–hal indah misalnya, dengan sendirinya berhadapan dengan pertentangan
sebagai sebuah kontradiksi yang inheren dalam objek yang dihasratkan. Menyadari
kontradiksi, orang disadarkan akan relatifitas keindahan indrawi lalu menuju kepemahman
keindahan lebih tinggi. Jika
intuisi keindahan yang lebih tinggi dicapai dan
memahami semua kontradiksi yang ditemukan dalam keindahan indrawi, pada
gilirannya orang dimampukan untuk mencari cara bagaimana intuisi keindahan itu
diterapkan secara kongkret. Keindahan
indrawi sekuntum bunga misalnya, merupakan keindahan yang penuh
kontradiksi. Bunga yang indah hari ini,
besok sudah tidak indah. Keindahannya relatif bukan hanya karena bunga bisa
berubah, tetapi juga karna bila di bandingkan dengan cakep-nya daun–daun
Aglaonema keindahan bunga menjadi tidak terlalu spesial juga. Pendidikan eros
mengajak orang menyadari adanya tegangan dan kontradiksi dalam objek–objek indah
yang di hasratkan. Dengan menyadari relatvitas benda indrawi, orang di ajak
melampauinya, mencari keindahan dalam dirinya sendiri, yang selalu berjumbuh
dengan kebenaran dan kebaikan. Bila intuisi ini di capai, orang akan terlati
menemukan apa yang benar–benar indah, bukan hanya dalam soal
bunga dan Aglaonema tetapi juga dalam tindakan - tindakan sehari-hari.
Seluruh
metode pendisiplinan eros bermuara pada, di satu sisi, penyadaran realitas
bayang–bayang dunia kita (yang selalu menjadi, selalu berubah, kontradiktif)
dan di sisi lain, adanya model kekal yang justru menjadi sumber bagi adanya
hal–hal kontradiktif tersebut. Eros yang
terdidik dengan benar, mengajak orang naik ke idea, ke intuisi akan keindahan
(yang adalah kebenaran dan kebaikan). Dengan
demikian eros dan rasio adalah pembantu utama jiwa untuk menyerupakan dirinya
dengan idea. Lewat idenya tentang pendidikan, Platon menawarkan cara membangun
masyarakat Secara umum di berikan dua macam pendidikan yang akan
membantu formasi tubuh dan jiwa; Musik dalam
arti puisi, musik instrumental dan tari–tarian membantu pembentukan jiwa sementara gimnastik untuk
ketahanan fisik. Berbagai macam percobaan dan ujian
diharapkan muncul tiga hal; ingatan yang bagus (supaya bisa belajar dan mencintai pengetahuan),
ketangguhan fisik berhadapan dengan kelelahan (supaya dijiwai
semangat berani ) dan ketahanan menghadapi berbagai tawaran kesenangan (supanya
memiliki semangat ugahari dan reflektif terhadap berbagai kebutuhan pokok).
Bagaima
mencintai hal-hal yang intelligible
mengingat pendidikan musik dan gimnastik masih berkaitan erat dengan hal-hal
yang indrawi? Menurut buku Politeia
VII; Pada tahap pertama, selama sepuluh
tahun anak-anak diberi pendidikan
propedeutik atau pengantar, lewat pelajaran ilmu-ilmu aritmatika, geometri
bidang dan stereometri (geometri ruang), astronomi serta music. Anak-anak
dilatih manyadari jarak yang ada antara yang indrawi dengan yang bersifat
intelektual (intelligible). Mereka
diajak mengagumi harmoni semesta alam. Jadi,
bukan hanya diajak melampaui apa yang bersifat empirik (yang bisa disentuh dan
dialami panca indra), anak-anak juga di ajak mengerti pentingnya mempelajari
ilmu terlepas dari kegunaan praktisnya. Dari
situ, anak-anak didorong agar memiliki minat dan meneliti hal-hal yang intelligible dalam dirinya sendiri; anak-anak diajak untuk tidak terlalu
menganggap penting indrawi dan diajak meminati hal-hal intelligible. Paa tahap selanjutnya, pada usia sekitar 30 tahun,
mereka diberi ilmu tertinggi di Akademia yaitu dialektika selama lima tahun. Pada akhir proses
pendidikan, mereka akan diuji dengan live
in. calon filsuf dikembalikan ke masyarakat untuk hidup normal sampai
mereka mencapai usia 50 tahunan.
Alcapone,
1 September 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar