Minggu, 17 Januari 2016

Retorika : Mengapresiasi pesanCorax sampai Cicero tentang berkesenian dalam tuturan



“Persuasi (bujukan, desakan dan meyakinkan) adalah seni penanaman alasan-alasan atau motif-motif yang menuntun ke arah tindakan bebas yang konsekuen”(Aristoteles)

“Dari bunyinya dapat diketahui apakah sebuah kapal retak atau tidak, begitu pula dari ujaran-ujarannya dapat dibuktikan apakah seseorang itu bijaksana atau tolol”(Demosthenes)


A.     Pendahuluan
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.  Berbicara juga merupakan suatu sistem tanda yang  di dengar (audible)  dan kelihatan (visible) dengan memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan.  Bahkan berbicara merupakan suatu bentuk prilaku manusia yang memanfaatkan faktor; fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik  sehingga menjadi  alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial.  Lama sebelum lambang-lambang tulisan digunakan, orang sudah berbicara sebagai alat komunikasi.  Bahkan setelah tulisan ditemukan  bicara tetap lebih banyak digunakan disebabkan beberapa kelebihan  yang tidak dapat digantikan dengan tulisan.  Bicara lebih akrab, lebih pribadi (personal), dan lebih manusiawi. Dalam Mein Kampf, dengan tengas Hitler mengatakan bahwa keberhasilannya disebabkan oleh kemampuannya berbicara (setiap gerakan besar di dunia ini dikembangkan oleh ahli-ahli pidato bukan oleh jago-jago tulisan).
Berbicara bukan sekedar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata.  Berbicara merupakan alat mengkomunikasikan gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai kebutuhan penyimak; sebagai instrumen  apakah pembicara memahami atau tidak, baik bahan  maupun  penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat gagasan dikomunikasikan; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak (Mulgrave, 1954; 3-4).  Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, menjadi keharusan pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan.  Pembicara harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap penyimak dan  mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.
Ujaran sebagai suatu cara berkomunikasi sangat  mempengaruhi kehidupan individual kita.   Melalui sistem ini kita saling bertukar tempat, gagasan, perasaan dan keinginan, dibantu lambang-lambang yang disebut kata-kata.  Sistem ini memberi keefektifan bagi individu mendirikan hubungan mental dan emosional dengan anggota lainnya.  Ujaran  merupakan ekspresi gagasan  dan menekankan hubungan  dua arah—memberi dan menerima (Powers, 1954:5-6).  Didasarkan kepentingan ini, beberapa cara telah diusahakan  para ahli untuk menganalisis proses berbicara.  Analisis Wollbert (1927) misalnya; “seorang pembicara pada dasarnya terdiri atas empat hal yang semuanya diperlukan dalam menyatakan pikiran kepada orang lain.  Pertama, pembicara merupakan suatu kemauan, suatu maksud, suatu makna yang dimiliki oleh orang lain, yaitu; suatu pikiran (a thought).  Kedua,  pembicara adalah pemakai bahasa, membentuk pikiran dan perasaan menjadi kata-kata.  Ketiga, pembicara adalah sesuatu yang ingin disimak, ingin didengarkan, menyampaikan maksud dan kata-katanya kepada orang lain melalui suara dan Keempat, pembicara adalah sesuatu yang harus dilihat, memperlihatkan rupa, sesuatu tindakan yang harus diperhatikan dan di baca ” (Knower, 1958:1331).

B.      Mengenai Defenisi
Eksistensi  seorang orator kualitasnya ditentukan dalam hal; bagaimana berbicara supaya nampak menarik (atraktif), bernilai informasi (informatif), menghibur (rekreatif), dan berpengaruh (persuasif). Orator mesti berbicara berdasarkan seni berbicara yang dikenal dengan istilah retorika---seni berkomunikasi secara lisan yang dilakukakan  kepada sejumlah orang secara langsung melalui tatap muka. Dalam bahasa yunani;rhetor, orator, teacher, adalah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logos).
Retorika atau bahasa Inggris rhetoricdari perkataan Latin rhetorica artinya; ilmu bicara.  Clenth Brooks dan Robert Penn Warren dalam Modern Rhetoric mendefenisikan sebagai seni penggunaan bahasa secara efektif.  Kedua pengertian inimenunjuk dua arti;  arti sempit hanya mengenai bicara sedang arti luas menyangkut penggunaan bahasa---bisa lisan atau tulisan.  Oleh Platon mendefenisikansebagai seni manipulatif yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui tuturan, dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, kepercayaan, dan pengharapan. Kenneth Burke (1969) mengatakan sebagai substansi dengan menggunakan media oral atau tertulis. Oleh kaum sofis---Gorgias, Lysias Phidias, Protagoras, dan Sokrates akhir abad ke-5 SM---retorika memberikan suatu kasus melalui bertutur  yang mengajarkan orang  keterampilan berbicara dan menemukan sarana persuasif yang objektif dari suatu kasus. Studi yang mempelajari kesalahpahaman serta penemuan sarana dan pengobatannya.
 Retorika mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan, penataan, dan penampilan tutur untuk membina saling pengertian dan kerja sama serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam ajaran Arstoteles, terdapat tiga teknis alat persuasi (mempengaruhi) politik, yaitu deliberatif, forensik, dan demonstratif. Retorika Deliberatif fokus kepada kemungkinan yang akan terjadi apabila  diterapkan sebuah kebijakan. Retorika Forensik berfokus pada sifat yuridis dan apa yang terjadi dimasa lalu untuk menunjukan bersalah atau tidak, pertanggung jawaban atau ganjaran. Sedang Retorika Demonstratif memfokuskan pada wacana memuji dengan tujuan memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang, lembaga ataupun gagasan.

