Kamis, 14 Januari 2016

Martin Heidegger --- Mistik Keseharian; Suatu Pengantar Menuju Sein und Zeit







“Jika badai menimpa pondok itu dan salju turun, itulah saat yang tepat untuk berfilsafat.”(Martin Heidegger)

Kiranya aku tahu benar mengapa hanya manusia satu-satunya mahluk yang tertawa; dia satu-satunya yang menderita begitu dalam, hingga harus menemukan tawa (Friedrich Nietzsche)

“Kebenaran adalah apa yang harus  ditertawakan.”(Jean Baudrillard)


1.       Avant Propos; Prawacana Memahami Sein und Zeit
Akulah imoralispertama kata Nietzsche; aku dengan demikian sang penghancur par excellence.  Didasar ungkapanku imoralis melibatkan dua penyangkalan; Pertama sebuah corak manusia  yang sampai sekarang dihitung sebagai yang tertinggi—baik,dermawan, murah hati---aku sangkal kemudian sejenis moralis  telah diterima dan mendominasi sebagai moralitas dalam dirinya sendiri---moralitas dekaden.  Kedua dapat dipandang sebagai (pertentangan) yang menentukan, karena penilaian yang berlebihan terhadap kebaikan dan kemurah-hatian secara garis besar telah kuhitung sebagai sebuah konsekuensi dari dekadensi---sebuah gejala dari kelemahan, sebagai sesuatu yang tidak cocok dengan kehidupan yang meningkat dan afirmatif.  Syarat bagi keberadaan orang yang baik menurut Nietzsche adalah dusta---diekspresikan secara berbeda, hasrat untuk tidak melihat isi realitas yang fundamental dengan harga berapapun, yakni bukan untuk memanggil naluri-naluri kemurahan hati sepanjang waktu, bahkan lebihsedikit lagi untuk mengizinkan campur tangan oleh tangan-tangan bersifat baik yang hanya dapat melihat jarak dekat sepanjang waktu.
Kondisi modern telah menanduskan kehidupan yang ilahi.Akankah orang tidak lagi terbuka pada dasar-dasar kenyataan dan kehidupan sehari-hari dan terus menjadi kerumunan nomad?Telah hilangkah yang mistis?Tidak, begitulah jawaban Martin Heidegger.Manusia  memikul nasib tertentu. Disatu sisi  selalu mengalami kejatuhan, yakni larut dalam keseharian dan karena itu terasing dari Ada-nya. Namun disisi lain manusia adalah makhluk penanya Ada-nya sebuah  momen yang oleh Heidegger disebut kecemasan (Angst) sehingga, dasar-dasar keseharian kita menjadi transparan; selubung yang memalsukan Sang Aku dikoyak.  Kecemasan menelanjangi manusia sebagai Ada yang terlempar dan menuju kematian sekaligus memberi tawaran untuk bermukim dalam rumah eksistensi.

2. Riwayat Hidup dan Karyanya
Martin Heidegger lahir di kota Meskirch  26 September 1889,  Rektor di Universitas Freiburg dan pemikir terkemuka dalam sejarah filsafat Barat.    Pada 30 September 1909  Ia memutuskan untuk masuk novisiat Serikat Yesus di Tisis kemudian keluar dengan alasan kesehatan lalu melanjutkan studi dibidang filsafat dan teologi di kota Freiburg im Bresgau.   Pemikiran Heidegger  Dibentuk oleh sikap resmi gerejaKatolik pra-konsili Vatikan II yang antimodernis,.  Setelah meninggalkan pendidikan imamat, Heidegger mempelajari fenomenologi  Edmund Husserl  (1859-1938) sebuah disiplin baru dalam filsafat  masa itu dan    menulis Sein und Zeit sebagai praktek fenomenologi yang melihat fenomen yang biasa-biasa saja tetapi dengan cara yang luar biasa melalui sudut pandang ontologis.
          Heidegger promosi pada 1913 dengan tema Die Lehre vom Urteil im Psychologismus (Teori Putusan dalam Psikologisme) membahas pertentangan psikologisme dan logisme.Kalau psikologisme menganggap 2x2=4 didasarkan proses psikis karena perhitungan kita adalah 4 adapun logisme berpendapat bahwa 2x2=4 dan 4 tidak berasal dari perhitungan kita saja melainkan kenyataan di luar pikiran.
          Pada 1959 ia studi untuk menjadi professor dengan menulis Habilitationsschrift (karya tulis untuk menjadi professor di Jerman) bertema filsafat skolastik, Die Kategorien-und Bedeutungslehre des Duns Scotus (Teori Dun Scotus tentang Kategori-kategori dan Makna). Sebagai  pemikir, menguasai filsafat abad petengahan khususnya metafisika yang berkemabang masam itu dan ide Allah menjadi pusat pemikiran metafisis---Duns Scotus (1266-1308) termasuk salah seorang filsuf besar zaman itu disamping Thomas Aquinas. Menurut kesaksian Gadamer, Heidegger  sangat ahli dalam filsafat yunani kuno. Kuliah-kuliahnya tentang Aristoteles pada 1922 sewaktu ia bekerja diMarburg memudarkan kekuatan magis yang menarik banyak pendengar dan dalam bidang ontologi sejak 1923 sudah dijuluki sebagai filosofiekonig (raja filsafat).  Menghembuskan nafas terakhirnya  26 Mei 1976 dan dikuburkan di kota kelahirannya Messkirch.

3. Tentang Sein und Zeit
Sein und Zeit—Ada dan Waktu—diterbitkan oleh Max Nemeyer Tubingen sebagai edisi khusus majalah fenomenologi yang di asuh  Husserl dan Max Scheller dalam Jurnal Tahunan Filsafat dan Penelitian Fenomenologis yang dipersembahkan Heidegger sebagai penghormatan dan persahabatannya dengan Edmund Husserl.  Terbit pertama kali 1927 ditulis berakar pada konteks sejarah saat krisis politis dan historis yang parah dalam masyarakat Eropa diantara dua perang dunia dan dalam suasana hati yang murung dan serba tak pasti, kecemasan dan kematian menjadi benang merah  yang menjelujuri seluruh isinya.
Filsafat sebagai pemikiran tentang Ada---dikenal dengan nama metafisika atau ontology---tidak unik bagi Heidegger. Tetapi yang baru pada Heidegger karena Ada dipikirkan dalam pertautannya dengan waktu sekaligus  menyelam kedalam keseharian yang banal untuk  meraih kedalaman makna Ada. Sein und Zeit---masterpiece Heidegger---merupakan buku kunci filsafat setelah politeia (Negara) Platon (sktr. 428-347 SM) dan Phaenomenologie des Geistes (Fenomenologi Roh, 1807) G.W.F Hegel (1770-1831).  Filsafat bagi Heidegger adalah pemikiran tentang Ada dengan mistik keseharian menjadi inti pemikiran yang diyakini akan meluruskan segala kesalahpahaman yang terjadi akibat pemikiran  yang terbatas pada aspek-aspek realitas belaka. Tidak reduksionistis melainkan total dan radikal menyalami Ada dan Tiada.Sein und Zeit: menjernihkan keseharian, sehingga dasarnya menjadi tampak dihadapan kesadaran. Sein un Zeit merupakan pisau eksistensial untuk membedakan yang otentik dan inotentik, yang banal dan yang radikal bertolak dari keseharian kitauntuk menghayati waktu dan kemewaktuan dengan lebih bening.

4. Membiarkan Ada Terlihat
Segala yang terlihat oleh kesadaran  disebut fenomen. Tetapi fenomen yang kita lihat tidak selalu menampakkan  diri apa adanya bahkan  sering sudah dimuati anggapan-anggapan.Buku Sein und Zeit denganpendekatan fenomenologi---kata ‘fenomenologi’ berarti ilmu (logos) tentang hal-hal yang menampakkan diri (phainomenon) atau dalam bahasa Yunani phainesthai berarti ‘yang menampakkan diri’---ingin menyingkap fenomen asli sebelum ditafsirkan oleh masyarakat atau kebudayan, yakni fenomen apa adanya.   Sebab itu fenomenologi adalah suatu pendekatan deskriptif murni bukan normatif atau seperti istilah   Maurice Natanson a science of beginnings bahwa untuk bisa berfenomenologi orang harus bersikap sebagai pemula (beginner).  Pemula dalam hal apa? Dalam segala hal!Pemula dalam segala hal adalah suatu sikap seolah-olah, melalui sikap ini memungkinkan kita melihat fenomen apa adanya. Seolah-olah bagaimana?Seolah-olah fenomen itu untuk pertama kalinya dilihat.Bagaimana itu mungkin?Matahari diatas kita atau pohon di depan kita dalam keseharian sering kita andaikan begitu saja. Sikap taken for granted oleh Husserl disebut naturliche Einstellung (sikap alamiah) sebagai kepercayaan naif bahwa dunia luar itu ada begitu saja. Fenomenologi anti terhadap sikap natural ini. Jika melihat matahari seolah-olah baru pertama kalinya, kita tak akan percaya begitu saja bahwa benda itu ada di atas sana, yakni di luar kesadaran kita. Kita akan terus bertanya apakah matahari itu hasil rekaan pikiran kita saja atau memang ada di luar pikiran.
          Fenomenologi selalu bertanya, apakah semua pengalaman kita adalah konstruksi kesadaran kita atau memang sudah ada di luar kesadaran, dan bagaimana struktur penampakannya? Dengankata lain, fenomenologi ingin menjelaskan asal-usul sikap natural itu. Fenomen ekonomi misalnya,  tidak pernah tampak apa adanya karena sudah selalu ditafsirkan oleh para ahli, misalnya diteropong sebagai bentuk sosialisme, liberalism, atau neo-liberalisme. Tetapi fenomen ekonomi itu pada dirinya?Dia merupakan bagian iterkasi sosial, suatu fenomen pertukaran barang dan jasa.Percakapan tentang neo-liberalisme atau kapitalisme hanyalah konstruksi rasional yang memberi bentuk pada pengalaman naif sehari-hari. Bagi aktor, ekonomi tak lain daripada pemenuhan kebutuhan lewat pertukaran. Bagaimana ekonomi dihayati oleh para aktor dalam dunia-kehidupan inilah yang diminati oleh fenomenologi ekonomi.Hal itu tidak berarti bahwa konstruksi-konstruksin rasional, seperti neo-liberalisme atau kapitalisme global tidak dibahas.Konstruksi-konstruksi itu tidak dimasukkan kedalam tanda kurung, yakni ditangguhkan dulu, agar ekonomi tampak sebagai mana dihayati dalam dunia kehidupan para aktor.

5. Mendekati Ada sebagai Fenomen
          Ada banyak ilmu tentang kenyataan-kenyataan di bidang-bidang tertentu namun diantara berbagai cabang ilmu tersebut  kita belum menemukan ilmu yang membahas ‘kenyataan itu sendiri’. Kita tahu bahwa meja, kolam, binatang semuanya sebagai kenyataan-kenyataan, tetapi apakah ‘kenyataan itu sendiri’?Kita harus memikirkan segala kenyataan khusus macam itu dalam satu paket, yaitu satu ketegori, agar semuanya dapat dipikirkan sebagai satu objek pikiran.Apakah kategori yang mencakup semua kenyataan itu? Itulah ‘Ada’. Semua kenyaataan itu dapat dikemas dalam satu kata yaitu ‘yang ada’ dan Ilmu yang membahas ‘yang ada’ (tetapi juga yang tiada) inilah ontology.
          Bagaimanan mendekati Ada sebagai fenomen? Menurut Heidegger, kita harus membiarkan Ada “menampakkan diri pada dirinya sendiri.” Artinya, kita tidak memaksakan penafsiran-penafsiran kita begitu saja, melainkan membuka diri, yaitu membiarkan Ada terlihat(Sehenlassen).Sikap yang tepat terhadap Ada adalah membuka diri, bukan sekedar menganalisis.Jadi, bayangkanlah bagaimana seorang mendekati fenomen Ada.Ia pertama-tama akan heran, mengapa segala sesuatu Ada dan tidak tiada. Keheranan itu umuncul dari sikapnya sebagai pemula dalam meilhat Ada.
          Mengapa Ada itu Ada?Satu bukti bahwa kita ini penanya tentang Ada—baik karena bermenung ataupun tercenung.Namun menurut Heiddeger, penampakan Ada ternyata tidak sederhana.Pertama, sesuatu bisa menampakkan diri seolah-olah mirip sesuatu atau kemiripan saja (Scheinen). Misalnya anda mengira melihat bapak anda datang, tapi ternyata orang itu bukan bapak anda, melainkan orang lain yang sosoknya kebetulan serupa.Kedua, sesuatu bisa juga menampakkan diri sedemikian rupa sehingga muncul sebagai sesuatu yang lain, sementaran diri sejatinya tetap tersembunyi di balik penampilannya (Erscheinung).Sebagai contoh, demam adalah penampakan suatu penyakit, sementara penyakit itu sendiri tidak menampakkan diri.Disini terjadi “penyingkapan diri sesuatu yang tidak menampakkan diri”.Dalam arti terakhir ini, Erscheinung memahami penampakkan Ada.Tidak seluruh ada menampakkan diri, karena dalam penampakkannya Ada menyembunyikan diri.“Apa yang dalam arti ini tetap tersembunyi atau kembali terselubung atau hanya pura-pura menampakkan diri,” bagi Heidegger, “bukanlah mengada ini atau itu, melainkan…Ada dari mengada-mengada.[Ada] bisa terus terselubung sehingga dilupakan, dan pernyataan tentangnya serta maknanya tak muncul”.Ada seolah bermain dengan menyingkap dalam ketersembunyiannya dan bersembunyi dalam ketersingkapannya.Disinilah Fenomenologi  digunakan untuk mengakses Ada, yakni dengan membiarkan Ada terlihat.

6. Membuat Keseharian Tembus Pandang
Untuk memahami seluruh realitas, Heidegger melakukan pembedaan ontologis (Ontologische Differenz) yakni antara Sein (Ada) dan Sainders (Mengada).Semut diatas meja ini, meja ini, ruangan ini, gedung ini, perumahan ini, kota ini, pulau jawa, Negara Indonesia, bumi, tata surya, galaksi dan alam semesta---perhatikan gerak cakupan yang makin luas—semuanya adalah megada-mengada (bentuk plural: Seiende).Lalu apakah Ada (Sein)? Jika kita mencakup segala entitas yang ada,  apakah kita akan menemukan Ada? Menurut Heidegger tidak.Ada bukanlah kumpulan atau jumlah Mengada-mengada.‘Ada’ jelas bersifat paling umum, tetapi bukan sekedar cakupan yang paling luas dari segala cakupan.‘’Keumuman’ ada,’’ menurut Heidegger ‘’melampaui segala keumuman cakupan.’’Ada menopang Mengada-mengada dan memungkinkan Mengada-mengada ada.Ada bersifat transendental. Kita terpaku  pada Mengada-mengada dan melupakan Ada yang di belakangnya (atau di bawahnya, di atasnya, di sampingnya? Anda tentukan sendiri.Yang penting ada itu tak tampak, sehingga mudah terlupakan).
Menurut Heidegger kita harus mulai dari suatu Mengada yang menanyakan Ada.Tidak semua Mengada bisa menanyakan Ada-nya.Orangutan, mobil, batu, atau buah durian, misalnya, tidak pernah mempersoalkan Ada-nya.Apakah yang dimaksud dengan ‘menanyakan Ada’?maksudnya tak lain adalah tidak sekedar menjalani hidup seperti orangutan atau tergeletak saja di garasi seperti mobil, melainkan bergumul dengan dirinya sendiri dan bertanya, mengapa dia ‘ada’.  Keseluruhan Mengada-mengada di luar manusia, “ada” begitu sajadan tidak mengambil jarak terhadap Ada-nya makadia tidak  pernah menanyakan ada-nya. Yang bisa melakukan itu hanya Dasein.
Apa itu Dasein? Kata Jerman berarti “Ada-di-sana” dan dibedakan dengan kita ‘ada begitu saja’ atau  faktisitas (faktizitat), ‘keterlemparan’ (Geworfenheit) .   Yang membedakan Dasein dari Mengada-mengada lain adalah bahwa dasein menyadari keterlemparan ini lalu berupaya memahaminya sedang Mengada-mengada yang lain ‘ada begitu saja’, tetapi tidak mempersoalkan fakta tentang ‘ada begitu saja’nya karena tidak mempunyai akses ke Ada-nya.  Dasein bisa menanyakan Ada karena memiliki hubungan dengan Ada-nya--- hubungan dengan Ada-nya itu disebut eksistensi (Existenz)---yakni terbuka terhadap Ada-nya. Papan catur misalnya, tidak sadar akanAda-nya tetapi pecatur tentu sadar akan hal itu.
Kita ‘ada’ berarti kita juga sedang ‘mengada’, dan ‘mengada’ berarti dalam proses menjadi ‘Ada’, maka lebih tepat mengatakan bahwa kita itu ‘mungkin ‘ada’, karena kita juga ‘mungkin-tiada’.   ‘Ada’ Dasein adalah suatu ‘menjadi’ karena  terus-menerus mengada dan belum ada secara penuh. Dalam arti inilah Heidegger lalu menyebut bahwa Dasein adalah kemungkinan itu sendiri (Seinkonnen). Ada Dasein tak lain daripada sesuatu yang ia tentukan sendiri yang oleh Heidegger disebutJemeinigkeit---dari kata je meines yang artinya ‘dalam setiap hal yang khas memilikku’. Itulah ber-eksistensi sebagai  fakta bahwa Dasein ada-di-sana, mewujudkan kemungkinan-kemungkinannya, sehingga Dasein selalu melampaui dirinya.  Kontak dengan Ada bersifat eksistensial (existenzial) sedang  kontak dengan mengada-mengada lain  bersifat eksistensiil(existenziell). Sifat eksistensial paralel dengan ontologis (ontologisch) sebab berkaitan dengan Ada Mengada sedang sifat eksistensiil parallel dengan ontis (ontisch) yakni berkaitan dengan Mengada.


Alcapone, Agustus 2013

Disampaikan dalam Dialog Akhir Bulan  Agustus 2013  di Teras Ubermensch.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar