Kamis, 14 Januari 2016

Filsafat Stoa; Hidup Berkeutamaan Selaras dengan Alam







  
Bertahan hidup artinya selalu siap untuk berubah, karena perubahan adalah jalan menuju kedewasaan.  Dan kedewasaan adalah sikap untuk selalu mengembangkan kualitas pribadi tanpa henti---Henri Bergson, Filsuf Francis


Dalam setiap keindahan selalu ada mata yang memandang.  Dalam setiap kebenaran selalu ada telinga yang mendengar.  Dalam setiap kasih selalu ada hati yang menerima---Ivan Panin, Matematikawan Rusia








A.    Pendahuluan; Sekitar Filsafat Yunani
Abad ke-5 SM zaman keemasan Yunani. Kuil-kuil indah dengan patung yang bagus didirikan diantaranya Kuil Parthenon di atas Bukit Acropolis sebagai  tempat memuja Dewi Athena, pelindung ilmu pengetahauan dan budaya.  Terdapat bukit Olympus kediaman para dewa termasuk tempat tinggal dewa dari segala dewa, yaitu dewa Zeus yang sekali empat tahun orang mengadakan pertandingan olahraga (Olympiade) untuk menghormati Zeus.  Seni bangunan dan seni rupa terutama diabadikan untuk agama dan orang Yunani menyembah banyak dewa (politheistis). Menurut kepercayaan Yunani Kuno, dewa-dewa adalah manusia sempurna (bentuk badannya) dan punya sifat-sifat seperti manusia  misalnya cemburu, suka perang dan saling bertengkar.
Masyarakat Yunani bersifat demokratis. Persoalan kemasyarakatan dipecahkan dalam suatu rapat warga polis (kota) sehingga mendorong daya tangkap yang cepat, daya kritik yang tajam  dan kecakapan mengemukakan pendapat di depan umum (retorika). Orang-orang pandai mengumpulkan pemuda-pemudi mendirikan “sekolah” yang disebut gymnasium dan pelajaran diberikan sambil berjalan keliling. Orang-orang pandai  (sophist), yaitu orang yang mengabdi pada sophi (ilmu pengetahuan).  Mereka menggunakan akal atau rasio dan memerangi tahayul serta kebodohan.  Cara melihat kehidupan tersebut lalu dianggapakan merusak kepercayaan kepada dewa-dewa warisan nenek-moyang serta mengancam kedudukan para penguasa. Mereka melarang kegiatan kaum sofis termasuk Socrates (+ 400 SM) yang karena tidak mematahui larangan para penguasa kemudian ditangkap dan  hukuman mati.  Socrates dianggap sebagai peletak dasar ilmu pengetahuan modern. Ilmu pengetahuannya didasarkan atas pengamatan yang tajam dan akal yan kritis untuk mencapai simpulan yang logis lalu dilanjutkan oleh Platon muridnya.
Orang-orang Yunani purba suka hidup bebas dan merdeka. Tiap-tiap kota  (polis) mempunyai kemerdekaan atau hak otonomi yang luas bahkan penduduk polis turut aktif ikut dalam pemerintahan polis-nya. Rasa kemerdekaan yang besar menyebabkan  seringnya terjadi perang antara polis.  Peperangan antara polis-polis mengakibatkan kebebasan Yunani lenyap sampai Yunani dikuasai oleh Makedonia. Di zaman itu hidup Aristoteles yang akhirnya melarikan diri ke Makedonia dan menjadi guru putra mahkota, Alexander (Iskandar Zulkarnaen). 
 Kerajaan Romawi didirikan abad ke-8 SM setelah berhasil menaklukkan seluruh Jazirah Italia  berkembang menjadi “kerajaan dunia”  meliputi seluruh daerah Eropa Selatan, daerah pesisir Laut Mediterania dari Spanyol hingga Siria, daerah pantai Afrika Utara dari Mesir sampai ke Selatan Gibraltar. Oleh sebab itu Laut Mediterania mereka sebut Mare Nostum (laut kita).  Di Italia dan Sisilia terdapat koloni-koloni Yunani dengan kebudayaan dan bahasa Yunani menjadi bahasa pergaulan kaum cerdik pandai dan orang-orang terkemuka sehingga cara berfikir Yunani lambat-laun berpengaruh juga di Romawi.  Orang Romawi terkenal sebagai organisator,  mereka juga ahli dalam soal-soal ketatanegaraan (terutama  bidang hukum dan perundang-undangan) serta memiliki keunggulan di bidang kemiliteran sehingga dapat menguasai hampir seluruh dunia.