C.      Sejarah Kelahiran
Uraian sistematis retorika diletakkan pertamakali oleh orang Syracuse—sebuah koloni Yunani di Pulau Sicilia—untuk membantu orang memenangkan haknya dipengadilan. Penjelasannya dalammakalah Corax yakniTechne logon (Seni Kata-Kata) tentang Teknik Kemungkinan.  Corax  dalam makalahnya menulis;  Bila kita tidak memastikan sesuatu, mulailah dari kemungkinan umum.  Corax  mencontohkanmelalui sebuah kasus;  Seorang kaya mencuri dan dituntut di pengadilan untuk pertama kalinya maka dengan menggunakan teknik kemungkinan, kita bertanya, “mungkinkah seorang yang berkecukupan mengorbankan kehormatannya dengan mencuri? Bukankah sepanjang hidupnya, ia tidak pernah diajukan ke pengadilan karena mencuri”.  Contoh kasus berikutnya; Sekarang, seorang miskin mencuri dan diajukan kepengadilan untuk kedua kalinya.  Kita bertanya, “ia pernah mencuri dan pernah di hukum.  bagaiana mungkin ia berani melakukan lagi pekerjaan yang sama”.  Dari contoh Corax,  retorika mirip “ilmu silat lidah” bahkan  membawa pemahaman ke “permainan logika”.
Empedocles (490SM-430SM) filofof, mistikus, politisi, dan orator—murid  Pythagoras dan menulis The Nature Of Things—oleh pengakuan Aristoteles, “ia mengajarkan prisnsip-prinsip retorika, yang kelak di jual Gorgias (480-370) kepada penduduk Athena”.  Gorgias tokoh aliran sofisme dianggap guru retorika pertama dalam sejarah manusia.Sebagai penganut filsafat mashab sofisme—pandangan bahwa kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan jika terdapat kemenangan dalam pembicaraan—bahwa karena rasio tidak cukup  meyakinkan  orang maka perlu   mengajarkan teknik memanipulasi emosi dan menggunakan prasangka untuk menyentuh hati pendengar. Asumsi ini mendorong Gorgias bersama Protagoras mengembangkan retorika dan mempopulerkannya sebagai  ilmu pidatomeliputi; pengetahuan sastra, gramatika dan logika.  RetorikaGorgiasmenekankan dimensi bahasa yang puitis dengan teknik berbicara impromtu.
Berbeda dengan Gorgias, Demosthenes (384-322)orator sangat terkenal  karena kegigihannya mempertahankan Athena dari ancaman Raja Philippus dari Macedonia.  Pada masa itu anggapan umum: dimana terdapat sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat disitu harus ada pemilihan berkala dari rakyat oleh rakyat untuk memilih pemimpinnya.  Demosthenes mengembangkan retorika dengan menekankan; semangat yang berkobar-kobar dan kecerdasan pikiran.  Retorika Demosthenes ditampilkan lewat gaya bicara yang tidak berbunga-bunga tetapi jelas,  keras, menggabungkan narasi dan argumentasi serta sangat memperhatikan cara penyampaian (delivery)—Menurut Will Durant; “ia meletakkan rahasia pidato pada akting (hypocrisis).
Tokoh retorika yang berusaha menyingkirkan sophisme negatif adalah Isocrates yang percaya bahwa retorika dapat meningkatkan kualitas  masyarakat; retorika tidak boleh dipisahkan dari politik dan sastra.  Ia mendirikan sekolah retorika  tahun 391SM dan mendidik muridnya menggunakan: kata-kata dalam susunan yang jernih tetapi tidak berlebih-lebihan, rentetan anak kalimat yang seimbang dengan pergeseran suara dan gagasan yang lancar.Filsafat Isocrates bahwa hakekat retorika adalah kemampuan membentuk pendapat yang tepat mengenai masyarakat.  Gaya bahasa Isocrates kemudian mengilhami tokoh-tokoh retorika sepanjang zaman: Cicero, Milton,Massillon, Jeremy Taylor dan Edmund Burke.
Tetapi kemudian Platon justru dianggap sebagai peletak dasar retorika ilmiah dan psikologi khalayak—menanggapi Gorgias sebagai contoh retorika yang palsu.  Melalui bukunya Dialog dia menganjurkan pembicara untuk mengenal “jiwa” pendengarnya.Menurut Platon, retorika memegang peranan penting sebagai; metode pendidikan, sarana untuk mencapai kedudukan dalam pemerintahan dan  sarana untuk mempengaruhi rakyat.  Tujuan retorika menurut Platon memberikan kemampuan menggunakan bahasa yang sempurna dan merupakan jalan untuk memperoleh pengetahuan yang luas  terutama dalam bidang politik.Adalah Platon yang telah mengubah retorika sebagai sekumpulan teknik (sophisme) menjadi wacana ilmiah laluAristoteles melanjutkan kajian retorika ilmiah melalui tiga jilid buku De Arte Rhetorica.  Dari Aristoteles dan ahli retorika klasik, kita memperoleh lima tahap penyusunan pidato; terkenal sebagai lima hukum retorika (The Five Caons of Rhetoric).  Bagi Aristoteles retorika adalah the art of persuation yang diuraikan; singkat, jelas dan meyakinkan.  Keindahan bahasa hanya digunakan untuk empat hal; membenarkan (corrective), memerintahkan (instructive), mendorong (sugestive) dan mempertahankan (devensive).
Kalau tokoh lainnya memandang retorika sebagai seni,  Aristoteles memasukkan sebagai bagian dari filsafat sebagai “kemampuan untuk menentukan, dalam kejadian tertentu dan situasi tertentu, metode persuasi yang ada”.  Dalam tahap ini orator merumuskan tujuan dan mengumpulkan bahan (argumen) sesuai dengan kebutuhan khalayak.  Aristoteles kemudian menyebut tiga cara  memengaruhi manusia.  Pertama, orator harus sanggup menunjukkan kepada khalayak bahwa orator memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, dan status yang terhormat (Ethos).  Kedua, orator harus menyentuh hati khalayak; perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang mereka (pathos). Ketiga, orator meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan sebagai bukti.  Disini orator mendekati khalayak lewat otaknya (logos).  Disamping; ethos, pathos dan logos, Aristoteles menyebutkan dua cara lagi yang efektif untuk memengaruhi pendengar yaitu entimem dan contoh.

D.     Retorika Modern
Teori Aristoteles dengan uraian yang lengkap, persuasif, sistematis  dan komperhensif memberi dasar teoretis yang kokohdan membungkam para ahli retorika yang datang sesudahnya. Pengaruhnya sampai ke Romawi—sekalipun selama dua ratus tahun setelah De Arte Rhetorica tidak menambahkan apa-apa yang berarti bagi perkembangan retorika di Romawi. Buku Ad Herrnium,  yang di tulis dalam bahasa Latin kira-kira 100 SM hanya mensistematisasikan dengan cara Romawi warisan retorika gaya Yunani.  Orang-orang Romawi bahkan hanya mengambil segi-segi praktisnya saja. Walaupun begitu, kekaisaran Romawi bukan saja subur dengan sekolah-sekolah retorika tetapi juga kaya dengan orator-orator ulung:Antonius, Crassus,Rufus,Hortensius.
Di Romawi yang mengembangkan retorika adalah Marcus Tulius Cicero (106-43SM) terkenal karena suaranya dan bukunya De Oratore.  Sebagai  orator  ulung, Cicero meningkatkan kecakapan retorika menjadi suatu ilmu dengan dua tujuan pokok; suasio (anjuran) dan dissuasio (penolakan).  Cicero percaya bahwa efek pidato akan baik bila yang berpidato adalah orang baik—The good man speaks well.Cicero-lah orator yang dianggap sangat terampil  menyederhanakan pembicaraan yang sulit,  bahasanya mengalir dengan deras tetapi indah. Puluhan tahun setelah meninggalnya, Quintillianus mendirikan sekolah retorika danmerumuskan teori-teori retorika Cicero kemudian di tulis dalam Institutio Oratoria.
Renaissance memberi sumbangan sangat berarti kepada penyampaian gagasan    kepada kehadiran retorika modern dan jembatan penghubungnya adalah Roger Bacon (1214-1219).  Bacon buka saja memperkenalkan Metode Eksprerimentaltetapi juga menempatkan pentingnya pengetahuan tentang proses psikologis dalamstudi retorika, menurutnya, “kewajiban retorika ialah menggunakan ratio dan imajinasi untuk menggerakkan kemauan secara lebih baik”.  Rasio, imajinasi dan kemauan  adalah disiplin psikologis yang kelak menjadi kajian utama ahli retorika modern.  Aliran pertama retorika masa modern yang menekankan proses psikologis di kenal sebagai aliran epistemologis yang membahas “teori pengetahuan”; asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia.  Para pemikir epistemologis seperti George Campbell (1719-1796), dalam The Philosophy of Rhetoric serta Richard Whately  berusaha mengkaji retorika klasik dalam sorotan perkembangan psikologis kognitif (membahas proses mental).  Aliran retorika modern kedua dikenal sebagai gerakan Belles Lettres (tulisan yang indah).  Retorika Belletris sangat mengutamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis pesan—kadang-kadang dengan mengabaikan segi informatifnya.  Hugh Blair (1718-1800) yang menulis Lettures on Rhetoric and Belles Lettres; menjelaskan  hubungan antara retorika, sastra, dan kritik.  Ia memperkenalkan disiplin citarasa (taste) yakni sebuah kemampuan untuk memperoleh kenikmatan dari pertemuan dengan apapun yang indah.Pada abad kedua puluh, retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan modern—khususnya ilmu-ilmu prilaku seperti psikologi dan sosiologi.  Istilah retorika-pun mulai di geser oleh speech, speech commnucations atau oral commnucations atau public speaking.

E.       Tindakan Penyampaian Pesan
Menurut ada-tidaknya persiapan, sesuai  cara yang di lakukan sampai waktu persiapanyang dibutuhkan maka oleh Jalauddin Rakhmat (2012) mengatakan terdapat empat macam penyampaian pesan  yaitu :  impromtu, manuskrip,memoriter, dan ekstemporer.

1.    Impromtu,dilakukan misalnya; menghadiri pesta dan tiba-tiba ada panggilan untuk menyampaikan pesan-pesan—aktivitas ini sebaiknya di hindari—bila terpaksa beberapa hal berikut bisa di jadikan pegangan:
a.    Pikirkan terlebih dahulu teknik permulaan pesan yang baik. Missalnya cerita, hubungan dengan pidato sebelumnya, bandingan, ilustrasi dan sebagainya.
b.    Tentukan sistem organisasi pesan. Misalnya: Susunan kronologis, teknik “pemecahan soal”, kerangka sosial ekonomi-politik, hubungan teori dan praktek.
c.     Pikirkan teknik menutup pembicaraan yang mengesankan.
2.  Manuskrip,  penyampaian pesan dengan naskah dari awal sampai akhir.  Disini tidak berlaku istilah “menyampaikan pesan”, tetapi “membacakan pesan”.  Beberapa petunjuk dapat diterapkan dalam penyusunan dan penyampaian manuskrip:
a.    Susunlah lebih dahulu dalam garis-garis besar dan siapkan bahan-bahannya;
b.    Tulisan manuskrip seperti pembicaraan yang  mengalir dan   gunakan gaya percakapan yang lebih informal dan langsung;
c.    Baca naskah berkali-kali sambil membayangkan pendengar;
d.   Hafalkan sekadarnya sehingga sehingga dapat lebih sering melihat pendengar;
e.    Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas pinggir yang luas.
3.   Memoriter,  pesan di tulis kemudian di ingat kata demi kata. Seperti manuskrip, memoriter memungkinkan ungkapan yang tepat, organisasi yang terencana, pemilihan bahasa yang teliti, gerak dan isyarat yang diintegrasikan dengan uraian.  Tetapi karena pesan sudah tetap, maka tidak terjalin saling hubungan antara pesan dengan pendengar, kurang langsung, memerlukan banyak waktu dalam persiapan, kurang spontan, perhatian beralih dari kata-kata kepada usaha mengingat.
4.  Ekstempore, jenis pembicaraan  paling baik dan paling sering dilakukan.  Pembicara sudah dipersiapkan sebelumnya berupa Out-line fungsinya hanya pedoman untuk mengatur gagasan dalam pikiran.  Keuntungan ekstempore karena komunikasi pendengar dengan pembicara lebih baik dan pembicara menyampaikan langsung kepada khalayak, pesan dapat fleksibel untuk di ubah sesuai kebutuhan dan penyajiannya lebih spontan.

F.       Metode Retorika
Untuk tujuan dan fungsi retorika, bahwa tujuan retorika sebagai persuasi, yaitu keyakinan pendengar terhadap kebenaran gagasan pembicara.  Artinya, retorika ingin membina saling pengertian dan mengembangkan kerjasama dalam menumbuhkan kedamaian untuk kehidupan bermasyarakat melalui kegiatan bertutur.  Sementara fungsi retorika akan membimbing penutur secara lebih baik memahami masalah kejiwaan manusia pada umumnya dan kejiwaan penanggap tutur yang akan dan sedang dihadapi, membimbing penutur menemukan ulasan yang baik dan membimbing penutur mempertahankan kebenaran dengan alasan masuk akal.Cicero mengajarkan bahwa dalam mempengaruhi pendengar, orator harus meyakinkan mereka dengan mencerminkan kebenaran dan kesusilaan yang dalam pelaksanaannya meliputi:
a.    Ivestio, mencari bahan dan tema  dengan memperhatikan keharusan pembicara; mendidik, membangkitkan kepercayaan dan menggerakkan hati.
b.    Ordo collocatio, kecakapan orator  memilih  yang lebih penting dengan memperhatikan:exordium (pendahuluan), narratio (pemaparan), confirmatio (pembuktian), reputatio (pertimbangan) dan peroratio (penutup).

G. Daftar Pustaka
Durant, Will. 1972. The Story of Civilization; New York; Simon and Schuster.
Knower, Franklin H. 1958. Speech dalam Encyclopedia of Educational Research. New York. MacMillan Company 1960.
Mulgrave, Dorothy. 1954. Speech. New York; Barnes dan Noble, Inc.
Powers, David Guy. 1951. Fundamentals of Speech. New York; Mc graw-Hill Book Company, Inc.
Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Retorika Modern; Pendekatan Praktis, Pt. Remaja Rosda Karya. Bandung.
Ridwan. H. Aang. M.Ag. Filsafat Komunikasi. Percetakan Setia Bandung. 2013
Tarigan, Henri Guntur. Prof.Dr. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Percetakan Angkasa. Bandung.
Uchajana, Effendy Onong. Pro.Dr.MA. Komunikasi Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung. 2011.
             
Alcapone, 25 Januari 2014
Disampaikan dalam Dialog Akhir Bulan Januari 2014 di Teras Ubermensch.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar