A. Pendahuluan
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi atau
kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan,
dan perasaan. Berbicara juga merupakan
suatu sistem tanda yang di dengar (audible) dan kelihatan (visible) dengan memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh
manusia demi maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Bahkan berbicara merupakan suatu bentuk
prilaku manusia yang memanfaatkan faktor; fisik, psikologis, neurologis,
semantik, dan linguistik sehingga menjadi
alat manusia yang paling penting bagi
kontrol sosial. Lama sebelum
lambang-lambang tulisan digunakan, orang sudah berbicara sebagai alat
komunikasi. Bahkan setelah tulisan
ditemukan bicara tetap lebih banyak
digunakan disebabkan beberapa kelebihan
yang tidak dapat digantikan dengan tulisan. Bicara lebih akrab, lebih pribadi (personal),
dan lebih manusiawi. Dalam Mein Kampf,
dengan tengas Hitler mengatakan bahwa keberhasilannya disebabkan oleh
kemampuannya berbicara (setiap gerakan besar di dunia ini dikembangkan oleh
ahli-ahli pidato bukan oleh jago-jago tulisan).
Berbicara bukan sekedar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara merupakan alat mengkomunikasikan
gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai kebutuhan penyimak; sebagai
instrumen apakah pembicara memahami atau
tidak, baik bahan maupun penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta
dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat gagasan dikomunikasikan; dan
apakah dia waspada serta antusias atau tidak (Mulgrave, 1954; 3-4). Agar dapat menyampaikan pikiran secara
efektif, menjadi keharusan pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin
dikomunikasikan. Pembicara harus mampu
mengevaluasi efek komunikasinya terhadap penyimak dan mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari
segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.
Ujaran sebagai suatu cara berkomunikasi sangat mempengaruhi kehidupan individual kita. Melalui sistem ini kita saling bertukar
tempat, gagasan, perasaan dan keinginan, dibantu lambang-lambang yang disebut
kata-kata. Sistem ini memberi keefektifan
bagi individu mendirikan hubungan mental dan emosional dengan anggota
lainnya. Ujaran merupakan ekspresi gagasan dan menekankan hubungan dua arah—memberi dan menerima (Powers,
1954:5-6). Didasarkan kepentingan ini, beberapa
cara telah diusahakan para ahli untuk
menganalisis proses berbicara. Analisis Wollbert
(1927) misalnya; “seorang pembicara pada dasarnya terdiri atas empat hal yang semuanya
diperlukan dalam menyatakan pikiran kepada orang lain. Pertama,
pembicara merupakan suatu kemauan, suatu maksud, suatu makna yang dimiliki oleh
orang lain, yaitu; suatu pikiran (a
thought). Kedua, pembicara adalah
pemakai bahasa, membentuk pikiran dan perasaan menjadi kata-kata. Ketiga,
pembicara adalah sesuatu yang ingin disimak, ingin didengarkan, menyampaikan
maksud dan kata-katanya kepada orang lain melalui suara dan Keempat, pembicara adalah sesuatu yang
harus dilihat, memperlihatkan rupa, sesuatu tindakan yang harus diperhatikan
dan di baca ” (Knower, 1958:1331).
B. Mengenai
Defenisi
Eksistensi seorang
orator kualitasnya ditentukan dalam hal; bagaimana berbicara supaya nampak
menarik (atraktif), bernilai informasi (informatif), menghibur (rekreatif), dan
berpengaruh (persuasif). Orator mesti berbicara berdasarkan seni berbicara yang
dikenal dengan istilah retorika---seni
berkomunikasi secara lisan yang dilakukakan kepada sejumlah orang secara langsung melalui tatap
muka. Dalam bahasa yunani;rhetor, orator,
teacher, adalah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan
bujukan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logos).
Retorika
atau bahasa Inggris rhetoricdari
perkataan Latin rhetorica artinya;
ilmu bicara. Clenth Brooks dan Robert
Penn Warren dalam Modern Rhetoric mendefenisikan
sebagai seni penggunaan bahasa secara efektif.
Kedua pengertian inimenunjuk dua arti; arti sempit hanya mengenai bicara sedang arti
luas menyangkut penggunaan bahasa---bisa lisan atau tulisan. Oleh Platon mendefenisikansebagai seni
manipulatif yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk
mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui tuturan, dan yang
dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, kepercayaan, dan
pengharapan. Kenneth Burke (1969) mengatakan sebagai substansi dengan
menggunakan media oral atau tertulis. Oleh kaum sofis---Gorgias, Lysias
Phidias, Protagoras, dan Sokrates akhir abad ke-5 SM---retorika memberikan
suatu kasus melalui bertutur yang
mengajarkan orang keterampilan berbicara
dan menemukan sarana persuasif yang objektif dari suatu kasus. Studi yang
mempelajari kesalahpahaman serta penemuan sarana dan pengobatannya.
Retorika mengajarkan tindak dan usaha yang
efektif dalam persiapan, penataan, dan penampilan tutur untuk membina saling
pengertian dan kerja sama serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam
ajaran Arstoteles, terdapat tiga teknis alat persuasi (mempengaruhi) politik,
yaitu deliberatif, forensik, dan demonstratif. Retorika Deliberatif fokus
kepada kemungkinan yang akan terjadi apabila diterapkan sebuah kebijakan. Retorika Forensik
berfokus pada sifat yuridis dan apa yang terjadi dimasa lalu untuk menunjukan
bersalah atau tidak, pertanggung jawaban atau ganjaran. Sedang Retorika Demonstratif
memfokuskan pada wacana memuji dengan tujuan memperkuat sifat baik atau sifat
buruk seseorang, lembaga ataupun gagasan.
C. Sejarah
Kelahiran
Uraian sistematis retorika diletakkan pertamakali oleh orang
Syracuse—sebuah koloni Yunani di Pulau Sicilia—untuk membantu orang memenangkan
haknya dipengadilan. Penjelasannya dalammakalah Corax yakniTechne logon (Seni Kata-Kata) tentang Teknik Kemungkinan. Corax
dalam makalahnya menulis; Bila
kita tidak memastikan sesuatu, mulailah dari kemungkinan umum. Corax mencontohkanmelalui sebuah kasus; Seorang kaya mencuri dan dituntut di
pengadilan untuk pertama kalinya maka dengan menggunakan teknik kemungkinan,
kita bertanya, “mungkinkah seorang yang berkecukupan mengorbankan kehormatannya
dengan mencuri? Bukankah sepanjang hidupnya, ia tidak pernah diajukan ke
pengadilan karena mencuri”. Contoh kasus
berikutnya; Sekarang, seorang miskin mencuri dan diajukan kepengadilan untuk
kedua kalinya. Kita bertanya, “ia pernah
mencuri dan pernah di hukum. bagaiana
mungkin ia berani melakukan lagi pekerjaan yang sama”. Dari contoh Corax, retorika mirip “ilmu silat lidah” bahkan membawa pemahaman ke “permainan logika”.
Empedocles (490SM-430SM) filofof, mistikus, politisi, dan orator—murid
Pythagoras dan menulis The Nature Of Things—oleh pengakuan Aristoteles,
“ia mengajarkan prisnsip-prinsip retorika, yang kelak di jual Gorgias (480-370)
kepada penduduk Athena”. Gorgias tokoh
aliran sofisme dianggap guru retorika pertama dalam sejarah manusia.Sebagai
penganut filsafat mashab sofisme—pandangan bahwa kebenaran suatu pendapat hanya
dapat dibuktikan jika terdapat kemenangan dalam pembicaraan—bahwa karena rasio
tidak cukup meyakinkan orang maka perlu mengajarkan teknik memanipulasi emosi dan
menggunakan prasangka untuk menyentuh hati pendengar. Asumsi ini mendorong Gorgias
bersama Protagoras mengembangkan retorika dan mempopulerkannya sebagai ilmu pidatomeliputi; pengetahuan sastra,
gramatika dan logika. RetorikaGorgiasmenekankan
dimensi bahasa yang puitis dengan teknik berbicara impromtu.
Berbeda dengan Gorgias, Demosthenes (384-322)orator sangat
terkenal karena kegigihannya
mempertahankan Athena dari ancaman Raja Philippus dari Macedonia. Pada masa itu anggapan umum: dimana terdapat
sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat disitu harus ada pemilihan
berkala dari rakyat oleh rakyat untuk memilih pemimpinnya. Demosthenes mengembangkan retorika dengan
menekankan; semangat yang berkobar-kobar dan kecerdasan pikiran. Retorika Demosthenes ditampilkan lewat gaya bicara
yang tidak berbunga-bunga tetapi jelas,
keras, menggabungkan narasi dan argumentasi serta sangat memperhatikan
cara penyampaian (delivery)—Menurut
Will Durant; “ia meletakkan rahasia pidato pada akting (hypocrisis).
Tokoh retorika yang berusaha menyingkirkan sophisme negatif
adalah Isocrates yang percaya bahwa retorika dapat meningkatkan kualitas masyarakat; retorika tidak boleh dipisahkan
dari politik dan sastra. Ia mendirikan
sekolah retorika tahun 391SM dan mendidik
muridnya menggunakan: kata-kata dalam susunan yang jernih tetapi tidak
berlebih-lebihan, rentetan anak kalimat yang seimbang dengan pergeseran suara
dan gagasan yang lancar.Filsafat Isocrates bahwa hakekat retorika adalah
kemampuan membentuk pendapat yang tepat mengenai masyarakat. Gaya bahasa Isocrates kemudian mengilhami tokoh-tokoh
retorika sepanjang zaman: Cicero, Milton,Massillon, Jeremy Taylor dan Edmund
Burke.
Tetapi kemudian Platon justru dianggap sebagai peletak dasar
retorika ilmiah dan psikologi khalayak—menanggapi Gorgias sebagai contoh
retorika yang palsu. Melalui bukunya Dialog dia menganjurkan pembicara untuk
mengenal “jiwa” pendengarnya.Menurut Platon, retorika memegang peranan penting
sebagai; metode pendidikan, sarana untuk mencapai kedudukan dalam pemerintahan
dan sarana untuk mempengaruhi
rakyat. Tujuan retorika menurut Platon
memberikan kemampuan menggunakan bahasa yang sempurna dan merupakan jalan untuk
memperoleh pengetahuan yang luas terutama dalam bidang politik.Adalah Platon
yang telah mengubah retorika sebagai sekumpulan teknik (sophisme) menjadi wacana ilmiah laluAristoteles melanjutkan kajian
retorika ilmiah melalui tiga jilid buku De
Arte Rhetorica. Dari Aristoteles dan
ahli retorika klasik, kita memperoleh lima tahap penyusunan pidato; terkenal
sebagai lima hukum retorika (The Five Caons
of Rhetoric). Bagi Aristoteles
retorika adalah the art of persuation
yang diuraikan; singkat, jelas dan meyakinkan.
Keindahan bahasa hanya digunakan untuk empat hal; membenarkan
(corrective), memerintahkan (instructive), mendorong (sugestive) dan
mempertahankan (devensive).
Kalau tokoh lainnya memandang retorika sebagai seni, Aristoteles memasukkan sebagai bagian dari
filsafat sebagai “kemampuan untuk menentukan, dalam kejadian tertentu dan
situasi tertentu, metode persuasi yang ada”. Dalam tahap ini orator merumuskan tujuan dan mengumpulkan
bahan (argumen) sesuai dengan kebutuhan khalayak. Aristoteles kemudian menyebut tiga cara memengaruhi manusia. Pertama, orator harus sanggup menunjukkan
kepada khalayak bahwa orator memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang
terpercaya, dan status yang terhormat (Ethos).
Kedua, orator harus menyentuh hati khalayak; perasaan, emosi, harapan,
kebencian dan kasih sayang mereka (pathos). Ketiga, orator meyakinkan khalayak
dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan sebagai bukti. Disini orator mendekati khalayak lewat
otaknya (logos). Disamping; ethos,
pathos dan logos, Aristoteles menyebutkan dua cara lagi yang efektif untuk
memengaruhi pendengar yaitu entimem dan contoh.
D. Retorika
Modern
Teori Aristoteles dengan uraian yang lengkap, persuasif, sistematis dan komperhensif memberi dasar teoretis yang
kokohdan membungkam para ahli retorika yang datang sesudahnya. Pengaruhnya sampai
ke Romawi—sekalipun selama dua ratus tahun setelah De Arte Rhetorica tidak menambahkan apa-apa yang berarti bagi
perkembangan retorika di Romawi. Buku Ad
Herrnium, yang di tulis dalam bahasa
Latin kira-kira 100 SM hanya mensistematisasikan dengan cara Romawi warisan
retorika gaya Yunani. Orang-orang Romawi
bahkan hanya mengambil segi-segi praktisnya saja. Walaupun begitu, kekaisaran
Romawi bukan saja subur dengan sekolah-sekolah retorika tetapi juga kaya dengan
orator-orator ulung:Antonius, Crassus,Rufus,Hortensius.
Di Romawi yang mengembangkan retorika adalah Marcus Tulius
Cicero (106-43SM) terkenal karena suaranya dan bukunya De Oratore. Sebagai orator ulung, Cicero meningkatkan kecakapan retorika
menjadi suatu ilmu dengan dua tujuan pokok; suasio
(anjuran) dan dissuasio (penolakan). Cicero percaya bahwa efek pidato akan baik
bila yang berpidato adalah orang baik—The
good man speaks well.Cicero-lah orator yang dianggap sangat terampil menyederhanakan pembicaraan yang sulit, bahasanya mengalir dengan deras tetapi indah.
Puluhan tahun setelah meninggalnya, Quintillianus mendirikan sekolah retorika
danmerumuskan teori-teori retorika Cicero kemudian di tulis dalam Institutio Oratoria.
Renaissance memberi sumbangan sangat berarti kepada
penyampaian gagasan kepada kehadiran retorika modern dan jembatan
penghubungnya adalah Roger Bacon (1214-1219).
Bacon buka saja memperkenalkan Metode
Eksprerimentaltetapi juga menempatkan pentingnya pengetahuan tentang proses
psikologis dalamstudi retorika, menurutnya, “kewajiban retorika ialah
menggunakan ratio dan imajinasi untuk menggerakkan kemauan secara lebih
baik”. Rasio, imajinasi dan kemauan adalah disiplin psikologis yang kelak menjadi
kajian utama ahli retorika modern.
Aliran pertama retorika masa modern yang menekankan proses psikologis di
kenal sebagai aliran epistemologis
yang membahas “teori pengetahuan”; asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas
pengetahuan manusia. Para pemikir
epistemologis seperti George Campbell (1719-1796), dalam The Philosophy of Rhetoric serta Richard Whately berusaha mengkaji retorika klasik dalam
sorotan perkembangan psikologis kognitif (membahas proses mental). Aliran retorika modern kedua dikenal sebagai gerakan Belles Lettres (tulisan yang
indah). Retorika Belletris sangat
mengutamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis pesan—kadang-kadang dengan
mengabaikan segi informatifnya. Hugh
Blair (1718-1800) yang menulis Lettures
on Rhetoric and Belles Lettres; menjelaskan
hubungan antara retorika, sastra, dan kritik. Ia memperkenalkan disiplin citarasa (taste)
yakni sebuah kemampuan untuk memperoleh kenikmatan dari pertemuan dengan apapun
yang indah.Pada abad kedua puluh, retorika mengambil manfaat dari perkembangan
ilmu pengetahuan modern—khususnya ilmu-ilmu prilaku seperti psikologi dan
sosiologi. Istilah retorika-pun mulai di
geser oleh speech, speech commnucations atau oral commnucations atau public speaking.
E. Tindakan Penyampaian
Pesan
Menurut ada-tidaknya persiapan, sesuai cara yang di lakukan sampai waktu persiapanyang
dibutuhkan maka oleh Jalauddin Rakhmat (2012) mengatakan terdapat empat macam
penyampaian pesan yaitu : impromtu, manuskrip,memoriter, dan
ekstemporer.
1. Impromtu,dilakukan misalnya; menghadiri pesta dan tiba-tiba ada panggilan
untuk menyampaikan pesan-pesan—aktivitas ini sebaiknya di hindari—bila terpaksa
beberapa hal berikut bisa di jadikan pegangan:
a. Pikirkan terlebih dahulu teknik permulaan pesan yang baik. Missalnya
cerita, hubungan dengan pidato sebelumnya, bandingan, ilustrasi dan sebagainya.
b. Tentukan sistem organisasi pesan. Misalnya: Susunan
kronologis, teknik “pemecahan soal”, kerangka sosial ekonomi-politik, hubungan
teori dan praktek.
c. Pikirkan teknik menutup pembicaraan yang mengesankan.