B.   Ciri khas fase Hellelisme
       Filsafat Yunani bukan hasil  para filsuf Yunani  saja tetapi merupakan perkembangan  kebudayaan Yunani sebelum era para filsuf.   Filsafat  Yunani mula-mula dimaksudkan untuk melepaskan diri dari kekuasaan golongan agama berhala (bersahaja) dengan jalan menguji kebenaran ajaran-ajarannya dan yang  tidak diterima akal pikiran masuk kedalam “cerita-cerita keagamaan”.  Kepercayaan tentang adanya banyak zat  (“dewa-dewa”) yang mempengaruhi alam menjadi sumber segala peristiwa.---meskipun dalam bentuk yang berbeda dengan apa yang ada pada agama Yunani sendiri.   Menurut filsafat Yunani, bukan hanya sebab yang pertama (first cause) yang mempengaruhi alam, tetapi juga ada kekuatan-kekuatan lain yang ikut serta mempengaruhinya yaitu akal-akal yang mengerakkan benda-benda langit.
C.   Ciri khas fase Hellelisme Romawi
        Secara keseluruhan masa Hellelisme Romawi mempunyai corak yang sama namun dalam perkembangannya dibagi ke dalam tiga masa dengan corak sendiri-sendiri. Masa pertama ialah abad ke-5 sampai pertengahan abad pertama sebelum  masehi. Aliran-aliran yang terdapat didalamnya ialah:
a.       Aliran Epicure: Pendirinya Epicurus. Ajarannya ialah bahwa  kebahagiaan     manusia merupakan tujuan utama.
b.       Aliran Stoa: Pendirinya Zeno. Ajarannya ialah agar manusia jangan sampai bisa digerakkan oleh kegembiraan atau kesedihan (jadi menahan diri dalam menghadapinya) dan menyerahkan diri tanpa syarat kepada suatu keharusan yang tidak bisa ditolak dan yang menguasai segala sesuatu.
c.         Aliran skeptis (ragu-ragu): Aliran ini meliputi aliran Phyrro dan aliran akademi baru. Ajarannya ialah bahwa untuk sampai kepada kebenaraan, kita harus percaya dulu bahwa sesuatu tidak akan sampai kepada kebenaran atau mengingkari kebenaran mutlak (objektif).
Masa kedua dimulai pertengahan abad pertama sebelum Masehi sampai pertengahan abad ketiga Masehi. Corak pemikiran masa ini ialah seleksi dan penggabungan; memilih beberapa pemikiran filsafat kuno dan menggabungkan pikiran-pikiran satu sama lain, dengan ketentuan agama dan tasawuf  Timur dan melahirkan beberapa aliran; (1) aliran Paripatetik terakhir, (2) aliran Stoa baru, (3) aliran Epicur baru, (4) aliran Pitagoras, dan (5) aliran Filsafat Yahudi dan Philo.   Filsafat Hellelisme Yahudi suatu pemikiran filsafat yang mempertemukan filsafat Yahudi dengan kepercayaan Yahudi dengan jalan penggabungan satu dengan yang lain atau membuat susunan baru yang mengandung kedua unsur tersebut.
Masa ketiga ialah dari abad ketiga masehi sampai pertengahan abad ke-6 di Bazantium dan Roma atau sampai pertengahan abad ke-7 atau ke-8 di Iskandariah dan Asia Kecil. Masa ini dikenal aliran-aliran (1) neo-Paltonisme, (2) Iskandariyah, dan (3) aliran filsafat di asia Kecil. Aliran-aliran ini merupakan kegiatan terakhir menjelang timbulnya aliran Baghdad atau aliran filsafat Islam.  Aliran Iskandariyah lebih banyak mengarah kepada lapangan eksakta (seperti matematika, fisika) dari pada lapangan metafisika.  Tokoh-tokoh aliran Iskandariyah ialah (1) Hermias, (2) Stephanus, dan (3) Johannes Philoponos.



D.   Stoikisme dan Politik Yunani
        Tokoh-tokoh Stoa atau para Stoik, dalam etika politik terbagi dalam dua golongan, yang anti-politik atau menjauhi keterlibatan politik, dan yang terlibat aktif dalam politik. Kedua kelompok tersebut memiliki pandangan yang berbeda.   Bagi yang menjauhi dunia politik, alasan mereka adalah karena muak dengan perilaku elit politik, dan meyakini bahwa hukum yang patut ditaati bukanlah hukum negara, melainkan hukum alam yang diatur oleh sang ilahi. Selain itu, mereka masih sangat dipengaruhi oleh aliran Sinisisme yang mengecam keras pemerintahan tiran kala itu.
       Bagi yang memilih terlibat dan berkarir dalam dunia politik, Cicero misalnya, mengatakan bahwa tugas politik sebagai tugas suci yang dibebankan  Tuhan kepada manusia, ganjarannya adalah sorga. Dalam relasi dengan manusia lain, kita tak butuh hukum politik, namun harus hidup dalam persahabatan dan kekeluargaan dengan semua makhluk, seperti kutipan Plutarch (Moralia, 329A) dari Politeia karya Zeno. Alasannya sederhana, para Stoik awal menolak sistem pemerintahan kala itu, pemerintahan yang sangat tirani. Para Stoik awal juga menolak sistem dan ajaran pendidikan yang mengabaikan pentingnya hidup bersama dalam persahabatan, persaudaraan, dan anti permusuhan. Setiap sistem politik agaknya mereka tolak, bahkan penggunaan mata uang mereka tidak anjurkan.  Sedang para Stoik misalnya Cicero, Seneca Muda dan Markus Aurelius justru terlibat dalam kancah politik, Cicero adalah salah satu anggota dewan Kota, Seneca pernah jadi penasihat Kaisar Nero, dan Marcus Aurelius adalah seorang Kaisar. Jadi, Stoa memang memiliki paradoks ajaran dalam berpolitik, ada yang anti-politik, dan ada pula yang justru dalam lingkaran politik.
          Bagi Seneca, Cicero dan Marcus Aurelius, seseorang yang memiliki jabatan politik harus memiliki integritas diri. Pemerintahan yang baik seharusnya bukan hanya dihuni orang-orang yang tahu kebijaksanaan  seperti pernah digagas oleh Plato dalam sistem pemerintahan Aristokrasi, melainkan harus juga seorang sophis, yaitu orang yang benar-benar melakukan kebijaksanaan. Marcus Aurelius sendiri mengarang buku berjudul Meditations hingga 4 jilid yang berisi pentingnya seorang pejabat publik melakukan perenungan diri supaya dalam memerintah ia memiliki ketenangan batin, dan berjiwa pengorbanan.

E.    Aliran Stoa / Stoisisme
        Stoikisme atau Stoa (bahasa Yunani: Στοά) didirikan di Athena oleh Zeno dari Citium (Zeno lahir di Kiton tahun 340 SM dan wafat di Athena 264 SM) ---Ada yang mencatat Stoikisme baru resmi  tahun 108 SM). Zeno seorang saudagar yang berhenti berniaga kemudian mendalami filsafat di Kynia dan Megaria kemudian belajar di akademi dibawah pimpinan Xenokrates, murid Platon.  Di kemudian hari,  Zeno mendirikan sekolah sendiri dan karena bertempat di suatu ruang dipenuhi ukiran lalu dinamakan Stoa (menunjukkan serambi bertiang tempat Zeno memberi pelajaran atau ruang dalam bahasa Greek adalah stoa).   
Bagi para filsuf Stoa, dalil-dalil mengenai akal punya kekuatan universal serta mengikat semua manusia di mana saja.  Manusia diberkahi akal sehingga terlepas dari ras dan kebangsaan, perbedaan antara negara kota Yunani dan negara orang Barbar  hidup sederajat tidak dapat diterima.  Inti ajaran stoa dalam memandang dunia; bagaimana memahami apa yang menjadi penyusun kebaikan dan apa yang paling sesuai dalam kehidupan manusia. Pemikir Stoa berpegang teguh pada kriteria bahwa yang hakiki harus baik di segala kondisi. Tidak selamanya kekayaan itu baik, jika hal itu membuat dirinya atau orang lain menjadi susah atau rusak. Bahkan kesehatan yang berjalan kearah kekuatan dianggap tidak baik, jika membahayakan diri sendiri juga orang lain dan satu-satunya kebaikan yang tidak memiliki cacat adalah kebajikan.
Menurut Stoisme, jagat raya ditentukan oleh suatu kuasa yang disebut logos (rasio), berdasarkan rasio manusia bisa mengenal orde universal dalam jagat raya. Istilah Logos dipakai kaum Stoa menjadi dasar keyakinan. Logos diterjemahkan artinya menjadi rasional agar manusia hidup sesuai dengan alam dan cara pandang biologis. Menurut Stoa, seluruh makhluk yang berjiwa pasti berjuang mencari keabadian.  Pencarian keabadian  mengarahkan dirinya untuk senada dengan irama alam yang cocok dengan dirinya. Manusia mengikuti akal sehat tidak hanya sekedar mencari makan, kehangatan, atau tempat berteduh, tetapi juga pemenuhan kebutuhan intelektual.   Akal sehat mengarahkan manusia untuk memilih apa yang sesuai dengan keselarasan alami dengan tingkat akurasi yang lebih baik dibanding hanya mengikuti insting kebinatangan.
Setelah Zeno, orang paling berjasa mempertahankan sekolah Stoa adalah Cleanthes dari Assos dan Chrysippus dari Soli. Cleanthes menyumbang gagasan tentang hubungan etika dengan iman atau teologi sedang Chrysippus menuliskan 705 buku (90% ) literatur sebagai doktrin Stoikisme, yaitu telaah tentang perbintangan astronomi. Ajaran sekolah Stoa  pijakannya meliputi perkembangan logika (terbagi dalam retorika dan dialektika), fisika, dan etika (memuat teologi dan (politik).  Pandangan mencolok etika tentang  bagaimana manusia memilih sikap hidup dengan menekankan apatheia, hidup pasrah atau tawakal menerima keadaan di dunia sebagai cerminan dari kemampuan nalar manusia.
1.    Logika
Logika kaum Stoa bermaksud memperoleh kriterium tentang kebenaran. Mereka mempergunakan juga teori reproduksi dari demokritos. Apa yang dipikirkan tak lain dari yag telah diketahui dengan pemandangan. Menurut kaum Stoa, ucapan Aristoteles adalah suatu dalil yang belum dinyatakan kebenarannya.  Suatu Petitio Principil, yaitu menerima sesuatunya sebelum diterangkan. Kriterium bagi suatu kebenaran terletak pada evidensinya, kenyataannya bahwa si pemandang terletak pada pikiran. Buah pikiran benar, apabila pemandangan itu tepat, yaitu memaksa kita membenarkannya. Pemandangan yang benar ialah suatu pemandangan yang menggambarkan barang yang dipandang dengan terang dan tajam, sehingga orang yang memandang itu terpaksa membenarkan dan menerima isinya. Kaum Stoa bertentangan pendapatnya dengan Plato dan Aristoteles,  misalnya ajaran tentang idea. Pengertian Umum seperti;  perkumpulan, kampung, binatang dan lain sebagainya adalah suatu realita, benar adanya. Menurut kaum Stoa, pengertian umum tersebut tidak ada relitanya, semua itu hanya cetakan pikiran yang subyektif untuk mudah menggolongkan barang–barang yang nyata. Hanya barang–barang yang kelihatan yang mempunyai realita, nyata adanya. Orang laki–laki, orang perempuan, kuda putih, kucing hitam adalah suatu realita sedang kumpulan jenis bukan suatu realita.  Pendapat kaum Stoa kemudian disebut dalam filsafat pendapat nasionalisme sebagai lawan dari realisme.

2.      Fisika
Dalam aliran Stoa, masalah fisika tidak saja memberi pelajaran tentang alam  tetapi juga  meliputi  teologi. Alam mempunyai dua dasar yaitu yang bekerja dan yang dikerjakan.  Yang bekerja ialah Tuhan dan yang dikerjakan ialah materi. Menurut kaum Stoa, alam semesta ini ditentukan oleh suatu kuasa yang disebut Logos (pikiran semesta). Oleh sebab itu, semua kejadian tunduk kepada hukum alam yang berjalan. Manusia tidak dapat mengelak. Manusia itu, jiwa atau rasio manusia bisa mengenali hukum alam. Manusia akan hidup bijaksana dan bahagia bila ia bertindak sesuai dengan rasionya. Jika memang demikian ia akan menguasai nafsu-nafsunya dan dapat mengendalikan diri secara sempurna untuk menyesuaikan hukum-hukum alam. Semua yang terjadi dalam dunia ini berlaku menurut hukum alam dan rasio, adanya Tuhan untuk keselamatan manusia, maka kaum Stoa mempunyai pandangan hidup yang optimis. Semuanya terjadi menurut kemestian dalam edaran yang tetap, terima itu dengan sabar dan gembira.
3.      Etika
Etika menurut kaum Stoa adalah mencari dasar-dasar umum untuk bertindak dan hidup tepat, kemudian melaksanakan dasar-dasar itu dalam penghidupan. Pelaksanaan yang tepat dari dasar-dasar itu merupakan jalan untuk mengatasi segala kesulitan dan memperoleh kesenangan dalam penghidupan. Mazhab Stoa berpendapat bahwa tujuan hidup yang tertinggi ialah memperoleh harta yang terbesar nilainya, yaitu kesenangan hidup. Kemerdekaan moral seseorang adalah dasar segala etik kaum Stoa.
Kemerdekaan moral seseorang adalah dasar segala etik pada kaum Stoa.  Kaum Stoa mengatakan, bahwa moral itu baru sempurna kalau sesuai dengan kesenangan masyarakat. Sesuai dengan itu mereka berpendapat, bahwa persekutuan sosial manusia, yaitu negara, adalah syarat pertama untuk melaksanakan budi yang terutama, yaitu keadilan. Tugas utama dari keadilan ialah menyempurnakan pergaulan manuisa. Pada tingkat itu terdapat lagi budi yang pokok, yaitu menyesuaikan saya dengan semuanya dengan sempurna. Siapa yang melaksanakan keadilan melenyapkan sekaligus pertentangan antara keperluan diri sendiri dan keperluan umum.

F.   Etika Katekontik
       Ajaran Stoa yang paling menonjol adalah bagaimana manusia bertindak menurut keteraturan hukum alam yang diselenggarakan yang Ilahi. Cleanthes menulis beberapa versi dalam ekspresi gamblang sebuah daya tarik elemen yang didesakkan oleh imannya; Lead me, O Zeus, and lead me thou, O Fate,  Unto that place where you have stationed me: I shall not flinch, but follow: and if become Wicked I should refuse, I still must follow  Terjemahan bebas:  Bimbing aku, oh Zeus, bimbing aku, wahai penciptaku Hingga di tempat di mana Engkau akan menghantarku Aku tidak akan lari darimu, namun mengikutimu, dan seandainya hatiku berontak, Aku tetap akan ikut dikau.         
Etika Stoikisme berpijak pada prinsip bahwa hanya kebajikan (virtue) yang utama (baik) dan  selain hal  tersebut dinilai  buruk.  Hal-hal lain sifatnya netral (indifferent atau adiaphora), walaupun beberapa di antaranya, misalnya kesehatan, kemakmuran, kehormatan secara alamiah dianjurkan sedang yang berseberangan dari itu tidak dianjurkan. Misalnya, kepemilikan pribadi tidak dianjurkan karena tidak selaras dengan prinsip manusia yang ingin bahagia. Jika manusia tidak sadar terhadap godaan hal-hal yang netral, ia dapat terjebak pada tindakan menghalalkan cara untuk mencapai hal-hal yang netral atau tidak bahagia ketika diperalat hal-hal yang netral itu. Misalnya, seorang yang mengejar harta benda terus menerus sesungguhnya ia tak lagi bahagia, karena dirinya dikuasai hal-hal yang seharusnya tidak merintanginya untuk berbahagia.  Pertarungan paling sengit adalah mengenai kebijaksanaan dan pengendalian diri manusia melawan kesenangan pribadi.
Selain menolak pengaruh hal-hal yang bersifat eksternal (kekayaan, kesehatan, reputasi), Stoa juga menolak pengaruh hal-hal yang tidak sesuai nalar, misalnya takut kematian, takut Dewa atau Tuhan dan peristiwa-peristiwa buruk yang akan mengganggu kebahagiaan.  Caranya adalah, bukan memutus hubungan terhadap hal-hal yang menakutkan melainkan  meluruskan nalar kita supaya tidak dikendalikan oleh emosi-emosi yang muncul dari hal-hal tersebut. Dengan memperbaiki nalar, kita mampu mengendalikan perilaku kita dalam menghadapinya. Ketakutan ketika menghadapi peristiwa-peristiwa yang tidak kita harapkan sebenarnya lebih besar daripada akibat-akibat menakutkan yang akan ditimbulkan peristiwa-peristiwa itu sendiri. Cleanthes dari Assos  mengatakan bahwa sikap hidup menyelaraskan diri dengan kehendak ilahi yang tampak dalam keteraturan alam disebut etika katekontik. Dalam Stoa mula-mula, ajaran Stoa selalu melibatkan peran dewa-dewa dalam miologi Yunani Kuno. Demikian para pemikir etika Kristen yang dipengaruhi filsafat Stoa juga selalu melibatkan Allah dalam konstruksi etikanya.
          Para Stoik menganggap manusia adalah binatang bernalar, nalar (reason)  didapat dari Yang Ilahi dan dengan nalar manusia menjadi elemen terpenting bagi Sang Ilahi untuk menyelenggarakan keteraturan dunia. Namun, manusia bukan satu-satunya elemen, ia hanya salah satu bagian dari semesta, ia hanya salah satu organ saja. Eksistensi manusia selalu terkait dengan eksistensi pihak lain, merusak tatanan semesta berarti merusak atau mengancam eksistensi manusia itu sendiri.  Seorang sophis adalah orang yang hidupnya selaras dengan ide-ide yang ia pelajari.  Dalam hidup mencari pemenuhan kebutuhan, tidak melupakan relasinya terhadap pihak lain---termasuk Yang Ilahi sebagai penyelenggara tunggal dunia.   Seorang sophis harus sadar bahwa ia hanya bagian dari rangkaian tak terpisahkan dari keteraturan dunia, bahwa ia setara posisinya dengan ciptaan lain dan kepentingan dirinya terintegrasi terhadap kepentingan orang  lain.  Seorang sophis,  yaitu orang yang memiliki "kesempurnaan moral dan intelektual," tidak akan mengalami emosi yang merusak kebahagiaan, misalnya marah berlebihan, panik berlebihan dan sedih berlebihan.  Seorang Stoik, seperti kata Epictetus tidak banyak bicara tentang ide-ide besar melainkan bertindak selaras dengan  yang dipikirkan.  Stoikisme adalah cara hidup yang menekankan dimensi internal manusia, seorang Stoik dapat hidup bahagia ketika ia tidak terpengaruh oleh hal-hal di luar dirinya.
       Di mata kaum Stoa, Logos Universal (Sang Ilahi) adalah yang menata alam semesta ini dengan rasional, senegatif apa pun kejadian yang menimpa, seorang Stoa yang bijak akan melihat kejadian tersebut sebagai bagian dari tenunan indah ilahi atau Logos. Ia akan menyesuaikan kodrat rasional dirinya sebagai manusia dengan hukum alam (hukum sebab akibat) dari Alam Semesta. Perspektif kosmik (kesadaran akan alam) harusnya membayangi kehidupan pribadi, walau tidak menggantikannya secara keseluruhan. Rasio atau nalar manusia harus terintegrasi terhadap penyelenggaraan kosmis Ilahi. Jika seseorang bertindak selaras (katekontik) sebagai tindakan yang sejati (katorthomata) sebagai tindakan yang tepat, ia akan merasa bahagia, merdeka, bertindak secara tepat dalam kebaikan, dan hidup dalam harmoni yang sempurna.

G.   Tokoh-tokoh Stoikisme
        Stoikisme merupakan aliran filsafat yang paling berhasil dan sangat berpengaruh dalam aliran filsafat Yunani Kuno karena relevansinya terhadap sikap manusia dan sistem pemerintahan saat itu. Semenjak Zeno dari Citium mendirikan sekolah Stoa atau Stoikismenya, muncul beberapa filsuf lainnya yang menjadi tokoh Stoa, misalnya Chrisippus dari Soli, Cleanthes dari Assos, Seneca Muda, Cicero, Epictetus, dan Marcus Aurelius. Dan menurut Kamus Filsafat Cambridge, tokoh dan pandangan Stoa dibagi menjadi tiga:
1.        Stoa Awal, terdiri dari Zeno (334-262SM), Chrisipus (280-206), dan Cleanthes (331-232).
2.      Stoa Perantara (Middle Stoicsm), dikembangkan oleh Panaetius (185-110 SM) dan Posidonius (135-50 SM) dari Rhodes, yang mempengaruhi Cicero (106 SM -43 M).
3.      Stoa Akhir Stoa Romawi (Roman Stoicsm) terdapat Cicero (106 SM -43 M), Seneca Muda (1-65M), Epictetus (55-135M), dan Marcus Aurelius (121-180M).
Sebagai catatan: tahun-tahun hidup dari tokoh Stoa tidak sama dalam beberapa buku, misalnya  dalam buku the Stoics masa hidup Cleanthes (303-233SM), Epictetus (60-117M), dan Seneca Muda (4SM-65M). Rupanya Zeno muda telah terinspirasi oleh ajaran etika Socrates, khususnya keberanian Socrates dalam menempuh jalan kematian dengan sukarela. Tindakan ini seolah menjadi gambaran ajaran Stoa dalam etika, bahwa seseorang tidak perlu terbawa emosi negatif (pathos), takut misalnya, namun bahagia dengan kemerdekaan penuh, termasuk menerima cara kematian.

H.     Daftar Pustaka
Hanafi, Ahmad ,M.A, Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang: Jakarta,1990
Van Peursen, Cornelis, Orientasi di Alam Filsafat, PT Gramedia: Jakarta,1988
Bertens,K, Sejarah Filsafat, Kanisius: Yogyakarta, 2006
Yuana, Kumara Ari, The Greatest Philosophers- 100 Tokoh Filsafat Baru dari Abad 6 SM- Abad          21 yang Menginspirasi Dunia Bisnis, Andi:Yogyakarta, 2010

Alcapone, 19 September 2015

Bottom of



Tidak ada komentar:

Posting Komentar