Kamis, 14 Januari 2016

Muhammad Iqbal ; Rekontruksi Pemikiran Agama Dalam Islam







Tuhan sering mengunjungi kita, 
tetapi kebanyakan kita sedang tidak ada di rumah  ---  Yoseph Reux 


“Manusia memiliki dua mata .
Satu mata hanya melihat apa saja
yang bergerak dalam waktu  yang cepat berlalu. Mata yang lain  memandang sesuatu
yang abadi dan Ilahi”   ---   The Book of Angelus Silesius



A.    Pengalaman Religius dan Pengetahuan
Sejak abad pertengahan, ketika mazhab-mazhab teologi islam mencapai puncaknya, pikiran dan pengalaman manusia telah mengalami kemajuan luar biasa.  Besarnya kekuasaan manusia terhadap alam memberikan suatu kepercayaan baru dan menimbulkan perasaan lebih tinggi di atas semua kekuatan yang membentuk lingkungannya.Pandangan-pandangan baru mulai digunakan, persoalan lamapun mulai diolah dibawah cahaya pengalaman baru, dan persoalan-persoalan barupun bermekaran dimana-mana.  Tampak seolah kecerdasan manusia tumbuh lebih besar dari pada kategorinya sendiri yang lebih asasi---waktu, ruang, dan kausalitas---sehingga  kemajuanilmu pengetahuan pengertian manusia mulai mengalami perubahan.  Namun selama 500 tahun terakhir, pemikiran agama dalam islam praktis terhenti lalu pemikiran Eropa mulai terinspirasi olehdunia islam. Nabi saw berkata; “jangan memaki waktu, karena itu adalah Tuhan”(lihat catatan nomor 1,2 dan 3).Karena itu, kebangkitan islam sangat perlu kita selidiki kembali,  juga menganalisis ulang apa sebetulnya yang sedang dipikirkan Eropa dan sampai dimana kesimpulan yang dicapainya bisa membantu kita mengadakan revisi.
Garis besar tujuan Al-Quran  (lihat catatan nomor 4)hendakmemberikan kesadaran lebih tinggi kepada manusia dalam hubungan keserbaragaman denganAlam Cita (Tuhan)  dan Alam Nyata(Alam Semesta).  Bagi islamalam cita dan alam nyata merupakandua energitidak bertentangan serta dapat dipertemukan.  Dalam hubungan inilah kalau tidak mengambil inisiatif, tidak mengubah keadaan batin, berhenti merasakan deburan batin hidup yang lebih tinggi, maka ruh mengeras menjadi batu dan mebuatnya merosot ketingkat benda mati.  Hidup dan kemajuan ruh bergantung kepada terbentuknya hubungan dengan kenyataan hidup yang dihadapi dan yang  membentuk hubungan-hubungan demikian itu adalah pengetahuan, dan pengetahuan ialah cerapan penginderaan yang dipupuk dengan pengertian. (lihat catatan nomor 5)
Untuk menyelidiki dasar-dasar rasional dalam islam, Iqbal mulai dari doa Nabi Muhammad; “Tuhan, berilah aku pengetahuan tentang inti dari semua benda.”Dan setelah mengelaborasi rasionalisme Kant serta kritik terhadap skeptisime filsafat Al-Ghazali maka tanpa keraguan Iqbal mengatakan bahwa pikiran sanggup mencapai tahapan sempurna, tak terbatas, imanen, yang dalam gerakan-pernyataan dirinya berbagai macam konsep yang serba terbatas itu hanya sementara.  Menurut sifatnya yang hakiki pikiran tidaklah statis; ia dinamis dan mengorek keterbatasan batiniah dalam waktu---seperti benih, sejak semula sudah mengandung kesatuan pohon yang organik sebagai suatu kenyataan yang ada.  Pikiran ialah keseluruhan dalam pernyataan-dirinya yang dinamis, yang oleh penglihatan sementara tampak sebagai serangkaian spesifikasi tertentu, yang tidak terpahami tanpa suatu petunjuk yang timbal balik.  Artinya tidak terletak dalam bukti-dirinya tetapi dalam keseluruhan yang lebih besar---semacam “Lauhu’l Mahfuz”---yang menyimpan semua kemungkinan-kemunhgkinan pengetahuan yang tidak menentu sebagai suatu kenyataan yang ada, menjelma dalam rangkaian waktu sebagai pengertian beberapa konsep, yang masih terbatas, yang tampak akan mencapai suatu kesatuan yang sudah ada didalamnya.

B.    Konsepsi Agama
Sejarah pemikiran keagamaan memperlihatkan berbagai cara untuk menghindari suatu konsepsi yang individualistik tentang Realitas Terakhir, yang disimpulkan sebagai semacam unsur kosmis yang samar-samar, luas, dan menyebar ibarat cahaya.  (lihat catatan nomor 6).  Di dunia perubahan, cahaya merupakan approach paling mirip dengan yang mutlak.  Oleh sebab itu metaphor “cahaya” tentang konsep Tuhan---tinjauan pengetahuan modern---menyatakan Kemutlakan bukan Kemahahadiran Tuhan.Ketidakterbatasan Ego-Terakhir terletak dalam kemungkinan-kemungkinan batin yang tidak terbatas dari aktifitas kreatifnya; alam semesta, sebagaimana tampak hanya sebagian saja dari pernyataan-pernyataannya.  Ketidakterbatasan Tuhan adalah intensif dan bukan eksentif.  Ketidakterbatasan itu melingkupi rangkaian yang bersambung-sambung dan tidak terhingga panjangnya tetapi ia bukan rangkaian-rangkaian itu sendiri.  Konsepsi al-quran tentang Tuhan dari segi intelek, adalah kreatifitas, mengetahui, akbar, serta kekal.  Lalu dengan cara bagaimanakah aktifitas kreatif Tuhan mulai mengerjakan penciptaan?  Paham Asy’ari berpendapat; metode kreatif dari energy ilahiah bersifdat atomis (lihat catatan nomor 7).Dunia terdiri atas yang mereka namakan jawahir---bagian teramat kecilatau atom-atom yang selanjutnya tidak bisa dibagi-bagi.  Karena kreatifitas Tuhan tidak  mungkin berhenti maka jumlah atom-atom  tidak terbatasi.  Karena setiap saat terjadi atom-atom baru menyebabkan alam semesta terus bertumbuh.  Dalam al-quran disebutkan; “Tuhan menambahkan pada ciptaannya apa-apa yang Ia ingini.”  Esensi atom tidak ditentukan oleh wujudnya sehingga wujud (eksisitensi) adalah kualitas yang diterapkan Tuhan pada atom.  Sebelum mendapatkualitas, atom seolah terletak pasif dalam tenaga kreatif Tuhan dengan demikian wujudadalah energi ilahiah yang tersingkap.  Oleh sebab itu, dalam esensinya atom menjadi meluas dan melahirkan ruang.
Teori penciptaan lain adalah doktrin tentang aksiden, yakni aqidah mengenai penciptaan yang tiada henti.  Pada penciptaan demikian tergantung kelanjutan atom sebagai suatu wujud.  Jika Tuhan berhenti menciptakan aksiden-aksiden, atom berhenti sebagai atom.  Atom memiliki kualitas positif dan negatif yang tidak terpisahkan sebagai pasangan berlawanan, seperti hidup dan mati, gerak dan diam; dan praktis tak mempunyai keberlangsungan waktu.Dari sini lahir dua pendapat; (1) tidak ada satupun yang punya kodrat stabil; dan (2) adanya satu susunan tunggal atom-atom, yakni apa yang dinamakan jiwa yang merupakan semacam materi yang lebih bagus yang juga merupakan suatu aksiden.
Aksidenlah---menurut kaum Asy’ari---menyebabkan kelanjutan adanya atom.  Atom menjadi atau tampak lebih terjabar sebagai ruang bila mendapat kualitas wujud.  Sebagai fase energy ilahiah, atom secara esensial adalah ruhaniah.  Realitas pada dasarnya adalah ruh---dalam tingkatan-tingakatan ruh.  Realitas Terakhir sebagai suatu Ego; dan hanya dari Ego Terakhir itulah ego-ego bermula.  Tenaga kreratif Ego Terakhir---dimana periaku dan pikiran adalah identik---berfungsi sebagai kesatuan-kesatuan ego.  Dunia, dengan segala isinya---sejak dari gerakan mekanik atau yang dinamakan atom materi sampai kepada gerakan pikiran bebas dalam ego manusia---adalah peredaran-diri dari “Aku yang akbar”.  Setiap atom energi ilahiah---sekecil apapun---adalah skala wujud sebagai suatu ego dalam tingkatan-tingkatan pernyataan keegoan dan semesta wujud ibarat sebuah lapangan-bunyi, dimana terdengar nada yang bertapak-tapak meninggi, nada ke-ego-an yang terakhir mencapai tingkatan sempurnanya dalam manusia.  Inilah sebabnya mengapa al-quran menyatakan Ego Terakhir berada lebih dekat kepada manusia daripada nadi lehernya sendiri.    Dari sudut pandang psikologis menurut Iqbal hanya yang Real sajalah yang secara langsung sadar akan realitasnya sendiri.  Tingkatan-tingkatan ke-real-an (realitas) bermacam-macam menurut tingkat ke-ego-an.  Kodrat ego adalah sedemikian rupa, sehingga meskipun berhubungan dengan ego-ego yang lain, ia bersifat terpusat pada dirinya sendiri, serta mempunyai suatu linghkungan individualitas yang khusus yang mengenyampingkan semua ego yang bukan dirinya sendiri.