2. Manuskrip, penyampaian pesan
dengan naskah dari awal sampai akhir.
Disini tidak berlaku istilah “menyampaikan pesan”, tetapi “membacakan
pesan”. Beberapa petunjuk dapat
diterapkan dalam penyusunan dan penyampaian manuskrip:
a.
Susunlah lebih dahulu dalam garis-garis
besar dan siapkan bahan-bahannya;
b.
Tulisan manuskrip seperti pembicaraan
yang mengalir dan gunakan gaya percakapan yang lebih informal
dan langsung;
c.
Baca naskah berkali-kali sambil
membayangkan pendengar;
d.
Hafalkan sekadarnya sehingga sehingga
dapat lebih sering melihat pendengar;
e.
Siapkan manuskrip dengan ketikan besar,
tiga spasi dan batas pinggir yang luas.
3. Memoriter, pesan di tulis
kemudian di ingat kata demi kata. Seperti manuskrip, memoriter memungkinkan
ungkapan yang tepat, organisasi yang terencana, pemilihan bahasa yang teliti,
gerak dan isyarat yang diintegrasikan dengan uraian. Tetapi karena pesan sudah tetap, maka tidak
terjalin saling hubungan antara pesan dengan pendengar, kurang langsung,
memerlukan banyak waktu dalam persiapan, kurang spontan, perhatian beralih dari
kata-kata kepada usaha mengingat.
4. Ekstempore, jenis pembicaraan paling baik dan paling sering dilakukan. Pembicara sudah dipersiapkan sebelumnya
berupa Out-line fungsinya hanya pedoman
untuk mengatur gagasan dalam pikiran.
Keuntungan ekstempore karena komunikasi pendengar dengan pembicara lebih
baik dan pembicara menyampaikan langsung kepada khalayak, pesan dapat fleksibel
untuk di ubah sesuai kebutuhan dan penyajiannya lebih spontan.
F. Metode
Retorika
Untuk
tujuan dan fungsi retorika, bahwa tujuan retorika sebagai persuasi, yaitu
keyakinan pendengar terhadap kebenaran gagasan pembicara. Artinya, retorika ingin membina saling
pengertian dan mengembangkan kerjasama dalam menumbuhkan kedamaian untuk kehidupan
bermasyarakat melalui kegiatan bertutur.
Sementara fungsi retorika akan membimbing penutur secara lebih baik
memahami masalah kejiwaan manusia pada umumnya dan kejiwaan penanggap tutur
yang akan dan sedang dihadapi, membimbing penutur menemukan ulasan yang baik
dan membimbing penutur mempertahankan kebenaran dengan alasan masuk akal.Cicero
mengajarkan bahwa dalam mempengaruhi pendengar, orator harus meyakinkan mereka
dengan mencerminkan kebenaran dan kesusilaan yang dalam pelaksanaannya
meliputi:
a. Ivestio, mencari bahan dan tema dengan memperhatikan keharusan pembicara;
mendidik, membangkitkan kepercayaan dan menggerakkan hati.
b. Ordo
collocatio, kecakapan orator memilih yang lebih penting dengan memperhatikan:exordium (pendahuluan), narratio (pemaparan), confirmatio (pembuktian), reputatio (pertimbangan) dan peroratio (penutup).
G. Daftar Pustaka
Durant, Will. 1972. The
Story of Civilization; New York; Simon and Schuster.
Knower, Franklin H. 1958. Speech dalam Encyclopedia of Educational Research. New York.
MacMillan Company 1960.
Mulgrave, Dorothy. 1954. Speech.
New York; Barnes dan Noble, Inc.
Powers, David Guy. 1951. Fundamentals
of Speech. New York; Mc graw-Hill Book Company, Inc.
Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Retorika Modern; Pendekatan Praktis, Pt. Remaja Rosda Karya. Bandung.
Ridwan. H. Aang. M.Ag. Filsafat
Komunikasi. Percetakan Setia Bandung. 2013
Tarigan, Henri Guntur. Prof.Dr. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Percetakan Angkasa.
Bandung.
Uchajana, Effendy Onong. Pro.Dr.MA. Komunikasi Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung.
2011.
Alcapone,
25 Januari 2014
Disampaikan dalam Dialog Akhir Bulan
Januari 2014 di Teras Ubermensch.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar