1. Avant Propos; Prawacana Memahami Sein und Zeit
Akulah imoralispertama kata Nietzsche; aku dengan demikian sang penghancur par excellence. Didasar ungkapanku imoralis melibatkan dua penyangkalan; Pertama sebuah corak manusia
yang sampai sekarang dihitung sebagai yang tertinggi—baik,dermawan,
murah hati---aku sangkal kemudian
sejenis moralis telah diterima dan
mendominasi sebagai moralitas dalam dirinya sendiri---moralitas dekaden.
Kedua dapat dipandang sebagai
(pertentangan) yang menentukan, karena penilaian yang berlebihan terhadap
kebaikan dan kemurah-hatian secara garis besar telah kuhitung sebagai sebuah
konsekuensi dari dekadensi---sebuah gejala dari kelemahan, sebagai sesuatu yang
tidak cocok dengan kehidupan yang meningkat dan afirmatif. Syarat bagi keberadaan orang yang baik menurut
Nietzsche adalah dusta---diekspresikan
secara berbeda, hasrat untuk tidak melihat isi realitas yang fundamental dengan
harga berapapun, yakni bukan untuk memanggil naluri-naluri kemurahan hati
sepanjang waktu, bahkan lebihsedikit lagi untuk mengizinkan campur tangan oleh
tangan-tangan bersifat baik yang hanya dapat melihat jarak dekat sepanjang
waktu.
Kondisi modern telah menanduskan
kehidupan yang ilahi.Akankah orang tidak lagi terbuka pada dasar-dasar
kenyataan dan kehidupan sehari-hari dan terus menjadi kerumunan nomad?Telah
hilangkah yang mistis?Tidak, begitulah jawaban Martin Heidegger.Manusia memikul nasib tertentu. Disatu sisi selalu mengalami kejatuhan, yakni larut dalam
keseharian dan karena itu terasing dari Ada-nya. Namun disisi lain manusia
adalah makhluk penanya Ada-nya sebuah
momen yang oleh Heidegger disebut kecemasan (Angst) sehingga, dasar-dasar keseharian kita menjadi transparan;
selubung yang memalsukan Sang Aku dikoyak.
Kecemasan menelanjangi manusia sebagai Ada yang terlempar dan menuju
kematian sekaligus memberi tawaran untuk bermukim dalam rumah eksistensi.
2. Riwayat Hidup dan Karyanya
Martin Heidegger lahir di kota Meskirch
26 September 1889, Rektor di Universitas Freiburg dan pemikir
terkemuka dalam sejarah filsafat Barat.
Pada 30 September 1909 Ia
memutuskan untuk masuk novisiat Serikat Yesus di Tisis kemudian keluar dengan
alasan kesehatan lalu melanjutkan studi dibidang filsafat dan teologi di kota
Freiburg im Bresgau. Pemikiran
Heidegger Dibentuk oleh sikap resmi
gerejaKatolik pra-konsili Vatikan II yang antimodernis,. Setelah meninggalkan pendidikan imamat,
Heidegger mempelajari fenomenologi
Edmund Husserl (1859-1938) sebuah
disiplin baru dalam filsafat masa itu
dan menulis Sein und Zeit sebagai praktek fenomenologi yang melihat fenomen
yang biasa-biasa saja tetapi dengan cara yang luar biasa melalui sudut pandang
ontologis.
Heidegger promosi pada 1913 dengan
tema Die Lehre vom Urteil im
Psychologismus (Teori Putusan dalam Psikologisme) membahas pertentangan psikologisme
dan logisme.Kalau psikologisme menganggap 2x2=4 didasarkan proses psikis karena
perhitungan kita adalah 4 adapun logisme berpendapat bahwa 2x2=4 dan 4 tidak
berasal dari perhitungan kita saja melainkan kenyataan di luar pikiran.
Pada 1959 ia studi untuk menjadi
professor dengan menulis
Habilitationsschrift (karya tulis untuk menjadi professor di Jerman)
bertema filsafat skolastik, Die
Kategorien-und Bedeutungslehre des Duns Scotus (Teori Dun Scotus tentang
Kategori-kategori dan Makna). Sebagai pemikir, menguasai filsafat abad petengahan
khususnya metafisika yang berkemabang masam itu dan ide Allah menjadi pusat
pemikiran metafisis---Duns Scotus (1266-1308) termasuk salah seorang filsuf
besar zaman itu disamping Thomas Aquinas. Menurut kesaksian Gadamer, Heidegger sangat ahli dalam filsafat yunani kuno.
Kuliah-kuliahnya tentang Aristoteles pada 1922 sewaktu ia bekerja diMarburg
memudarkan kekuatan magis yang menarik banyak pendengar dan dalam bidang
ontologi sejak 1923 sudah dijuluki sebagai filosofiekonig
(raja filsafat). Menghembuskan nafas
terakhirnya 26 Mei 1976 dan dikuburkan
di kota kelahirannya Messkirch.
3. Tentang Sein und
Zeit
Sein und Zeit—Ada dan Waktu—diterbitkan
oleh Max Nemeyer Tubingen sebagai edisi khusus majalah fenomenologi yang di
asuh Husserl dan Max Scheller dalam
Jurnal Tahunan Filsafat dan Penelitian Fenomenologis yang dipersembahkan Heidegger
sebagai penghormatan dan persahabatannya dengan Edmund Husserl. Terbit pertama kali 1927 ditulis berakar pada
konteks sejarah saat krisis politis dan historis yang parah dalam masyarakat
Eropa diantara dua perang dunia dan dalam suasana hati yang murung dan serba
tak pasti, kecemasan dan kematian menjadi benang merah yang menjelujuri seluruh isinya.
Filsafat sebagai pemikiran tentang
Ada---dikenal dengan nama metafisika atau ontology---tidak unik bagi Heidegger.
Tetapi yang baru pada Heidegger karena Ada dipikirkan dalam pertautannya dengan
waktu sekaligus menyelam kedalam
keseharian yang banal untuk meraih
kedalaman makna Ada. Sein und Zeit---masterpiece
Heidegger---merupakan buku kunci filsafat setelah politeia (Negara) Platon (sktr. 428-347 SM) dan Phaenomenologie des Geistes (Fenomenologi
Roh, 1807) G.W.F Hegel (1770-1831).
Filsafat bagi Heidegger adalah pemikiran tentang Ada dengan mistik
keseharian menjadi inti pemikiran yang diyakini akan meluruskan segala
kesalahpahaman yang terjadi akibat pemikiran yang terbatas pada aspek-aspek realitas
belaka. Tidak reduksionistis melainkan total dan radikal menyalami Ada dan
Tiada.Sein und Zeit: menjernihkan
keseharian, sehingga dasarnya menjadi tampak dihadapan kesadaran. Sein un Zeit merupakan pisau
eksistensial untuk membedakan yang otentik dan inotentik, yang banal dan yang
radikal bertolak dari keseharian kitauntuk menghayati waktu dan kemewaktuan
dengan lebih bening.
4. Membiarkan Ada
Terlihat
Segala yang terlihat oleh kesadaran disebut fenomen. Tetapi fenomen yang kita
lihat tidak selalu menampakkan diri apa
adanya bahkan sering sudah dimuati anggapan-anggapan.Buku
Sein und Zeit denganpendekatan
fenomenologi---kata ‘fenomenologi’ berarti ilmu (logos) tentang hal-hal yang menampakkan diri (phainomenon) atau dalam bahasa Yunani phainesthai berarti ‘yang menampakkan diri’---ingin menyingkap fenomen
asli sebelum ditafsirkan oleh masyarakat atau kebudayan, yakni fenomen apa
adanya. Sebab itu fenomenologi adalah
suatu pendekatan deskriptif murni bukan normatif atau seperti istilah Maurice Natanson a science of beginnings bahwa untuk bisa berfenomenologi orang
harus bersikap sebagai pemula (beginner). Pemula dalam hal apa? Dalam segala hal!Pemula
dalam segala hal adalah suatu sikap seolah-olah, melalui sikap ini memungkinkan
kita melihat fenomen apa adanya. Seolah-olah bagaimana?Seolah-olah fenomen itu
untuk pertama kalinya dilihat.Bagaimana itu mungkin?Matahari diatas kita atau
pohon di depan kita dalam keseharian sering kita andaikan begitu saja. Sikap taken for granted oleh Husserl disebut naturliche Einstellung (sikap alamiah)
sebagai kepercayaan naif bahwa dunia luar itu ada begitu saja. Fenomenologi
anti terhadap sikap natural ini. Jika melihat matahari seolah-olah baru pertama
kalinya, kita tak akan percaya begitu saja bahwa benda itu ada di atas sana,
yakni di luar kesadaran kita. Kita akan terus bertanya apakah matahari itu hasil
rekaan pikiran kita saja atau memang ada di luar pikiran.
Fenomenologi selalu bertanya, apakah semua pengalaman kita adalah
konstruksi kesadaran kita atau memang sudah ada di luar kesadaran, dan
bagaimana struktur penampakannya? Dengankata lain, fenomenologi ingin
menjelaskan asal-usul sikap natural itu. Fenomen ekonomi misalnya, tidak pernah tampak apa adanya karena sudah
selalu ditafsirkan oleh para ahli, misalnya diteropong sebagai bentuk
sosialisme, liberalism, atau neo-liberalisme. Tetapi fenomen ekonomi itu pada dirinya?Dia
merupakan bagian iterkasi sosial, suatu fenomen pertukaran barang dan
jasa.Percakapan tentang neo-liberalisme atau kapitalisme hanyalah konstruksi
rasional yang memberi bentuk pada pengalaman naif sehari-hari. Bagi aktor, ekonomi
tak lain daripada pemenuhan kebutuhan lewat pertukaran. Bagaimana ekonomi
dihayati oleh para aktor dalam dunia-kehidupan inilah yang diminati oleh
fenomenologi ekonomi.Hal itu tidak berarti bahwa konstruksi-konstruksin
rasional, seperti neo-liberalisme atau kapitalisme global tidak
dibahas.Konstruksi-konstruksi itu tidak dimasukkan kedalam tanda kurung, yakni
ditangguhkan dulu, agar ekonomi tampak sebagai mana dihayati dalam dunia
kehidupan para aktor.
5. Mendekati Ada
sebagai Fenomen
Ada banyak ilmu tentang
kenyataan-kenyataan di bidang-bidang tertentu namun diantara berbagai cabang
ilmu tersebut kita belum menemukan ilmu
yang membahas ‘kenyataan itu sendiri’. Kita tahu bahwa meja, kolam, binatang
semuanya sebagai kenyataan-kenyataan, tetapi apakah ‘kenyataan itu sendiri’?Kita
harus memikirkan segala kenyataan khusus macam itu dalam satu paket, yaitu satu
ketegori, agar semuanya dapat dipikirkan sebagai satu objek pikiran.Apakah kategori yang mencakup semua kenyataan
itu? Itulah ‘Ada’. Semua kenyaataan itu dapat dikemas dalam satu kata yaitu
‘yang ada’ dan Ilmu yang membahas ‘yang ada’ (tetapi juga yang tiada) inilah
ontology.
Bagaimanan mendekati Ada sebagai
fenomen? Menurut Heidegger, kita harus membiarkan Ada “menampakkan diri pada
dirinya sendiri.” Artinya, kita tidak memaksakan penafsiran-penafsiran kita
begitu saja, melainkan membuka diri, yaitu membiarkan Ada terlihat(Sehenlassen).Sikap yang tepat terhadap
Ada adalah membuka diri, bukan sekedar menganalisis.Jadi, bayangkanlah
bagaimana seorang mendekati fenomen Ada.Ia pertama-tama akan heran, mengapa
segala sesuatu Ada dan tidak tiada. Keheranan itu umuncul dari sikapnya sebagai
pemula dalam meilhat Ada.
Mengapa Ada itu Ada?Satu bukti bahwa kita
ini penanya tentang Ada—baik karena bermenung ataupun tercenung.Namun menurut Heiddeger,
penampakan Ada ternyata tidak sederhana.Pertama,
sesuatu bisa menampakkan diri seolah-olah mirip sesuatu atau kemiripan saja (Scheinen). Misalnya anda mengira melihat
bapak anda datang, tapi ternyata orang itu bukan bapak anda, melainkan orang
lain yang sosoknya kebetulan serupa.Kedua,
sesuatu bisa juga menampakkan diri sedemikian rupa sehingga muncul sebagai
sesuatu yang lain, sementaran diri sejatinya tetap tersembunyi di balik
penampilannya (Erscheinung).Sebagai
contoh, demam adalah penampakan suatu penyakit, sementara penyakit itu sendiri
tidak menampakkan diri.Disini terjadi “penyingkapan diri sesuatu yang tidak
menampakkan diri”.Dalam arti terakhir ini, Erscheinung
memahami penampakkan Ada.Tidak seluruh ada menampakkan diri, karena dalam
penampakkannya Ada menyembunyikan diri.“Apa yang dalam arti ini tetap tersembunyi atau kembali terselubung atau hanya pura-pura menampakkan diri,” bagi
Heidegger, “bukanlah mengada ini atau itu, melainkan…Ada dari
mengada-mengada.[Ada] bisa terus terselubung sehingga dilupakan, dan pernyataan
tentangnya serta maknanya tak muncul”.Ada seolah bermain dengan menyingkap
dalam ketersembunyiannya dan bersembunyi dalam ketersingkapannya.Disinilah Fenomenologi
digunakan untuk mengakses Ada, yakni
dengan membiarkan Ada terlihat.
6. Membuat
Keseharian Tembus Pandang
Untuk memahami seluruh realitas,
Heidegger melakukan pembedaan ontologis (Ontologische
Differenz) yakni antara Sein
(Ada) dan Sainders (Mengada).Semut
diatas meja ini, meja ini, ruangan ini, gedung ini, perumahan ini, kota ini,
pulau jawa, Negara Indonesia, bumi, tata surya, galaksi dan alam semesta---perhatikan
gerak cakupan yang makin luas—semuanya adalah megada-mengada (bentuk plural: Seiende).Lalu
apakah Ada (Sein)? Jika kita mencakup segala entitas yang ada, apakah kita akan menemukan Ada? Menurut Heidegger
tidak.Ada bukanlah kumpulan atau jumlah Mengada-mengada.‘Ada’ jelas bersifat
paling umum, tetapi bukan sekedar cakupan yang paling luas dari segala
cakupan.‘’Keumuman’ ada,’’ menurut Heidegger ‘’melampaui segala keumuman
cakupan.’’Ada menopang Mengada-mengada dan memungkinkan Mengada-mengada ada.Ada
bersifat transendental. Kita terpaku
pada Mengada-mengada dan melupakan Ada yang di belakangnya (atau di
bawahnya, di atasnya, di sampingnya? Anda tentukan sendiri.Yang penting ada itu
tak tampak, sehingga mudah terlupakan).
Menurut Heidegger kita harus mulai
dari suatu Mengada yang menanyakan Ada.Tidak semua Mengada bisa menanyakan Ada-nya.Orangutan,
mobil, batu, atau buah durian, misalnya, tidak pernah mempersoalkan Ada-nya.Apakah
yang dimaksud dengan ‘menanyakan Ada’?maksudnya tak lain adalah tidak sekedar
menjalani hidup seperti orangutan atau tergeletak saja di garasi seperti mobil,
melainkan bergumul dengan dirinya sendiri dan bertanya, mengapa dia ‘ada’. Keseluruhan Mengada-mengada di luar manusia,
“ada” begitu sajadan tidak mengambil jarak terhadap Ada-nya makadia tidak pernah menanyakan ada-nya. Yang bisa
melakukan itu hanya Dasein.
Apa itu Dasein? Kata Jerman berarti
“Ada-di-sana” dan dibedakan dengan kita ‘ada begitu saja’ atau faktisitas (faktizitat), ‘keterlemparan’
(Geworfenheit) . Yang membedakan Dasein
dari Mengada-mengada lain adalah bahwa dasein menyadari keterlemparan ini lalu
berupaya memahaminya sedang Mengada-mengada yang lain ‘ada begitu saja’, tetapi
tidak mempersoalkan fakta tentang ‘ada begitu saja’nya karena tidak mempunyai
akses ke Ada-nya. Dasein bisa menanyakan
Ada karena memiliki hubungan dengan Ada-nya--- hubungan dengan Ada-nya itu
disebut eksistensi
(Existenz)---yakni terbuka terhadap Ada-nya. Papan catur misalnya, tidak sadar akanAda-nya
tetapi pecatur tentu sadar akan hal itu.
Kita ‘ada’ berarti kita juga sedang
‘mengada’, dan ‘mengada’ berarti dalam proses menjadi ‘Ada’, maka lebih tepat
mengatakan bahwa kita itu ‘mungkin ‘ada’, karena kita juga ‘mungkin-tiada’. ‘Ada’ Dasein adalah suatu ‘menjadi’
karena terus-menerus mengada dan belum
ada secara penuh. Dalam arti inilah Heidegger lalu menyebut bahwa Dasein
adalah kemungkinan itu sendiri (Seinkonnen). Ada Dasein tak lain daripada
sesuatu yang ia tentukan sendiri yang oleh Heidegger disebutJemeinigkeit---dari kata je meines yang artinya ‘dalam setiap hal
yang khas memilikku’. Itulah ber-eksistensi sebagai fakta bahwa Dasein ada-di-sana, mewujudkan
kemungkinan-kemungkinannya, sehingga Dasein selalu melampaui dirinya. Kontak dengan Ada bersifat eksistensial (existenzial) sedang kontak dengan mengada-mengada lain bersifat eksistensiil(existenziell).
Sifat eksistensial paralel dengan ontologis (ontologisch) sebab berkaitan
dengan Ada Mengada sedang sifat eksistensiil parallel dengan ontis (ontisch)
yakni berkaitan dengan Mengada.
Alcapone,
Agustus 2013
Disampaikan dalam Dialog Akhir
Bulan Agustus 2013 di Teras Ubermensch.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar