Kamis, 14 Januari 2016

Arete; Mendidik Cinta







Semuanya, semua yang saya ketahui, hanya karena saya mencintainya---Leo Tolstoy
Dan jangan berharap engkau dapat memilih jalan sendiri, karena cintalah, jika ia berkenan, yang akan menuntun jalanmu---Kahlil Gibran



A.  Pendahuluan
Arete: Hidup Sukses Menurut Platon;  buku karya A. Setyo Wibowo sebuah pemahaman mengenai bagaimana manusia bisa menjadi yang terbaik seturut tawaran pemikiran filsuf Yunani yang hidup 2.500 tahun lalu tentang  bagaimana meraih keutamaan. Hidup “sukses’’ di sini merujuk pada kondisi excellent sebagai kehidupan yang optimal. Filsafat Yunani memakai istilah arĂȘte untuk excellency  lalu dalam bahasa Indonesia disebut keutamaan.
Buku  A. Setyo Wibowo  terdiri ata empat kunci pemikiran;  Filsafat artinya Tahu Mengabaikan Diri,  Jiwa adalah Gerakan, Hidup Sukses Secara Rasional,  dan Disiplin Hasrat. Namun dalam diskusi kali ini secara khusus hanya  di bagian keempat(mendidik cinta) membahas bagaimana mekanisme penghasratan (eros) mesti didisiplinkan. Harapannya, dengan pendidikan yang benar, orang akan mencintai pengetahuan (kebijaksanaan) dan orang akan memiliki kecenderungan yang tepat sehingga dengan ringan hati mudah memilih hidup yang adil dan benar.
Dengan gaya bahasa penulisan sederhana sehingga mudah dimengerti dan muatannya yang sangat mendasar tentang manusia maka kehadiran buku ini pantas berada ditangan siapa saja yang memiliki keseriusan menjadikan filsafat sebagai jalan hidup atau siapa saja dengan kesadaran atau ketidaksadaran menganggap dirinya “manusia”.
B.  Tentang Sofis dan Philosofis
Eros    (hasrat)   mampu  mengutuhkan   atau   menghancurkan   manusia.   Dengan demikian, pencapaian   kesuksesan   hidup   bukan   hanya  soal   rasio,   tetapi   juga  soal  pendisiplinan  eros.    Kehadiran   kaum sofis   dengan   metode    baru   pengajarannya  membawa akibat   sampingan;  nilai-nilai   moral  di  Atena    pada   paruh   ke dua   abad   ke-5 SM    goncang.   landasan   moral   tradisional   digoyahkan   oleh  para   guru   pencitraan    yang   memperjual    belikan   pengetahuan melalui      teknik     argumentasi   formal   dan   cara   berpikir   logis (retorika)  namun   tanpa   substansi     sebagai    bekal     efektif    mendapatkan    kemenangan   dalam   perdebatan–perdebatan     di   ruang     publik   (agora).    Ilmu   retorika   oleh kaum   sofis menjadi     sarana     ampuh    memenangkan     argumentasi.
   
Pusat     perhatian kaum sofis   adalah   kemenangan   debat,   efektifitas   sebuah   wacana.  Retorika    tidak   peduli  dengan kebenaran.   sejarah    bisa    dibolak–balik seperti di lakukan salah satu sofis terkenal yaitu Gorgias (487 -376 SM ).      Retorika    Gorgias   berhasil    menunjukkan   bahwa   Helen   bukanlah wanita   sebagaimana  omongan   orang–orang    Yunani sebagai    penyebab   malapetaka   Perang  Troya.   Gorgias   membuktikan    dengan    memperlihatkan   bahwa  ia   meninggalkan  suaminya   (Menelaus)   untuk   hidup   bersama   Paris   bukan   keinginanya   sebagai   wanita melainkaan mengikuti   kehendak    para   dewa.    Dibanding   pikiran   manusia   yang   serba  lemah,    sudah   sepantasnya kehendak   para   dewa yang  lebih   kuat dan   kuasa   diikuti.   Maka   kalau   ada   orang   menista kan  Helen   justru   orang   tersebut harus  dicela   karena  tidak   menghormati   kehendak   para   dewa.  Selain itu,  keputusan  Helen ke Troya karena   cintanya    kepada   Paris termasuk tidak   bisa   disalahkan.   Mengapa ?   karena   Cinta  ( Eros ) adalah   salah   satu   dewa. dan    siapakah   yang   bisa  menolak   kehendak   dewa?
Dengan   teknik   logikanya ,   Gorgias   membuktikan   kebalikan   dari   yang   biasa  dipercaya orang.   Helen  yang  salah   menjadi  benar  dan  orang   Yunani   benar  justru  menjadi   salah.  Logika bagi kaum sofis   hanya alat  bersenang–senang   guna menunjukkan   bahwa  ia  mampu membenarkan    pesanan   kasus apa saja.  Kaum  sofis,      semuanya   bersifat   relatif karena yang   terpenting   bagaimana   wacana  bisa mempengaruhi    pendengarnya.    Bagi   kaum   sofis ,     efektifitas   wacana    tidak   di  tentukan oleh apakah    wacana   itu   benar   atau   tidak ,   melainkan   wacana   itu   persuasif   atau   tidak.  Inilah kemudian sofisme   sering   didefinisikan   sebagai         art of persuasion  atau seni  mempengaruhi.
Kaum   sofis    adalah  guru–guru    pintar   yang    mengajarkan   bagaimana  orang  bisa   hidup   sukses dalam   masyarakat dan     terpenting hidup  saat   ini.    Dalam   hidup  politik,  soal mengetahui    dan    memiliki   kebenaran   tidak   begitu    penting  dibanding     kesuksesan meyakinkan    publik   bahwa  saat   ini  dan   disin tentang   hal- hal   tertentu  ( pendapat ,   program , argumentasi )   lebih    layak   diikuti.  Pusat  perhatiannya  pada  manusia   kongkret      bit   ec   nun   (disini   dan   saat  ini)   sehingga protagoras   dan   kaum   sofis    pada  umumnya   dijuluki  sebagai   kaum    ‘’humanis relativis‘’.   Protagoras    mengatakan; ‘’manusia    adalah    ukuran  untuk   segala  sesuatunya‘’.     Kaum  sofis seperti    Protagoras   dan    Gorgias  tidak   memberikan    doktrin   filosofis  koheren, mereka   hanya   memberikan    resep–resep   praktis .    lebih    daripada     mengajarkan    doktrin    kebenaran     tentang    manusia ,    kaum sofis     memperhatikan    bagaimana   manusia    bisa    selalu   senang,   karena   kalau   ia   menang   berarti   ia dibenarkan.
Hidup  sukses ,  optimal ,   berkeutamaan   artinya   hidup   mengikuti   rasio,   hidup  rasional.  Model   pembelajaran    yang   ditawarkan   Sokrates   berbeda  dengan   yang    di   lakukan   kaum  sofis  (pendiri   metode  sekolah   dalam   arti   modern).  Metode   filsafatnya   sebagai   maieutike  mengatakan   bahwa   pengetahuan   bisa   ditularkan, sejauh   pengetahuan   itu   bersifat  eksistensial,    artinya  ada   di   dalam   jiwanya    sendiri.  Selanjutnya Platon muridnya juga  percaya   bahwa   bila   orang   yakin   pada  kebaikan,  maka   hidup    yang   benar  adalah  mengupayakan    optimalisasi    rasionya menyerupakan     diri    pada  yang    ilahi.    tanpa  harus    menunggu    ‘’ kebahagiaan    di   seberang    sana‘’  dan      hidup   menjalankan    filsafat sudah memberikan    bahagia    saat   ini    juga.      Hidup     utama    dalam    dirinya sendiri   sudah   merupakan  ‘’hadiah’’    kebahagiaan sedang  faktor eksternal  (keberuntungan hidup,   kekayaan,    relasi) hanya  bersifat  sekunder  karna  yang terpenting bagaimana memiliki jiwa  yang optimal.
   
Guna membuat orang   yakin   bahwa   hidup  utama adalah    soal    pengetahuan, Platon   menekankan  pentingnya  pembentukan     (formasi ) hasrat.  Namun  bagaimana   caranya  membentuk   hasrat  secara  benar? Tidak  ada  jalan  lain  kecuali  memulai  sebuah  proses  pendidikan hasrat (sensibilitas ) yang mengarahkan    pencapaian    keutamaan–keutamaan   filosofis.  Menurut   Platon  hanya  para   ‘’ filsuf alamiah‘’,    mereka yang  secara kodratiah    (physis ) memiliki   kecenderungan–kecenderungan   untuk menjadi   filsuf yang bisa   dididik ke  arah itu.  Bagaimana ciri –ciri  para ‘’ filsuf   alamiah  ’’ ini?     Menurut Platon dalam Politeia  mengemukakan sifat –sifat    yang khas yang   mesti   ditemukan;     hasrat  yang  besar  akan   kebenaran  yang menyeluruh   dan   kekal. Manusia  seperti   ini menghindari kepalsuan dan  segala  bentuk  ketidak  adilan  dan kejahatan.  Ciri lainnya  adalah  ada  insting    bahwa    kepuasa hidup tidak ditemukan  pada hal–hal   indrawi   dan   material  atau   semacam kecenderungan merelatifkan yang   duniawi.    dan akhirnya  dalam    dirinya ditemukan disposisi  intelektual yang cukup :  ia mudah belajar,  tangkas dan tanggap, serta memiliki   daya  ingat  yang baik .
C.   Eros
Dalam diri manusia, eros adalah sebuah drive, dorongan yang luar biasa.  Kita umumnya menghasratkan atau mencintai sesuatu yang tidak (belum) kita miliki.  Dalam pencarian sebuah rasa kurang ini eroslah  menggerakkan manusia untuk memenuhinya.  Manifestasi eros tampak dalam rasa kurang berkenaan dengan makan, minum, seks, rasa kurang dalam soal harga diri, hingga rasa kurang eksistensial seperti keinginan mencari belahan jiwa.   Eros juga nampak dalam hasrat intelektual untuk selalu mencari, termasuk dalam hasrat akan immortalitas! Eros sebagai pencarian pemenuhan  sebuah rasa kurang sekaligus adalah keberlimpahan yang menjadikan manusia melakukan tindakan–tindakan besar mengorbankan makan, minum, seks, harga diri, bahkan kenyakinan keyakinan intelektual demi sesuatu yang ia hasratkan dan cari .

Kodrat eros yang saling bertentangan ini di ungkap bagus dalam mitos yang di kisahkan Platon. Katanya, eros adalah anak kemiskinan (penia, perempuan manusia) dan keberlimpahan (poros, laki–laki dewata). Eros adalah semi-mortal   semi– immortal. Ia adalah kemiskinan dan keberlimpahruahan. Itu makanya, orang yang terkenai panah eros akan merasakan campur aduk rasa kecewa, mau mati,namun pada waktu yang sama berani mencobah lagi dan percaya diri sehingga bahkan yakin kalau kekekalan pun bisa iya ijinkan! Meski tidak pernah benar – benar puas dan memuaskan sepenuhnya, eros takhenti –hentinya menjadi sumber tenaga.
Dalam bahasa lain, eros adalah keingintahuan,  yang muncul bukan dari kebebalan, melainkan ia tahu bahwa ia belum tahu. Eroslah kata Platon yang membuat orang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu bahwa dirinya memiliki energi untuk selalu belajar tahu. Eroslah yang mendorong orang menjadi filsuf,  pecinta kebijaksanaan,  yang dari kodrat mortalnya ingin menyerupai yang ilahi.   Kodratnya yang campuran menunjukan ia adalah hasrat immortalitas mahluk – mahluk mortal.  Manusia yang dapat mati namun lewat penurunan anak, sejarah kebesaran tindakan atau pun pemikiran, menjadikan dirinya kekal.  Berkat eros, spesies manusia berlansung terus dalam waktu, tanpa perna henti. Kehebatan tindakan heroik. seorang pecinta bangsa, karya indah dan agung sebuah lukisan atau tulisan, juga menjadi ujud kekekalan yang diturunkan manusia, mahluk – mahluk mortal. Itu semua berkat daya gerak eros yang menginspirasi epithumia, thumos dan rasio manusia. Eros menggerakkan manusia untuk melampaui dirinya, memberikan dirinya untuk sesuatu diluar dirinya  demi mencapai sebentuk kekekalan. Kadang eros menggerakkan karna orang yang terpanah olehnya merasa miskin berkekurangan, namun eros yang sama mendorong orang kasmaran melakukan sesuatu karna keberlimpahruahan dan kemurahanhatinya.
D.  Mendidik Cinta
Mengingat daya eros yang luarbiasa inilah maka hasrat perlu diperhatikan secara seksama. Menaruh perhatian pada eros sangat penting supaya orang mengenali  kodrat paradoksal hasrat – hasrat yang ada di dalam dirinya dan mampu menyatukan demi sebuah arahan atau orientasi akan kebaikan.  Menurut ajaran yang di berikan diotima kepada sokrates, cara menanamkan disiplin erotik adalah di satu sisi,  menyadarkan orang bahwa ketika menghasratkan sesuatu, sebenarnya di situ ia berada dalam tarikan daya – daya yang bertentangan.  Disisi lain, pendipsiplinan erotik ini juga untuk dalam menyadarkan bahwa dalam setiap hal, selalu ada sesuatu yang lebih tinggi.  Pendidikan hasrat dengan demikian intinya adalah mengajak orang dalam situasi normal mekanisme penghasratan yang objeknya selalu kontadiktif, dan dari situ mencoba melempauinya.
Saat menghasratkan hal–hal indah misalnya, dengan sendirinya berhadapan dengan pertentangan sebagai sebuah kontradiksi yang inheren dalam objek yang dihasratkan. Menyadari kontradiksi, orang disadarkan akan relatifitas keindahan indrawi lalu menuju kepemahman keindahan lebih tinggi.   Jika intuisi  keindahan yang lebih tinggi  dicapai dan  memahami semua kontradiksi yang ditemukan dalam keindahan indrawi, pada gilirannya orang dimampukan untuk mencari cara bagaimana intuisi keindahan itu diterapkan secara kongkret.  Keindahan indrawi sekuntum bunga misalnya, merupakan keindahan yang penuh kontradiksi.  Bunga yang indah hari ini, besok sudah tidak indah. Keindahannya relatif bukan hanya karena bunga bisa berubah, tetapi juga karna bila di bandingkan dengan cakep-nya daun–daun Aglaonema keindahan bunga menjadi tidak terlalu spesial juga. Pendidikan eros mengajak orang menyadari adanya tegangan dan kontradiksi dalam objek–objek indah yang di hasratkan. Dengan menyadari relatvitas benda indrawi, orang di ajak melampauinya, mencari keindahan dalam dirinya sendiri, yang selalu berjumbuh dengan kebenaran dan kebaikan. Bila intuisi ini di capai, orang akan terlati menemukan apa yang      benar–benar indah, bukan hanya dalam soal bunga dan Aglaonema tetapi juga dalam tindakan - tindakan sehari-hari.
Seluruh metode pendisiplinan eros bermuara pada, di satu sisi, penyadaran realitas bayang–bayang dunia kita (yang selalu menjadi, selalu berubah, kontradiktif) dan di sisi lain, adanya model kekal yang justru menjadi sumber bagi adanya hal–hal kontradiktif tersebut.  Eros yang terdidik dengan benar, mengajak orang naik ke idea, ke intuisi akan keindahan (yang adalah kebenaran dan kebaikan).  Dengan demikian eros dan rasio adalah pembantu utama jiwa untuk menyerupakan dirinya dengan idea. Lewat idenya tentang pendidikan, Platon menawarkan cara membangun masyarakat Secara umum  di berikan dua macam pendidikan yang akan membantu formasi tubuh dan jiwa;  Musik dalam arti puisi, musik instrumental dan tari–tarian  membantu pembentukan jiwa sementara gimnastik untuk ketahanan fisik. Berbagai macam percobaan  dan  ujian   diharapkan muncul tiga hal;  ingatan yang bagus  (supaya  bisa belajar dan mencintai pengetahuan), ketangguhan fisik berhadapan dengan kelelahan (supaya  dijiwai  semangat berani ) dan ketahanan menghadapi berbagai tawaran kesenangan (supanya memiliki semangat ugahari dan reflektif terhadap berbagai kebutuhan pokok).
Bagaima mencintai hal-hal yang intelligible mengingat pendidikan musik dan gimnastik masih berkaitan erat dengan hal-hal yang indrawi? Menurut buku Politeia VII;  Pada tahap pertama, selama sepuluh tahun anak-anak  diberi pendidikan propedeutik atau pengantar, lewat pelajaran ilmu-ilmu aritmatika, geometri bidang dan stereometri (geometri ruang), astronomi serta music. Anak-anak dilatih manyadari jarak yang ada antara yang indrawi dengan yang bersifat intelektual (intelligible).  Mereka diajak mengagumi harmoni semesta alam.  Jadi, bukan hanya diajak melampaui apa yang bersifat empirik (yang bisa disentuh dan dialami panca indra), anak-anak juga di ajak mengerti pentingnya mempelajari ilmu terlepas dari kegunaan praktisnya.  Dari situ, anak-anak didorong agar memiliki minat dan meneliti hal-hal yang intelligible dalam dirinya sendiri;  anak-anak diajak untuk tidak terlalu menganggap penting indrawi dan diajak meminati hal-hal intelligible. Paa tahap selanjutnya, pada usia sekitar 30 tahun, mereka diberi ilmu tertinggi di Akademia  yaitu dialektika  selama lima tahun. Pada akhir proses pendidikan, mereka akan diuji dengan live in. calon filsuf dikembalikan ke masyarakat untuk hidup normal sampai mereka mencapai usia 50 tahunan.



Alcapone, 1 September 2015























Tidak ada komentar:

Posting Komentar