C.Waktu
Gerak tak dapat dilukiskan tanpa adanya waktu.  Dan karena waktu berasal dari kehidupan psikis, maka kehidupan psikis  lebih fundamental ketimbang gerak..  Tak ada waktu, berarti tak ada gerakan.  Masalah waktu senantiasa menarik perhatian ahli pikir serta kaum sufi islam.  Menurut Al-Quran, pengertian siang dan malam satu dari tanda-tanda penting Tuhan dan kesimpulan ilmu pengetahuan modern sama dengan kesimpulan kaum Asy’ari; penemuan-penemuan  mutakhir dalam ilmu alam bahwa kodrat waktu mempunyai diskontinuitas materi.  Iraqi melukiskan bahwa perubahan dan beraneka ragamnya waktu secara tak terbatas, adalah menurut perubahan dan beraneka ragamnya tingkatanwujud---sejak dari kematerialan hingga keruhanian yang murni.  Waktu jasad-jasad kasar, yang lahir dari perubahan langit terdiri atas  masa lalu, masa kini, dan masa depan; kodratnya sedemikian rupa sehingga kalau hari tidak berlalu, hari  berikutnya tidak akan tiba.  Waktu wujud-wujud  ruhaniah juga bersifat berurutan, namun perjalananya sedemikian rupa sehingga masa satu tahun penuh waktu jasad-jasad kasar tidak lebih dari satu hari dalam waktu suatu wujud ruhaniah.  Tingkat tertinggi  wujud-wujud ruhaniah terdapat waktu ilahiah---secara mutlak terbebas dari sifat-sifat ruang, dan tidak bisa di bagi-bagi, tidak punya pergantian ataupun perubahan.  Ia terletak di atas kekekalan; ia tidak punya awal dan tidak punya akhir.
Berdasarkan analisis psikologis terhadap pengalaman kesadaran memperlihatkan kodrat waktu yang sebenarnya,  Iqbal lalu mengemukakan  dua aspek ego; ego-apresiatif dan ego-efisien.  Ego-apresiatif,  hidup dalam keberlangsungan waktu yang murni, yakni; perubahan tanpa urutan silih berganti.  Kehidupan dalam ego terletak dalam geraknya dari ke-apresiatif-an menuju ke-efisien-an dari intuisi menuju intelek---waktu atomis lahir dari gerak tersebut.  Watak pengalaman kesadaran--pangkal tolak semua pengetahuan---memberi petunjuk adanya konsep yang menyatukan pertentangan antara sifat menetap dengan sifat berubah, pertentangan antara waktu sebagai kesatuan yang organis (atau kekekalan) dengan waktu sebagai sesuatu yang bersifat atomis.  Jika kita kemudian menerima petunjuk pengalaman kesadaran kita, serta melukiskan kehidupan Ego yang mencakup segala berdasarkan analogi ego yang terbatas, waktu dan Ego Terakhir-pun akan tampak sebagai perubahan tanpa urutan silih berganti.  Suatu keseluruhan organis yang kelihatannya bersifat atomis oleh Mir Damad dan Mulla Baqir mengartikan; waktu terlahir bersama penciptaan dan dengan itu Ego Terakhir mewujudkan kekayaan-Nya yang tak terhingga dari kemungkinan-kemungkinan-Nya yang bebas dan kreatif.  Disatu pihak, sang Ego hidup dalam kekekalan---perubahan yang bersifat tak berurut pergantiannya---di lain pihak, ia hidup dalam rangkaian momen-momen  bersambung-sambungan, tetapi sementara itu berhubungan secara organik dengan kekekalan, dalam arti bahwa ia merupakan suatu ukuran bagi perubahan yang bersifat tak berurutan.
Istilah pengetahuan, sebagaimana diterapkan pada ego yang terbatas, selalu mengandung arti pengetahuan yang diskursif---suatu proses temporal yang bergerak disekeliling suatu “yang lain”, yang dianggap ada secara per se dan berhadap-hadapan dengan ego yang meengetahu.  Pengetahuan dalam pengertian ini, meskipun kita meluaskannya sampai pada tingkat kemahatahuan, senantiasa akan tetap nisbi terhadap “yang lain” yang berhadap-hadapan itu, dan sebab itu tak dapat kita sifatkan kepada Ego Terakhir, yang karena bersifat mencakup segala, tak dapat digambarkan sebagai sesuatu yang mempunyai suatu perspektif seperti ego yang terbatas.

D.    Materi
Situasi manusia tidaklah final dan bahwa pikiran dan realitas merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan.  Ini dimungkinkan kalau secara saksama meneliti serta menafsirkan pengalaman---materi,hidup,pikiran dan kesadaran---dengan mengikuti petunjuk Al-Quran bahwa pengalaman serat luar perlambang suatu realitas  ”Yang Pertama dan Yang Terakhir, yang terlihat dan yang tidak terlihat”.   Ketika  ilmu alam mempelajari dunia materi, dunia yang di edarkan oleh alat-alat indra, proses mental  turut serta bersama pengalaman reigius dan estetisnya.  Penafsiran penginderaan membedakan benda dari kualitasnya.  Dari sini lahir teori tentang materi, yakni: kodrat data-indrawi,hubungan antara data itu dengan kesadaran yang mempersepsikan, serta sebab-musababnya yang terakhir. Dasar teori ini; “objek penginderaan (warna, suara dan sebagainya)adalah hal-hal yang terdapat dalam kesadaran subjek yang mempersepsikan dan dengan demikian terlepas dari alam yang dipandang sebagai sesuatu yang objektif.  Atas dasar ini objek-objek tersebut tak dapat dianggap dalam arti yang sebenarnya, sebagai kualitas-kualitas dari benda-benda fisik.  Apabila saya berkata bahwa “langit adalah biru”, itu hanya berarti bahwa langit menghasilkan suatu kesan penginderaan biru dalam kesadaran saya, dan bukanlah warna biru itu merupakan kualitas yang terdapat pada langit.  Sebagai hal-hal yang terdapat dalam kesadaran, objek-objek tersebut adalah kesan-kesan (impresi-impresi), artinya, objek-objek tersebut adalah efek-efek yang timbul dalam kesadaran kita.  Sebab dari efek-efek itu adalah materi, atau benda-benda material yang tampil melalui alat penginderaan kita, syaraf dan otak dalam kesadaran kita.  Sebab fisik (materi) ini tampil karena adanya kontak persentuhan; oleh sebab itu sebab fisik tadi harus memiliki kualitas-kualitas bentuk, ukuran, kepadatan dan resistensi.”
Whitehead,berdasarkan teori relatifisme Einstein menegaskan; ruang tergantung pada materi. Whitehead menggambarkan alam semesta sesuatu yang dinamis, suatu  struktur kejadian yang sifatnya mengalir terus menerus secara kreatif.  Perubahan ini tidak bisa kita bayangkan tanpa adanya waktu. Analog dengan pengalaman batin manusia makaeksistensi yang sadar berarti kehidupan dalam waktu. Suasana wawasan yang lebih tajam dalam meninjau kodrat pengalaman kesadaran menandakan ego dalam kesadaran bergerak dari pusat kearah luar.  Dari sini  Iqbal kemudian membagi ego menjadi  dua sifat; apresiatif dan  efisien.  Bersifat efisien masuk kedalam hubungan dunia ruang.  Ego yang efisien merupakan objek dari psikologis asosiasionis---ego yang praktis dalam kehidupan sehari-hari,  berhubungan benda-benda, menentukan keadaan-keadaan dan berlintasan  kesadaran kita.  Waktu, dimana ego yang efisien hidupkita beri predikat lama atau sebentar, panjang atau pendek.  Waktu yang sedemikian itu, menurut Bergson bukanlah waktu yang sesungguhnya.  Hidup dalam waktu yang dijabarkan sebagai ruang adalah hidup yang palsu.
Ego-apresiatif  bersifat kolektif terhadap ego-efisien---sepanjang mensintetiskan semua”ke-kini-an dan “ke-disini-an”---yang merupakan perubahan kecil dan waktu yang tak dapat dihindari oleh ego-efisien  menjadi kepribadian tunggal secara keseluruhan.Waktu yang murni---sebagaimana kita ketahui dengan suatu analisis yang mendalam terhadap pengalaman kesadaran kita---bukan merupakan serangkaian saat-saat yang terpisah dan dapat terulang, namun  satu kesatuan yang organis sehingga masa lampau tidak tertinggal di belakang, tetapi bergerak bersama dan berlangsung dalam masa kini dan masa depan tidak terletak di depan  masa kini untuk kemudian baru dijalani; masa-depan ada secara demikian saja bahwa ia hadir,menurut kodratnya, sebagai suatu kemungkinan yang terbuka. Waktu yang di anggap sebagai kesatuan yang organisdalam al-Quran dinamakan ”takdir”—banyak disalahfahami baik diluar maupun di kalangan Islam sendiri---sebagai yang dipandang terjadi sebelum terungkapnya kemungkinan-kemungkinan. Takdir adalah waktu yang dilepaskan dari jaringan penghubung sebab-akibat—sifat pragmatis yang diberikan oleh pemahaman secara logika kepadanya.  Takdir adalah waktu sebagai ego dan bukan sebagai yang dipikirkan dan diperhitungkan.

E.     Ibadah dan Shalat
Hasrat keagamaan lebih tinggi menjulang dari pada hasrat filsafat.Agama tidak puas dengan hanya konsepsi; agama berusaha mendapatkan pengetahuan yang lebih lazim tentang dan berhubungan dengan objek yang ditujunya.  Cara mencapai hubungan tersebut dengan beribadah atau shalat yang berakhir dalam perencanaan ruhaniah.  Dalam kesadaran tasawuf ibadah terutama bersifat kognitif namun secara phisikologis shalat pada dasarnya bersifat naluri.  Shalat dalam usahanya mencapai pengetahuan mirip dengan refleksi, dalam tingkatnya yang tertinggi lebih dari suatu renungan yang abstrak,suatu proses asimilisai tetapi proses asimilatif menghimpun dirinya memperoleh kekuatan.  Dalam pikiran, kesadaran meninjau serta mengikuti kerja realitas; dalam shalat, kesadaran berhenti sebagai sesuatu yang mencari universalitas yang secara perlahan-lahan terjadi dan ia menjulang lebih tinggi dari pikiran untuk menangkap realitas itu sendiri dengan maksud menjadi peserta yang sadar dalam kehidupannya. 
Dalam ibadah dan shalat tidak ada yang bersifat mistik karena ibadah dan shalat suatu cara pencerahan ruhaniah dari kepribadian yang menyadari situasinya dalam suatu keseluruhan kehidupan yang lebih luas.Dengan demikian, ibadah dan shalat menjadipelengkap  kegiatan intelektual untukmengadakan tinjauan tentang alam bukan Auto-Sugesti.  Bahwa Auto-Sugesti, tidak ada hubungannya dengan terbukanya sumber-sumber kehidupan yang berada di dalam dasar ego manusia.  Auto-sugesti tidakmemberi kekuatan baru membentuk kepribadian manusia, tidak punya akibat hidup yang permanen sesudah terjadi---termasuk dalam persoalan ini tersangkut dengan ilmu gaib dan cara-cara istimewa lainnya untuk mengetahui.



Alcapone, 16 Ramahdan 1436H

Sumber:

Muhammad Iqbal; Rekontruksi Pemikiran Agama Dalam Islam, Jalasutra, Yogyakarta, 2008



Catatan :

1.        Tuhan memutarkan peredaran malam dan siang.  Disitulah terdapat pelajaran bagi mereka yang luas pandangan (QS, 24;44)

2.      Tidakkah kalian lihat, bahwa Tuhan telah memudahkan bagi kalian segala yang dilangit dan bumi dan Ia telah melimpahkan pula dengan nilai-nilai kenikmatan-Nya baik yang nyata maupun yang tidak? (QS, 31;20)

3.      Dan dialah yang telah mengerahkan bagimu, malam dan siang, matahari dan bulan dan juga bintang-bintang telah dikerahkan untuk kalian atas perintah-Nya.  Disitulah terdapat suatu tanda bagi mereka yang luas pandang (QS, 16;12)

4.   Tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi serta segala isinya yang ada keduanya itu untuk bermain-main.  Kami ciptakan keduanya itu dengan maksud tertentu, tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui  (QS, 44:38-39)

5.   Diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, menciptakan langit dan bumi, adanya bermacam-macam bahasa dan warna kulit.  Dalam semua itu terdapat tanda-tanda bagi mereka yang berpengetahuan (QS, 30:22)

6.   Tuhan adalah cahaya langit dan bumi.  Cahayanya seolah dalam sebuah miskat, dan di dalam miskat itu ada sebuah lampu, lampu itu tertutup oleh kaca-kaca dan kaca yang laksana bintang (QS, 24:35)

7.    Dan segala sesuatu ini, pada Kami-lah perbendaharaannya, dan yang sudah Kami turunkan dalam ukuran tertentu (QS, 15:21)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar